JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Irjen Pol Ferdy Sambo menjadi sorotan saat kasus polisi tembak polisi di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7/2022) mencuat ke publik.
Kasus penembakan di Duren Tiga itu menyeret Sambo menjadi tersangka. Hal ini tak lepas dari pengakuan Bharada E, Richard Eliezer yang mengaku pembunuhan Brigadir J adalah perintah dari Sambo.
Adapun Bharada E yang berperan menembak Brigadir J atas suruhan Sambo. Semula menurut keterangan kepolisian yang disampaikan pada Senin (11/7/2022), keduanya terlibat baku tembak hingga Brigadir J tewas.
Namun berdasarkan keterangan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Jakarta, pada Selasa (9/8/2022), tidak ada peristiwa tembak-menembak antara Brigadir J dan Bharada E. Yang ada hanyalah penembakan terhadap Brigadir J.
Artinya, keterangan dalam konferensi pers pertama kali adalah murni rekayasa semata dari beberapa pihak.
Tangisan Ferdy Sambo
Berdasarkan keterangan Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto, Sambo sempat menangis di hadapan anggota Kompolnas Poengky Indarti. Tangisan ini pecah selang beberapa hari setelah pembunuhan Brigadir J.
Mulanya, Poengky dihubungi Sambo yang meminta waktu untuk bertemu. Namun, saat ditemui, Sambo justru menangis di hadapan Poengky.
"Beliau (Poengky) datang kemudian ketemu, yang bersangkutan (Sambo) nangis-nangis curhat seperti ceritanya itu," kata Benny di acara Rosi Kompas TV, Kamis (11/8/2022).
Tak hanya di depan anggota Kompolnas, Sambo juga pernah menangis di pelukan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran.
Momen itu terjadi tak lama setelah mencuat informasi soal baku tembak dua polisi di rumah dinas mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri itu.
Saat itu, polisi membeberkan bahwa insiden baku tembak tersebut terjadi karena Brigadir J melecehkan Istri Ferdy Sambo.
Dalam video pertemuan yang beredar, tampak Fadil menghampiri Sambo dan langsung memeluknya. Terlihat raut wajah Sambo yang sedih kala memeluk sekaligus mendaratkan kepalanya di bahu Fadil.
Sesekali Fadil menepuk-nepuk bahu Sambo seolah memberikan dukungan dan menunjukkan rasa simpati. Fadil juga mencium kening Sambo yang tampak tak bisa menyembunyikan kesedihannya.
"Saya memberikan support pada adik saya, Sambo, agar tegar menghadapi cobaan ini," kata Fadil, Kamis (14/7/2022).
Namun, kejanggalan demi kejanggalan mulai terungkap. Penyidikan kematian Brigadir J mengarah ke sejumlah anggota Polri, termasuk Sambo.
Kasus semakin terang ketika Sambo akhirnya mengakui jadi otak di balik pembunuhan Yosua. Hal itu diakui Sambo ketika diperiksa Komnas HAM pada Jumat (12/8/2022).
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pemeriksaan itu dilakukan di Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
"Pertama adalah pengakuan saudara FS bahwa dia adalah aktor pertama dari peristiwa ini," ujar Taufan dalam konferensi pers di Mako Brimob, Jumat.
Pengakuan ini lantas memutarbalikkan pernyataan Sambo saat kasus pertama kali mencuat. Semula, Sambo meminta masyarakat tidak berspekulasi macam-macam atas peristiwa tembak-menembak di Duren Tiga.
"Saya harapkan kepada seluruh pihak-pihak dan masyarakat untuk bersabar, tidak memberikan asumsi, persepsi yang menyebabkan simpang siurnya peristiwa di rumah dinas saya," ujar Sambo, kala itu.
Merekayasa kematian
Tak hanya menjadi dalang, Sambo juga merekayasa kronologi kematian.
Sambo kata Taufan, membuat skenario seolah-olah terjadi tembak-menembak antara Brigadir J dengan Bharada E sehingga menewaskan Brigadir J.
"Tapi kemudian dia mengaku itu hasil rancangan," ujar Taufan.
Rekayasa ini juga sempat disampaikan Polri pada Selasa (9/8/2022). Berdasarkan keterangan Kapolri Sigit, Bharada E menembak Brigadir J.
Kemudian agar terkesan terjadi peristiwa tembak-menembak, Sambo mengambil senjata milik Brigadir J dan menembakkannya ke dinding.
Minta maaf
Atas peristiwa ini, Sambo akhirnya meminta maaf. Permintaan maaf dinyatakannya karena telah merekayasa kematian Brigadir J.
Permintaan maaf pun disampaikannya kepada Komnas HAM, seluruh masyarakat, ataupun pihak lain yang terlibat dari rekayasa-rekayasa yang dibuatnya.
"Dia meminta maaf kepada Komnas HAM, kepada semua pihak, masyarakat Indonesia atas tindakannya yang seperti kami sampaikan (melakukan) langkah-langkah rekayasa," sebut Taufan.
Pengakuan Ferdy Sambo ini kata Taufan, akan menjadi catatan penting Komnas HAM untuk kemudian menyelidiki apakah ada pelanggaran HAM dalam kasus pembunuhan Brigadir J, baik dari sisi kematian Brigadir J maupun proses pengungkapan kasus itu.
"Kita berharap nanti proses penyidikan bisa menghasilkan satu keputusan peradilan yang seadil-adilnya, sebgaimana kami sampaikan sejak awal dan merupakan fokus Komnas HAM dalam hal ini satu proses hukum yang fair termasuk pihak korban bisa mendapatkan keadilan," kata Taufan.
Kemudian, Komisioner Komnas HAM bidang Penyelidikan dan Pengawasan M Choirul Anam mengatakan, Sambo mengaku sengaja merusak tempat kejadian perkara (TKP).
Perusakan tersebut, kata Anam, diniatkan Ferdy Sambo agar peristiwa pembunuhan Brigadir J bisa direkayasa sesuai dengan skenario yang dibuat.
"Memang dia (Ferdy Sambo) yang mengakui memang dia lah yang menyusun cerita, dia lah yang mencoba untuk membuat TKP sedemikian rupa sehingga semua orang juga susah untuk membuat terang peristiwa karena ada kerusakan di TKP," tutur Anam.
Bertanggung jawab di pengadilan
Sebelumnya, Sambo juga mengakui perbuatan fatalnya melalui surat yang dibacakan kuasa hukumnya, Arman Hanis.
Dalam surat tersebut, Sambo menyatakan akan bertanggungjawab atas seluruh tindakan yang telah dilakukan terkait tewasnya Brigadir J.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu juga mengakui telah memberikan informasi tak benar atas peristiwa terwasnya Brigadir J kepada polisi yang menangani kasus.
"Saya akan patuh pada setiap proses hukum saat ini yang sedang berjalan, dan nantinya di pengadilan akan saya pertanggungjawabkan," ucap Arman Hanis yang membacakan pesan itu dikutip dari Kompas TV, Kamis (11/8/2022).
Di surat yang sama, Ferdy Sambo menyatakan ada alasan khusus memerintah pembunuhan terhadap Brigadir J. Menurutnya, perintah itu muncul untuk menjaga marwah keluarga.
Meski demikian, Sambo tidak menjelaskan secara terperinci dalam surat perihal marwah keluarga yang dimaksud.
"Saya adalah kepala keluarga, dan murni niat saya untuk menjaga dan melindungi marwah dan kehormatan keluarga yang sangat saya cintai," ucap Sambo.
Terancam hukuman mati
Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri, Sambo terancam hukuman mati karena dijerat pasal pembunuhan berencana.Ia dijerat pasal 340 subsider pasal 338 Pasal 340 subsider 338 jo 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Agus Andrianto mengungkapkan, bersama Sambo, ada tiga tersangka lain yang juga memiliki peran masing-masing dalam peristiwa kematian Brigadir J.
Bharada Richard Eliezer atau Bharada E memiliki peran menembak Brigadir J. Sementara itu, Bripka RR dan KM turut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J.
Sedangkan Irjen Pol Ferdy Sambo adalah pihak yang memerintah Bharada E untuk menembak Brigadir J.
"Penyidik menerapkan pasal 340 subsider pasal 338, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau seumur hidup atau penjara selama-lamanya maksimal 20 tahun," ucap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Agus Andrianto dalam konferensi pers, Selasa, (9/8/2022).
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/13/11252111/polah-ferdy-sambo-terkait-penembakan-brigadir-j-dulu-menangis-kini-akui-jadi