JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menjadi salah satu pihak yang disorot dalam pusaran kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Penyebabnya adalah mereka menyatakan ada dugaan pelecehan seksual terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang diduga dilakukan oleh Brigadir J.
Di sisi lain, Putri juga merupakan salah satu dari 5 orang yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana itu.
Adapun Brigadir J tewas di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli 2022. Brigadir J tewas ditembak oleh Bharada E atau Richard Eliezer atas perintah Ferdy Sambo.
Polri telah menetapkan Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Putri Candrawathi, serta Bripka RR atau Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf sebagai tersangka pembunuhan berencana Brigadir J.
Atas perbuatan mereka, kelima tersangka itu dijerat pasal pembunuhan berencana yang termaktub dalam Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman seumur hidup dan hukuman mati.
Bahkan meski sudah 2 kali diperiksa sebagai tersangka, penyidik tim khusus (Timsus) Polri tidak menahan Putri.
"Penyidik masih mempertimbangkan (karena) pertama alasan kesehatan, yang kedua kemanusiaan, yang ketiga masih memiliki balita," ujar Kepala Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2022).
Agung menyampaikan, alasan kemanusiaan yang dimaksud yakni karena suami Putri, Ferdy Sambo juga sedang ditahan terkait kasus yang sama.
"Ya kondisi bapaknya (suaminya) kan juga sudah ditahan," ujar Agung.
Akan tetapi, polisi sudah meminta Imigrasi mencegah Putri bepergian ke luar negeri.
"Penyidik juga telah melakukan pencekalan terhadap ibu PC dan pengacara menyanggupi ibu PC akan selalu kooperatif dan ada wajib lapor," ujar Agung.
Perlakuan penyidik terhadap Putri dinilai berbeda dengan yang dialami sejumlah perempuan yang terjerat perkara hukum.
Beberapa di antara perempuan itu tetap ditahan meski mempunyai anak balita dan mengasuh buah hati mereka dari balik jeruji.
Malah ada juga tersangka atau terdakwa perempuan yang hamil dan sampai melahirkan di tahanan atau penjara saat menjalani proses hukum atau masa hukuman.
Perlakuan sama
Komnas Perempuan menyatakan bahwa upaya mereka membela hak-hak Putri Candrawathi saat berhadapan dengan hukum juga berlaku untuk semua perempuan di Indonesia.
Komnas Perempuan selalu merekomendasikan kepada penegak hukum untuk tidak melakukan penahanan apabila ada perempuan yang sedang dalam kondisi memiliki balita seperti Putri.
"Komnas Perempuan baik dimuat oleh media atau tidak, ketika ada perempuan yang sedang memiliki hak maternitas seperti sedang hamil, menyusui, memiliki balita, Komnas Perempuan selalu merekomendasikan untuk tidak dilakukan penahanan," kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Sabtu (3/9/2022).
Komnas Perempuan juga meminta agar aparat penegak hukum bisa menjadikan pelayanan mereka kepada Putri sebagai standar layanan untuk perempuan yang berhadapan dengan hukum.
Aminah mengatakan, polisi memenuhi tiga hak Putri Candrawathi yang semestinya harus diterapkan juga oleh semua perempuan lain.
Pertama adalah hak mendapat pendampingan psikolog, kedua hak mengakses bantuan hukum dan ketiga adalah tidak ditahan dengan alasan memiliki balita.
"Maka ketiga perlakuan ini harus lah dijadikan standar oleh kepolisian dalam menangani kasus-kasus perempuan lainnya," ucap Aminah.
Aminah juga mendesak kepolisian agar serius memikirkan prosedur standar kapan boleh dilakukan penahanan terhadap seorang perempuan.
"Jadi itu yang semestinya diatur oleh negara, karena rekomendasi komite perempuan PBB nomor 33 tentang akses keadilan bagi perempuan merekomendasikan penahanan sebelum persidangan adalah pilihan terakhir dalam waktu sesingkat-singkatnya. Itu yang semestinya (berlaku) untuk semua perempuan," imbuh dia.
Harus jadi standar
Di sisi lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut menyampaikan pendapat tentang polemik terkait perlakuan penyidik Polri yang seolah mengistimewakan Putri.
Menurut Komnas HAM, perlakuan polisi yang menghormati Putri sebagai perempuan yang berhadapan dengan hukum adalah standar yang harus dipertahankan untuk diterapkan ke kasus-kasus lainnya.
"Sekarang banyak opini seolah-olah bu PC diistimewakan, pada titik itu perlakuan dari kepolisian oleh bu PC harus jadi standar untuk memperlakukan perempuan lain (yang berhadapan dengan hukum) ke depannya," kata Komisioner bidang Penyuluhan Beka Ulung Hapsara saat konferensi pers, Kamis (1/9/2022).
Komnas HAM menerbitkan dua rekomendasi terkait praktik baik penegak hukum terhadap Putri Candrawathi.
Pertama, Komnas HAM meminta agar Polri memperkuat kelembagaan Unit Pengaduan Perempuan dan Anak (UPPA) agar ditetapkan menjadi direktorat tersendiri.
"Menguatkan kelembagaan UPPA menjadi direktorat agar dapat menjadi lebih independen dan profesional dalam penanganan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual," ujar Beka.
"(Meminta) mengadopsi praktik baik dalam penanganan pelaporan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap saudari PC pada kasus lain perempuan berhadapan dengan hukum," imbuh dia.
(Penulis : Singgih Wiryono | Editor : Dani Prabowo, Irfan Maullana)
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/05/17180681/sikap-komnas-perempuan-terkait-putri-candrawathi-yang-jadi-sorotan