Salin Artikel

Pemekaran Papua dan Pengabaian Aspirasi Masyarakat Adat

Sebelum pengesahan, Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung menjelaskan, pemekaran merupakan bagian dari amanat UU tentang Otonomi Khusus Papua. Pemekaran itu untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua (Republika.co.id, 01/7/2022).

Padahal tak lama sebelumnya, Majelis Rakyat Papua (MRP) mendesak pimpinan DPR RI tak terburu-buru membahas tiga RUU Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua setelah terbitnya Surat Presiden (Surpres). Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan, pembahasan beleid DOB Papua yang tergesa-gesa memiliki dampak sosial di akar rumput dan membuat kepercayaan rakyat pada pemerintah semakin memburuk (Tirto.id, 18/6/2022).

Mengabaikan aspirasi masyarakat adat

UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 35 tahun 2008 dan UU Nomor 2 tahun 2021 mengatur bahwa Provinsi Papua dan Papua Barat adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.

Salah satu yang membedakan dengan provinsi lain adalah, di Papua maupun di Papua Barat terdapat Majelis Rakyat Papua, yang selanjutnya disebut MRP. MRP adalah representasi kultural orang asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana diatur dalam Undang-undang Otonomi Khusus Papua.

Dapat dikatakan, MRP adalah representasi masyarakat adat Papua dan orang asli Papua. Masyarakat adat dipahami sebagai warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.

Sedangkan orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua.

Pasal 19 UU Otsus mengatur bahwa MRP beranggotakan orang-orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya masing-masing sepertiga dari total anggota MRP.

Tugas dan wewenang MRP sebagaimana diatur dalam Pasal 20 antara lain memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon gubernur dan wakil gubernur, persetujuan terhadap rancangan perdasus, memberikan saran, pertimbangan, dan persetujuan terhadap rencana perjanjian kerja sama, baik yang dibuat oleh pemerintah maupun Pemerintah Daerah Provinsi Papua dengan pihak ketiga, khusus yang menyangkut perlindungan hak orang asli Papua.

Kewenangan lain adalah memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, pengaduan masyarakat adat, umat beragama, kaum perempuan, dan masyarakat pada umumnya yang menyangkut hak-hak orang asli Papua, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya dan memberikan pertimbangan kepada DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua), gubernur, DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupten/Kota), dan bupati/wali kota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua.

Dalam hal pemekaran daerah Pasal 76 ayat (1) mengatur bahwa pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, kemampuan ekonomi, dan perkembangan pada masa yang akan datang.

Sampai di sini tampak jelas posisi masyarakat adat Papua dan orang asli Papua yang direpresentasikan oleh MRP berkaitan dengan berbagai kebijakan strategis yang akan berpengaruh kepada perlindungan masyarakat adat dan orang asli Papua. Sudah barang tentu termasuk dalam hal kebijakan pemekaran provinsi.

Sebagaimana disampaikan Ketua MRP di atas, bahwa pembahasan beleid DOB Papua yang tergesa-gesa memiliki dampak sosial di akar rumput dan membuat kepercayaan rakyat pada pemerintah semakin memburuk.

Kalaulah pemerintah memahami dan konsisten memposisikan MRP sebagai representasi masyarakat adat dan orang asli Papua, maka seharusnya sikap kelembagaan MRP yang belum menyetujui dilakukannya pemekaran Provinsi Papua harusnya diperhatikan dengan seksama oleh pemerintah dan DPR sebelum mengesahkan pemekaran tersebut.

Artinya secara sosiologis realitasnya di tingkat masyarakat adat dan orang asli Papua masih ada penolakan. Dalam pengesahan sebuah RUU menjadi UU seharusnya latar belakang sosiologis ini harus menjadi perhatian yang serius.

Sebab bila diabaikan berkemungkinan maksud dan tujuan untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua sebagaimana dimaksud pemerintah dan DPR justru akan kontraproduktif pada tingkat implementasinya.

Lebih jauh menurut Ketua MRP Timotius Murib, terdapat penolakan dari akar rumput terhadap UU Otsus Papua maupun kebijakan pemekaran. Sebab, rencana pembentukan daerah otonomi baru (DOB) itu tidak disertai dengan kajian ilmiah dan tak melibatkan aspirasi orang asli Papua secara menyeluruh.

Pendapat senada disampaikan peneliti Pusat Riset Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Cahyo Pamungkas. Dia menilai, alasan politik lebih menonjol dalam rencana pembentukan tiga daerah otonomi baru DOB di Papua.

Menurut dia, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bisa dilakukan tanpa melalui pemekaran. Salah satunya, pemerintah pusat dapat memberikan kewenangan khusus kepada gubernur, bupati, atau kepala distrik untuk melakukan reformasi pelayanan publik (Republika.co.id, 01/7/2022).

Melanggar UU?

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa menurut Pasal 76 ayat (1) UU Otsus pemekaran daerah harus melalui persetujuan DPRP dan MRP.

Namun memang menurut ayat selanjutnya pemerintah dan DPR dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua dengan memerhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, dan/atau aspirasi masyarakat Papua.

Pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud tanpa dilakukan melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah (ayat 2 dan 3). Dalam penjelasan pasal 76 ayat (3) UU Otsus itu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "tanpa dilakukan melalui tahapan daerah persiapan" termasuk tanpa harus memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan administratif.

Sepertinya pemerintah kembali mengulangi berbagai preseden buruk dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, sebagaimana terjadi sebelumnya. Cenderung bergerak cepat mengambil jalan pintas dalam pengesahan UU dan kurang memerhatikan aspirasi berbagai pihak yang akan akan mengalami dampak langsung atas pemberlakuan UU tersebut.

Pengesahan UU Pemekaran Provinsi Papua menjadi bertambah tiga provinsi baru yaitu Papua Tengah, Papua Selatan dan Papua Pegunungan terlihat mengabaikan aspirasi masyarakat adat dan orang asli Papua yang diwakili oleh MRP.

Memang, kalau mengacu kepada Pasal 76 ayat (2) dan (3) UU Otsus itu, pengesahan tidak melanggar UU. Namun kalau dilihat dalam kerangka umum pengesahan peraturan perundang-undangan, jelas terlihat pengabaian aspirasi masyarakat adat dan orang asli Papua, khususnya yang direpresentasikan MRP.

Ada indikasi pengesahan UU Pemekaran ini cacat prosedural dan melanggar syarat formal dalam pengesahan UU yang mewajibkan untuk melihat dan menampung aspirasi semua pihak yang akan terdampak dari peraturan yang akan disahkan. Maka dari sisi formal pengesahan UU Pemekaran Provinsi Papua itu berpotensi diajukan gugatan uji formal ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Apalagi saat ini MRP sedang melakukan uji materi terhadap Pasal 76 ayat (2) dan (3) UU Otsus yang dinilai bertentangan dengan UUD dan sekaligus menafikan kekhususan Papua sebagai daerah dengan otonomi khusus.

Bagi MRP jelas pengesahan ini tak menghargai proses uji materi UU Otonomi Khusus Papua yang tinggal menunggu putusan MK. Gugatan itu sebagai bentuk protes MRP terhadap rencana pemekaran wilayah di Bumi Cendrawasih.

Kita menyayangkan langkah pemerintah dan DPR yang cenderung mengabaikan aspirasi masyarakat adat dan orang asli Papua dalam kebijakan pemekaran provinsi Papua ini. Namun sepertinya belum terlambat bagi pemerintah untuk kembali mengkomunikasikan, mengajak duduk bersama kembali MRP dan pihak-pihak terkait lainnya untuk setidaknya menyamakan kembali persepsi tentang urgensi pemekaran provinsi Papua.

Kurang bijak kalau pemerintah dan DPR hanya mengedepankan Pasal 76 ayat (2) dan (3) UU Otsus tersebut. Faktanya kebijakan strategis pemekaran Papua itu menghadapi penolakan dari elemen masyarakat Papua sendiri.

Tak ada salahnya untuk mengakui dan menyampaikan permintaan maaf atas kesan pengabaian yang telah dilakukan.

Memang dibutuhkan kecepatan dalam mengambil kebijakan pada proses pembangunan daerah. Namun tentunya mendengarkan dan menampung aspirasi masyarakat yang akan terdampak kebijakan tersebut pastinya akan memperkuat dukungan dan kekuatan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.

https://nasional.kompas.com/read/2022/08/26/13000071/pemekaran-papua-dan-pengabaian-aspirasi-masyarakat-adat

Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke