Salin Artikel

Ambivalensi Ferdy Sambo: Minta Maaf soal Kasus Brigadir J tapi Tak Mengaku Salah

JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap Irjen Ferdy Sambo dalam kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dipertanyakan.

Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Dia diduga menjadi otak pembunuhan berencana anak buahnya sendiri.

Sambo memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E untuk menembak Yosua di rumah dinasnya di Kompleks Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Setelahnya, dia menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumah agar seolah terjadi insiden baku tembak.

Awal ditetapkan sebagai tersangka, Sambo langsung menyampaikan permohonan maaf. Jenderal bintang dua itu mengaku telah merekayasa kasus kematian Yosua.

"Izinkan saya sebagai manusia yang tidak lepas dari kekhilafan secara tulus meminta maaf dan memohon maaf sebesar-besarnya," kata kuasa hukum Sambo, Arman Hanis, membacakan pesan dari kliennya dalam keterangan pers yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (11/8/2022).

"Khususnya kepada rekan sejawat Polri beserta keluarga serta masyarakat luas yang terdampak akibat perbuatan saya yang memberikan infomasi yang tidak benar serta memicu polemik dalam pusaran kasus Duren Tiga yang menimpa saya dan keluarga," tuturnya.

Kala itu, Sambo mengaku dirinya bakal patuh pada proses hukum yang berjalan.

Pengusutan kasus ini pun terus berjalan. Sambo kembali meminta maaf atas perbuatannya.

Permintaan maaf kali ini Sambo tuliskan dalam secarik kertas tertanggal 22 Agustus 2022 yang dibubuhi tanda tangannya serta materai Rp 10.000.

Dalam suratnya, dia mengaku menyesal telah merencanakan sekaligus menyusun rekayasa kasus kematian Yosua.

"Dengan niat yang murni, saya ingin menyampaikan rasa penyesalan dan permohonan maaf yang mendalam atas dampak yang muncul secara langsung pada jabatan yang senior dan rekan-rekan jalankan dalam institusi Polri atas perbuatan saya yang telah saya lakukan," tulis Sambo.

Sambo menyadari bahwa atas perbuatannya, banyak rekan dan seniornya di kepolisian yang ikut menanggung akibatnya.

Puluhan polisi, bahkan yang berpangkat jenderal, dicopot dari jabatannya dan dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri.

Sambo juga bilang, dirinya siap menjalankan seluruh konsekuensi sesuai hukum yang berlaku.

"Saya mohon permintaan maaf saya dapat diterima dan saya menyatakan siap untuk menjalankan setiap konsekuensi sesuai hukum yang berlaku," tulis Sambo.

"Saya juga siap menerima tanggung jawab dan menanggung seluruh akibat hukum yang dilimpahkan kepada senior rekan-rekan yang terdampak," lanjutnya.

Sambo pun berharap proses hukum kasus ini dapat memberikan keadilan bagi semua pihak.

Tak terima dipecat

Proses hukum kasus ini pun berlanjut. Pada Kamis (25/8/2022) pagi hingga Jumat (26/8/2022) dini hari, digelar sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) untuk Sambo.

Setidaknya, 15 orang diperiksa dalam sidang ini, termasuk 3 tersangka selain Sambo yakni Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.

Sidang 17 jam itu memutuskan pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Sambo.

"Pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," kata Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Komjen Ahmad Dofiri saat membacakan putusan sidang yang digelar di Mabes Polri, Jakarta.

Tak hanya dipecat, Sambo juga dijatuhi sanksi etik dengan dinyatakan melakukan perbuatan tercela dan sanksi administratif berupa penempatan khusus selama 40 hari.

Atas keputusan majelis sidang ini, Sambo langsung mengajukan banding.

"Mohon izin, sesuai dengan Pasal 29 PP 7 Tahun 2022, izinkan kami mengajukan banding, apa pun keputusan banding kami siap untuk laksanakan," katanya.

Sebelum dipecat, Sambo sempat mengajukan permohonan pengunduran diri dari kepolisian. Namun, permintaan itu ditolak Kapolri.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan apakah banding yang diajukan Sambo bakal diterima atau tidak.

"Ya kita lihat saja (bandingnya diterima atau tidak)," kata Sigit saat ditemui di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (28/8/2022).

Namun begitu, kata Sigit, Sambo memiliki hak untuk mengajukan banding.

"Nanti akan ada putusan lagi terkait dengan masalah permohonan yang bersangkutan," kata dia.

Tak mengaku salah

Melihat ini, peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian Bambang Rukminto menilai, sikap Sambo menjadi ambivalen.

Di satu sisi, Sambo meminta maaf dan mengaku menyesali perbuatannya. Namun, dia mengajukan banding atas pemecatannya dari kepolisian.

Kendati mengajukan banding pemecatan merupakan hak setiap personel Polri, menurut Bambang, ini menunjukkan bahwa Sambo tak mengakui kesalahannya.

"Selain karena menggunakan hak bandingnya secara aturan, mengapa Sambo melakukan banding?" kata Bambang kepada Kompas.com, Senin (29/8/2022).

"Bagi publik tentu dilihat sebagai bentuk tak mengakui kesalahan," tuturnya.

Menurut Bambamg, naluri tak mengakui kesalahan bukan muncul tiba-tiba. Baginya, ini terbentuk karena penyimpangan korsa.

Jabatan yang tinggi dan luasnya kewenangan Sambo di institusi Polri sangat mungkin memunculkan arogansi.

Bambang berpendapat, ini tak hanya terjadi pada Sambo semata, tetapi jamak ditemui di Korps Bhayangkara.

"Makanya sampai sekarang tidak pernah ada permintaan maaf dari polisi kepada publik," ujarnya.

Lebih lanjut, Bambang berharap Kapolri mempercepat pembentuk komisi banding agar sidang KKEP banding lekas digelar. Dengan demikian, keputusan pemecatan Sambo dapat segera inkrah.

Menurut dia, sudah seharusnya polisi menolak permohonan banding Sambo. Tak ada alasan bagi Polri mengabulkan permintaan tersangka kasus pembunuhan berencana itu.

"Sebenarnya sudah tak perlu lagi ada pertimbangan lagi. Prestasi dan jasa Sambo kalaupun ada tentunya terhapuskan dengan tindakan fatal yang ditersangkakan Pasal 340 KHUP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) subsider 338 jo 55 jo 56," kata Bambang.

https://nasional.kompas.com/read/2022/08/30/05300081/ambivalensi-ferdy-sambo--minta-maaf-soal-kasus-brigadir-j-tapi-tak-mengaku

Terkini Lainnya

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke