Hal itu disampaikan usai pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) menjadi UU PDP dalam Rapat Paripurna Kelima Masa Persidangan I Tahun sidang 2022-2023, Selasa (20/9/2022).
“Kalau lembaga itu kan lembaga pemerintah, bukan lembaga independen. Jadi nanti (sanksi) dibuat, diatur (dalam) peraturan pemerintah,” sebut Hasanuddin ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Ia menjelaskan, misalnya kebocoran data terdeteksi terjadi di lembaga publik seperti Dinas Catatan Sipil (Dukcapil). Maka, pemberian sanksi diserahkan pada pemerintah yang mesti membuat aturan turunan untuk lembaganya masing-masing berdasarkan UU PDP.
“Akan dibuat peraturan pemerintah seperti apa, sampai dengan (persoalan) disiplin. Misalnya pelanggarnya itu, apakah dipidanakan atau cukup diberikan hukuman disiplin biar diatur okeh pemerintah,” ungkap dia.
Terakhir, Hasanuddin mengaku puas UU PDP akhirnya telah disahkan.
Menurutnya, UU tersebut menjadi payung hukum yang kuat untuk pemerintah dan masyarakat melindungi data pribadinya.
“Semua orang memiliki hak untuk data pribadinya, dilindungi secara ketat dan siapa yang melakukan pelanggaran, memanfaatkan, membocorkan, menjual untuk kepentingan-kepentingan lain, maka dikenakan sanksi,” ujarnya.
Diketahui berdasarkan draf RUU PDP terakhir yang diterima Kompas.com, tidak ada sanksi khusus bagi lembaga publik jika melakukan kebocoran data pribadi.
Sementara, sanksi pidana dan perdata diatur diberikan pada perorangan dan korporasi atau pihak swasta yang terkait pelanggaran perlindungan data pribadi.
Adapun individu yang melakukan pelanggaran penggunaan data pribadi dapat dipidana mulai 4 hingga 6 tahun penjara.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/20/16153921/anggota-dpr-sebut-sanksi-untuk-lembaga-publik-terkait-pelanggaran-data