Salin Artikel

KSP Bantah Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa Lalu Tak Punya Landasan Hukum

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani membantah anggapan bahwa Keputusan presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Masa Lalu yang baru diteken Presiden Joko Widodo, tidak memiliki landasan hukum yang jelas.

Dia menegaskan, kebijakan penyelesaian non-yudisial dimungkinkan dikeluarkan oleh presiden sebagai sebuah executive measure.

"Hal itu juga berdasarkan sifat kemendesakan pemenuhan hak korban dan keluarga korban," ujar Jaleswari dilansir dari siaran pers KSP, Senin (22/8/2022).

"Berbagai studi juga menjelaskan bahwa beberapa Komisi Kebenaran (Truth Commission) yang pernah ada di dunia dibentuk dengan melalui executive measure, di antaranya melalui keputusan presiden," jelas Jaleswari.

Dia mengungkapkan, sampai saat ini terdapat 13 peristiwa pelanggaran HAM berat yang belum yang belum terselesaikan.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 9 peristiwa di antaranya merupakan pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi sebelum diundangkannya UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“Dari berbagai peristiwa yang bentangan waktu dan tempatnya sedemikian panjang dan luas, serta konstruksi dan tipologinya yang bermacam-macam, dipastikan tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu pendekatan," tutur Jaleswari.

"Mekanisme non-yudisial memberi kesempatan yang besar kepada korban didengar, diberdayakan, dimuliakan dan dipulihkan martabatnya,” lanjutnya.

Menurutnya, jika mekanisme yudisial berorientasi pada keadilan retributif, maka mekanisme non-yudisial berorientasi pada pemulihan korban (victim centered).

"Mekanisme non-yudisial berorientasi kepada pemulihan korban. Di samping itu, jalur penyelesaian yudisial dan non-yudisial bersifat saling melengkapi (komplementer), bukan saling menggantikan (substitutif) untuk memastikan penyelesaian kasus secara menyeluruh," tambah Jaleswari.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengaku telah menandatangani Keppres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Ini Jokowi sampaikan dalam pidatonya di sidang tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022).

"Keppres (Keputusan Presiden) Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu telah saya tanda tangani," ujar Jokowi.

Jokowi mengaku, pemerintah serius dalam memperhatikan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Oleh karenanya, sejumlah peraturan perundang-undangan dirancang untuk menyelesaikan kasus-kasus itu, di antaranya Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

"Tindak lanjut atas temuan Komnas HAM masih terus berjalan," ujarnya.

Jokowi mengatakan, perlindungan hukum, sosial, politik, dan ekonomi untuk rakyat harus terus diperkuat.

Pemenuhan hak sipil dan praktik demokrasi, hak politik perempuan dan kelompok marjinal, harus terus dijamin pemerintah.

Dia menegaskan, hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, tanpa pandang bulu.

"Keamanan, ketertiban sosial, dan stabilitas politik adalah kunci. Rasa aman dan rasa keadilan harus dijamin oleh negara, khususnya oleh aparat penegak hukum dan lembaga peradilan," kata kepala negara.

https://nasional.kompas.com/read/2022/08/22/14221021/ksp-bantah-keppres-pembentukan-tim-penyelesaian-pelanggaran-ham-masa-lalu

Terkini Lainnya

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Nasional
Terseret Kasus Gubernur Maluku Utara, Pengusaha Muhaimin Syarif Punya Usaha Tambang

Terseret Kasus Gubernur Maluku Utara, Pengusaha Muhaimin Syarif Punya Usaha Tambang

Nasional
Bertemu Khofifah, Golkar Bahas Pilkada Jatim, Termasuk soal Emil Dardak

Bertemu Khofifah, Golkar Bahas Pilkada Jatim, Termasuk soal Emil Dardak

Nasional
Ketua Panja Sebut RUU Kementerian Negara Mudahkan Presiden Susun Kabinet

Ketua Panja Sebut RUU Kementerian Negara Mudahkan Presiden Susun Kabinet

Nasional
Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta 'Reimburse' Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta "Reimburse" Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Nasional
KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke