Awalnya Majelis Hakim bertanya kepada Arsyad Daiva sebagai saksi, apakah sudah mengetahui adanya peristiwa pembunuhan di Duren Tiga, termasuk penyidik yang datang ke lokasi peristiwa.
"Sudah mulai bekerja, artinya penyidik sudah pernah ke TKP (tempat kejadian perkara)," tanya Majelis Hakim di ruang persidangan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2022).
"Sudah," kata Arsyad.
Hakim kemudian bertanya, apakah saat menerima barang bukti CCTV, Arsyad sebagai Kasubnit 1 Unit 1 Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan langsung membuat tanda terima.
Arsyad menjawab saat itu belum diberikan tanda terima karena baru menerima secara langsung dan mengecek apakah masih menyala atau tidak.
Majelis Hakim kemudian mencecar, apakah Arsyad dan timnya mengerti CCTV yang diserahkan adalah terkait dengan peristiwa pembunuhan Brigadir J.
Arsyad mengaku tidak tahu, karena hanya diberikan CCTV saja tanpa ada keterangan lainnya.
Mendengar jawaban Arsyad, Majelis Hakim merasa tindakan Polres Jakarta Selatan tidak profesional.
Arsyad dicecar sudah semestinya penyitaan atau penyerahan alat bukti harus dengan berita acara.
"Enggak main serah-serah begitu saja kayak menyerahkan beli goreng pisang," kata Hakim.
Jangankan barang bukti, kata Hakim, membeli gorengan pisang saja menggunakan tanda terima sebagai bukti pembayaran.
"Beli goreng pisang saja pakai tanda terima, pakai resi, beli makanan saja pakai tanda terima apalagi barang bukti," ucap dia.
Irfan Widyanto merupakan anggota Polri dengan jabatan terendah yang menjadi tersangka obstruction of justice atau upaya menghalangi penyidikan kematian Brigadir J.
Menjabat sebagai Ajun Komisaris Polisi (AKP), Irfan diduga merupakan kepanjangan tangan Ferdy Sambo untuk mengambil dan merusak CCTV di sekitar Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Rumah tersebut merupakan tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang dilakukan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu khawatir skenario pembunuhan Yosua terbongkar karena rekaman CCTV.
Dalam kasus obstruction of justice ini, ketujuh terdakwa dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Para terdakwa juga dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 Ayat (1) UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/10/17305881/serah-terima-cctv-pembunuhan-brigadir-j-tak-terdata-hakim-beli-pisang-goreng