Pandu menyebutkan, BPOM defensif lantaran tidak melakukan penyelidikan lebih lanjut ketika banyak balita di Gambia mengalami gagal ginjal akut diduga karena obat sirup.
Awalnya, Pandu mengatakan, dirinya sudah meminta agar kasus yang terjadi di Gambia diwanti-wanti sejak beberapa minggu yang lalu.
Namun, peringatannya seolah tak digubris.
"Saya sudah ngomong tiga minggu yang lalu, enggak ada yang perhatiin. Ketika awal-awal kasus itu kan Jakarta paling banyak. Saya kan punya data Jakarta," ujar Pandu saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/10/2022).
Pandu meminta agar penyebab dari gagal ginjal akut yang masih misterius ini segera dicari.
Akan tetapi, Pandu menyebut para klinikus ngotot bahwa penyakit gagal ginjal akut ini muncul karena berkaitan dengan Covid-19.
"Saya bilang jangan ambil kesimpulan dulu. Melakukan penyidikan epidemiologi, investigasi, itu outbreak, sebagai pendekatan public health," tuturnya.
Pandu menjelaskan, setelah diperiksa lebih lanjut, gagal ginjal akut yang dialami oleh banyak anak tidak ada hubungannya dengan Covid-19.
Setelah itu, barulah dipikirkan penyebab lain dari gagal ginjal misterius ini.
Dia menekankan penyebab dari penyakit misterius harus dicari secara sistematik dengan ilmu pengetahuan, bukan dengan asumsi.
Pandu juga mengusulkan agar dilakukan penelitian epidemiologi. Pandu menampilkan literatur-literatur yang menunjukkan bahwa kasus ini sudah umum terjadi di dunia.
"Sudah muncul di dunia, mau muncul di Indonesia kan cuma tunggu waktu saja," kata Pandu.
Selanjutnya, barulah Pandu menyinggung sikap defensif BPOM terhadap kasus gagal ginjal akut di Gambia.
Menurut Pandu, BPOM hanya menyebut bahwa obat sirup yang menjadi penyebab gagal ginjal akut di Gambia tidak terdaftar di Indonesia.
"Saya bilang, 'Apakah obat yang beredar di Indonesia mengandung senyawa yang terdapat pada obat yang mengakibatkan gagal ginjal di Gambia 61 anak mati'," sambung Pandu.
Pandu menerangkan, kasus gagal ginjal akut sudah kerap terjadi di berbagai negara.
Penyebabnya selalu sama, yakni akibat obat sirup, di mana ada kandungan etilen glikol di dalamnya.
Klaim BPOM yang dianggap defensif
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan empat sirup obat batuk asal India tidak terdaftar di Indonesia.
Keempat sirup ini menjadi penyebab gagal ginjal pada anak di Gambia karena mengandung etilen glikol.
Adapun keempat sirup tersebut, yakni Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempatnya diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.
"Berdasarkan penelusuran BPOM, keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM," sebut BPOM dalam siaran pers, Senin (17/10/2022).
BPOM menyebut, pihaknya melakukan pengawasan secara komprehensif pre dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia.
Untuk memberi perlindungan terhadap masyarakat, BPOM telah menetapkan persyaratan pada saat registrasi bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).
"Namun sebagai langkah kehati-hatian, BPOM juga sedang menelusuri kemungkinan kandungan DEG dan EG sebagai cemaran pada bahan lain yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan," ucap BPOM.
Lebih lanjut, badan pengawas ini akan melakukan langkah-langkah pengawasan intensif terhadap obat-obat terkait dan akan segera menyampaikan hasilnya kepada masyarakat.
BPOM pun mengimbau masyarakat agar membeli obat yang sudah mendapat izin edar dari BPOM.
"Masyarakat agar lebih waspada, menggunakan produk obat yang terdaftar di BPOM yang diperoleh dari sumber resmi, dan selalu ingat Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum mengonsumsi obat," jelasnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/21/11550771/epidemiolog-kesal-bpom-defensif-saat-gagal-ginjal-akut-mencuat