Salin Artikel

Soal Usulan Tindak Pidana Rekayasa Kasus, Wamenkumham: Tak Bisa Menutup Mata, Itu Banyak Terjadi

BADUNG, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengakui bahwa tindak pidana rekayasa kasus sering kali terjadi dalam hukum di Indonesia.

Hal ini pula, lanjutnya, yang membuat anggota Komisi III DPR RI mengusulkan adanya tindak pidana rekayasa kasus dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Usulan tersebut muncul ketika pemerintah memberikan draf RKUHP terbaru kepada DPR pada 9 November 2022.

"Mereka minta ada pasal khusus karena ya memang kita tidak bisa menutup mata bahwa sebetulnya banyak terjadi di kalangan kita. Ada kasus-kasus yang direkayasa yang istilahnya adalah kriminalisasi," kata Eddy saat hadir dalam sosialisasi RKUHP di Universitas Udayana, Badung, Bali, Jumat (11/11/2022).

Eddy menyebut, rumusan pasal soal rekayasa kasus, termasuk rekayasa bukti, diusulkan masuk dalam satu bab khusus. Pun dapat masuk dalam bab soal perintangan penyidikan (obstruction of justice).

Adapun beberapa fraksi yang mengusulkan tindak pidana rekayasa kasus disuarakan oleh PPP, Nasdem, Golkar, hingga Demokrat.

"Jadi sebagian fraksi di DPR, sebagian besar mereka meminta merumuskan suatu ketentuan baru, itu disuarakan. Mereka minta dimasukkan suatu rumusan pasal tentang rekayasa kasus termasuk juga adalah rekayasa bukti," ucap dia.

Lebih lanjut Eddy menjelaskan, keberhasilan sistem peradilan tindak pidana bukan terletak pada berapa kasus yang berhasil diungkap dalam satu waktu.

Keberhasilan justru terletak pada sejauh mana tindak pidana/kejahatan dapat ditekan maupun diprevensi atau dicegah agar tidak terjadi lagi.

"Mengenai berapa kasus yang bisa diungkap, itu yang melakukan survei tidak belajar utuh mengenai peradilan sistem pidana. Jadi sebetulnya keberhasilan sistem peradilan pidana dalam konteks hukum pidana modern lebih berorientasi untuk pidana kejahatan, bukan pengungkapan kasus," jelas Eddy.

Sebagai informasi, salah satu anggota Komisi III DPR yang mengusulkan dimasukkannya tindak pidana rekayasa kasus dalam RKUHP adalah Arsul Sani.

Anggota dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini meminta beberapa pasal ditambahkan untuk menjerat pelaku tindak pidana rekayasa kasus.

“Mungkin ada satu dua pasal tindak pidana baru karena ini banyak diaspirasikan berbagai elemen masyarakat. Apa yang disebut sebagai tindak pidana untuk rekayasa khusus,” papar Arsul dalam rapat bersama Kementerian Hukum dan HAM di Gedung DPR RI, Rabu (9/11/2022).

Menurut dia, rekayasa kasus kerap terjadi pada tindak pidana narkotika. Bahkan, para pelaku tak jarang dari aparat penegak hukum sendiri.

“Sederhananya kira-kira suka ada keluhan tidak terjadi tindak pidana narkotika, tapi narkotikanya ditaruh di mobil, dilempar, atau di mana gitu,” ucapnya.

Diketahui, Kemenkumham telah memberikan draf RKUHP terbaru, versi revisi 9 November 2022. Terdapat sejumlah perbedaan dibandingkan draf yang diberikan pada Komisi III DPR tanggal 6 Juli 2022.

Salah satunya pengurangan jumlah pasal dari 632 pasal menjadi 627 pasal. Ada 5 pasal yang dihapus dalam RKUHP, yaitu soal advokat curang, praktek dokter dan dokter gigi curang, penggelandangan, unggas dan ternak, serta tindak pidana kehutanan dan lingkungan hidup.

https://nasional.kompas.com/read/2022/11/12/10480041/soal-usulan-tindak-pidana-rekayasa-kasus-wamenkumham--tak-bisa-menutup-mata

Terkini Lainnya

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke