Salin Artikel

Menanti Siapa yang Berani Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah lebih dari sepekan berlalu, tetapi upaya aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan gratifikasi mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar tak kunjung terlihat.

Lili seharusnya menjalani sidang dugaan pelanggaran etik oleh Dewan Pengawas KPK pada 11 Juli 2022 lalu.

Akan tetapi, sidang itu tidak dilanjutkan karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meneken surat pemberhentian Lili yang mengajukan pengunduran diri. Maka dari itu Dewan Pengawas (Dewas) KPK memutuskan menghentikan sidang etik terhadap Lili.

Lili diduga melanggar etik dengan dugaan menerima gratifikasi.

Mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu diduga mendapatkan fasilitas mewah untuk menyaksikan ajang balap MotoGP pada 18 hingga 20 Maret 2022 lalu di Grandstand Premium Zona A-Red Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat.

Selain itu, Lili juga diduga mendapatkan fasilitas menginap di Amber Lombok Resort pada 16-22 Maret 2022.

Lili dan keluarganya disebut menerima tiket dan akomodasi hotel dengan total nilai sekitar Rp 90 juta dari Pertamina.

Bahkan menurut anggota Dewan Pengawas KPK Harjono, Lili diduga mengajak 11 orang untuk menyaksikan ajang balap motor paling bergengsi di dunia itu.

“Proses Bu Lili oleh Dewas sudah selesai, kalau enggak salah 11 orang yang diajak (menonton MotoGP),” kata Harjono dalam keterangan kepada wartawan, Senin (18/7/2022).

Harjono mengatakan, terdapat tiga pasal yang dituduhkan kepada Lili. Namun, kebenaran dari tuduhan tersebut tidak terungkap karena sidang etik yang sedianya bakal digelar Dewas KPK gugur lantaran Lili mengundurkan diri.

Sementara itu, hingga saat ini KPK belum mengetahui langkah yang akan diambil guna menindaklanjuti dugaan keterlibatan Lili dan ajudannya dalam gratifikasi ini.

Lili disebut-sebut aktif meminta akomodasi tiket ke Pertamina melalui ajudannya.

“Itu semua harusnya terungkap dalam persidangan benar tidaknya,” ujar Harjono.

Bisa dilanjutkan

Meski dugaan pelanggaran etik Lili tidak terbukti, tetapi dugaan penerimaan gratifikasi itu dinilai bisa diselidiki lebih lanjut.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari menilai dugaan gratifikasi Lili itu seharusnya bisa diselidiki, walau sidang dugaan pelanggaran etik dihentikan.

"Saya merasa memang gratifikasi tidak boleh dihentikan karena perkara etiknya dianggap dihentikan Dewas karena itu ranah berbeda," ujar Feri saat dihubungi Kompas.com, Rabu (20/7/2022).

"Satu masalah etik sedangkan yang lain pidana korupsi. Penghentian proses etik tidak boleh menghentikan proses pidananya untuk diselidiki," lanjut Feri yang juga dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Feri menilai lebih baik dugaan gratifikasi Lili dilaporka ke aparat penegak hukum selain KPK.

Alasannya adalah jika dugaan gratifikasi itu akhirnya diusut bisa menjaga objektifitas.

"Bisa dilaporkan ke Kepolisian dan Kejaksaan. Jika tidak diindahkan bisa di PTUN-kan," kata Feri.

Secara terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, Dewas KPK seolah bersikap pasif dan mengabaikan petunjuk terkait dugaan perbuatan mantan pimpinan KPK yang mengarah kepada tindak pidana korupsi.

"Mestinya, sesaat setelah dikeluarkannya penetapan, Dewan Pengawas langsung mendatangi Bareskrim Polri atau Kejaksaan Agung guna melaporkan perbuatan saudari Lili itu," kata Kurnia saat dihubungi Kompas.com.

Menurut Kurnia, seharusnya Dewas KPK bisa menyerahkan bukti-bukti yang mereka kumpulkan dari memanggil sejumlah saksi sebelum persidangan digelar, dan tidak membiarkan hal itu mengendap.

"Jika kondisinya begini, Dewan Pengawas tidak berkenan melaporkan perbuatan saudari Lili, maka jangan salahkan masyarakat jika menilai lima orang pengawas KPK itu turut menjadi bagian membangun barisan guna melindungi saudari Lili," ucap Kurnia.

(Penulis : Syakirun Ni'am | Editor : Icha Rastika)

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/21/05310081/menanti-siapa-yang-berani-usut-dugaan-gratifikasi-lili-pintauli

Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke