Salin Artikel

Ojo Dibanding-Bandingke Jenderal Andika dengan Jenderal Dudung

Petuah Proklamator Bung Karno ini akan tetap kontekstual dan terus memberi spirit bagi TNI sampai kapanpun.

Dalam perjalanan sejarah bangsa ini, para pucuk pimpinan Tentara Keamanan Rakyat (TKR-nama resmi sebelum TNI) sempat “berseberangan jalan”.

Pasca-Proklamasi 17 Agustus 1945, pembentukan organisasi militer harus segera dilakukan sebagai antisipasi agresi militer penjajah yang tidak bisa menerima kemerdekaan Indonesia.

Dalam bukunya “Politik Milter Indonesia”, Ulf Sundhaussen menyebut komposisi TKR usai Indonesia merdeka terdiri dari bekas serdadu Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) yang sempat bersumpah setia kepada Ratu Belanda, mantan tentara Pembela Tanah Air (PETA) binaan Jepang serta beragam laskar pemuda yang baru belakangan bergabung.

Komposisi jumlah bekas anggota PETA melebihi jumlah eks KNIL dalam TKR, tetapi untuk urusan pengalaman dan pengorganisasi tentara justru eks KNIL yang unggul.

Hal ini tidak terlepas dari sistem pendidikan di KNIL yang lebih teratur ketimbang PETA yang dibentuk Jepang untuk persiapan perang melawan Sekutu.

Beberapa eks KNIL adalah alumni sekolah elite militer Breda di Belanda seperti Abdul Haris Nasution, Urip Sumoharjo, TB Simatupang, Alex Kawilarang, Mokoginta dan Abdul Kadir.

Sementara mantan KNIL yang kemudian bergabung di PETA dan melebur ke dalam TKR seperti Ahmad Yani, Soeharto, Gatot Subroto, dan Slamet Riyadi.

Khusus untuk kelaskaran dan berbagai organisasi kemiliteran seperti Tentara Pelajar menjadi penyumbang terbesar keheterogenan di TKR.

Sejak awal terbentuknya TKR, ketiga komponen pengisi TKR ini kerap berbeda pandangan karena rantai komandonya lebih percaya kepada komandan yang berasal dari golongannya sendiri.

Amburadulnya organisasi berimbas kepada persaingan siapa yang lebih “pantas” menjadi Panglima TKR di November 1945.

Wakil Presiden Mohammad Hatta yang menunjuk Urip Sumoharjo sebagai Kepala Staf TKR merujuk kepada senioritas Urip yang berpangkat mayor di KNIL selain pengalamannya sebagai perwira yang mumpuni dalam membentuk organisasi militer.

Urip adalah satu-satunya pribumi di KNIL yang bisa menapak pangkat mayor.

Dalam bukunya “Untuk Negeriku”, Mohammad Hatta menunjuk Urip Sumoharjo sebagai Kepala Staf TKR mengingat Presiden Soekarno tengah melakukan kunjungan ke Cianjur. Sebagai dwitunggal, Hatta menilai langkahnya menunjuk Urip tidak ada yang salah.

Sementara menurut Jenderal AH Nasution dalam bukunya “TNI Jilid 1” menukilkan kalau pimpinan TKR di daerah-daerah eks PETA banyak yang tidak “sreg” dengan kepemimpinan Urip, bahkan mengabaikan instruksi dari pusat.

Ada gap antara tentara eks KNIL dan bekas PETA sehingga menimbulkan rivalitas yang tidak sehat.

Dalam kondisi kekosongan posisi panglima TKR atau menteri keamanan selepas penunjukan Supriyadi sebagai menteri keamanan rakyat yang tidak pernah “jelas” usai pemberontakan PETA di Blitar, maka perlu segera dipilih Panglima TKR.

Belum lagi tindakan ofensif tentara Sekutu yang membebaskan tawanan tentara Jepang kerap merugikan TKR.

Desakan para perwira TKR untuk mengangkat segera panglima ditindaklanjuti dengan rapat besar TKR di Yogyakarta, 12 November 1945.

Dalam pemungutan suara dari panglima divisi dan resimen yang hadir, nama Sudirman mengungguli Urip sebagai kandidat panglima tentara.

Urip yang kecewa dengan hasil voting memilih mundur karena merasa dirinya yang paling senior dalam hal pengalaman dan umur. Saat itu Urip berusia 51 tahun, sedangkan Sudirman berumur 33 tahun.

Latar belakang Urip yang bekas KNIL dicurigai para perwira TKR, sementara Sudirman lebih disuka karena bisa “ngemong” anak buahnya.

Latar belakang Sudirman yang guru sekolah Islam dan memahami ajaran Jawa begitu disuka para anak buahnya yang sebagian besar dari Jawa (Cnnindonesia.com, 17 Agustus 2021).

Ada apa dengan relasi Jenderal Andika dengan Jenderal Dudung?

Adalah politisi PDIP Effendi Simbolon yang meletupkan sinyalemen terjadinya disharmonisasi antara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dengan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Dudung Abdurahman saat rapat anggaran antara Komisi I DPR dengan Kementerian Pertahanan dan TNI di Jakarta, Senin, 5 September 2022 kemarin (Kompas.com, 06/09/2022).

Pernyataan Effendi Simbolon tersebut seperti menguatkan kenyataan di lapangan yang terjadi di antara ke dua jenderal di matra Angkatan Darat itu.

Setiap ada acara yang dihadiri Jenderal Andika, kerap Jenderal Dudung absen atau sebaliknya.

Dalam perhelatan latihan gabungan terbesar yang dihelat TNI dengan militer asing “Super Garuda Shield 2022” di lokasi latihan Pusat Tempur (Puslatpur) Baturaja, Sumatera Selatan, Jenderal Dudung tidak hadir.

Super Garuda Shield yang digelar dari tanggal 1-14 Agustus lalu adalah latihan bersama dan gabungan tahunan antara TNI dengan Komando Indo-Pasific AS.

Latihan militer yang diikuti 13 negara dengan pelibatan 2.000 personel tentara AS, 2.000 pasukan TNI dan personel dari negara peserta lain dirancang untuk meningkatkan kemampuan interoperabilitas gabungan melalui pelatihan dan pertukaran budaya.

Awalnya latihan gabungan yang menggetarkan militer China itu bermula dari latihan bersama antara TNI-AD dan US Army (Angkatan Darat AS). Hanya untuk tahun ini, skala latihan ditingkatkan sehingga menjadi kewenangan Panglima TNI.

Seperti halnya rapat anggaran di Komisi I DPR Senin kemarin, saat pembukaan dan penutupan latihan Super Garuda Shiel 2020 pimpinan tertinggi TNI-AD hanya “diwakilkan” kepada Wakil KASAD Letjen Agus Subiyanto.

Politisi Effendi Simbolon malah meminta kejelasan relasi yang tidak mesra antara Panglima TNI dengan KASAD, apakah karena masalah penerimaan calon siswa Akademi Militer 2022 yang tidak meluluskan putra Jenderal Dudung, Mohammad Akbar Abdurahman?

Sebaliknya Jenderal Andika menyebut putra bungsu Jenderal Dudung sudah diterima dan lolos menjadi siswa Akmil.

Dalam konteks komunikasi organisasi, relasi antara pimpinan memang kerap tidak berjalan secara harmonis.

Padahal, efektivitas suatu organisasi terletak pada efektivitas komunikasi karena bisa menghasilkan pemahaman yang sama dalam semua tingkatan di organisasi tersebut.

Dalam setiap organisasi – termasuk TNI - membutuhkan komunikasi internal yang baik. Komunikasi internal tersebut digunakan untuk membangun keharmonisan dalam lingkungan kerja.

Karena keharmonisan menjadi kata kunci untuk meningkatkan produktifitas kerja dan pemenuhan target kerja suatu organisasi.

Saya tidak bisa membayangkan jika terjadi masalah keamanan nasional demikian genting karena adanya ancaman dari luar sementara pucuk pimpinan TNI dan TNI-AD memiliki sumbatan dalam komunikasi.

Mau dibawa kemana organisasi sebesar TNI ini? Di manakah prioritas keamanan negara dan bangsa jika antara pucuk pimpinan saling ghosting.

Kasus mutilasi warga sipil di Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika, Papua yang dilakukan oknum TNI-AD yang terpikat dengan uang Rp 250 juta milik korban, membutuhkan penyelesaian segera dari KASAD dan Panglima TNI (Kompas.com, 05/09/2022).

Meminjam istilah anak milenial sekarang, kita tidak boleh larut dalam kondisi ghosting yang tidak tahu kapan akan berakhir.

Masing-masing pihak harus move on, melupakan persoalan masa lalu untuk menatap ke masa depan yang baik.

Persoalan bangsa dan negara harus diletakkan tinggi di atas kepentingan ego pribadi masing-masing.

Kelak sejarah akan mencatat, relasi antara Panglima TNI dengan KASAD di era pemerintahan pamungkas Jokowi berjalan harmonis atau tidak.

TNI tidak hanya manunggal dengan rakyat saja, tetapi para pimpinannya harus sama-sama bisa manunggal.

Masa jabatan bisa hilang atau berganti karena proses alamiah, tetapi jiwa persaudaraan apalagi berasal dari matra yang sama, hendaknya semangat korsa korps sebagai TNI-AD menjadi perekat keduanya.

Dulu keluarga besar saya yang berprofesi sebagai personel TNI-AD, TNI-AU dan TNI-AL begitu kerap saling merundung di antara para sanak saudara. Tetapi begitu ada yang tersinggung soal TNI, jiwa TNI-nya menjadi bersatu.

Keluarga besar kami begitu memprihatinkan dibanding tetangga kami yang berprofesi anggota Polri yang hidup makmur gema ripah loh jinawi, sementara keluarga kami yang pangkatnya sama dan setara – maksudnya sama-sama sersan – tapi taraf kehidupan kami begitu di bawah nadir keluarga pra sejahtera.

Meminjam pemaknaan komunikasi antarpribadi yang harmonis dari Dean Barnulus dalam Liliweri (1991) yang mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi, dihubungkan dengan pertemuan antara dua individu, tiga individu ataupun lebih yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur maka harus ada pihak lain yang menjadi mediator antara kedua jenderal tersebut.

Presiden Jokowi selaku Panglima Tertinggi TNI sudah saatnya memanggil Jenderal Andika Perkasa dan Jenderal Dudung Abdurahman untuk ngopi bersama.

Saya yakin sebagai putra-putra terbaik TNI-AD sejatinya keduanya adalah sahabat sekaligus saudara. Jangan sampai persoalan disharmonisasi antara ke duanya dimanfaatkan pihak “luar” yang tidak ingin TNI kompak dan bersatu.

Meminjam lirik nyanyian Farel Prayoga yang berhasil menggetarkan HUT Republik Indonesia di Istana Negara tanggal 17 Agustus kemarin, antara Jenderal Andika dan Jenderal Dudung ojo dibanding-bandingke.

Mereka adalah sedikit dari personel TNI yang bisa menggapai pangkat bintang empat di pundaknya.

Dudung adalah bapaknya TNI-AD dan Andika adalah bapaknya TNI secara keseluruhan. Mereka berasal dari keluarga besar TNI-AD, sama dengan mendiang ayah saya yang pensiunan sersan mayor TNI-AD.

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/06/16111121/ojo-dibanding-bandingke-jenderal-andika-dengan-jenderal-dudung

Terkini Lainnya

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke