Salin Artikel

"Reshuffle" Kabinet, Buat Siapa?

Perkiraan ini merujuk kepada pengalaman sebelumnya. Kalau tidak Rabu Pahing, ada kalanya Rabu Pon.

Atas dasar itulah muncul rumor, kalau toh Presiden akan melakukan reshuffle (pergantian anggota kabinet), bisa jadi diumumkan Rabu Pahing.

Maka, hari-hari ini media ramai memprediksikan siapa yang bakal kena reshuffle dan siapa yang akan masuk ke kabinet.

Media pun mengkaitkan dengan sejumlah menteri dan pejabat tinggi yang dipanggil Presiden Jokowi sepanjang Selasa (14/6/2022).

Ada atau tidak ada reshuffle, tetap saja muncul pertanyaan, reshuffle itu buat siapa? Untuk rakyat? Atau untuk parpol?

Sebab, isu reshuffle kali ini dikaitkan dengan ujung masa jabatan Jokowi. Kata pengamat politik, dua tahun lagi Jokowi meninggalkan Istana dan sekarang merupakan saat yang tepat untuk balas budi kepada orang-orang dekatnya yang loyal mendukungnya, tetapi belum kebagian kursi empuk.

Kalau itu alasan reshuffle, maka terjawab sudah, buat apa ada reshuffle? Buat mengakomodasi politik balas budi.

Artinya, kepentingan rakyat diabaikan. Dalam pandangan filsafat moral, reshuffle macam ini cuma mengedepankan "kerja".

Apa makna "kerja" dari kacamata filsafat moral? Kerja, dalam pengertian biasa, adalah kegiatan melakukan sesuatu; atau sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:554).

Jadi jika memperhatikan pengertian itu, menteri yang sekadar bekerja bermaksud melakukan sesuatu untuk mencari nafkah.

Pengertian itu tidak mengandung kepentingan orang banyak karena nafkah itu lebih untuk kepentingan diri sendiri atau keluarga.

Jika dikaji lebih dalam lagi, yakni dengan memakai bingkai etika, akan lebih kelihatan bahwa kata kerja cenderung mengutamakan urusan perut.

Filsuf Hannah Arendt sangat jelas memaparkan pengertian kerja tersebut. Kerja, menurut Arendt, merupakan tuntutan agar manusia bisa hidup.

Dalam hidupnya, manusia memunyai kebutuhan dasariah dan lewat kerja segala kebutuhan dasariah ini dipenuhi. Maka, "saya bekerja", karena "saya ingin memenuhi kebutuhan hidup".

Ada kesan, kerja sekadar memenuhi urusan perut. Manakala urusan perut sudah dipenuhi, selesailah urusan kerja itu.

Bilamana sekadar memperhatikan pengertian-pengertian itu, tentu saja menteri balas budi atau menteri kerja mengkhawatirkan.

Jangan-jangan mereka yang ada di dalamnya sekadar melakukan sesuatu untuk mencari nafkah.

Arendt mengingatkan kalau memimpin dianggap sebagai pekerjaan maka yang terjadi adalah terabaikan urusan orang banyak.

Kata Arendt, jabatan bakal dijadikan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri.

Sebaliknya abai terhadap upaya mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam kepemimpinannya: kebebasan, kesetaraan, keadilan dan solidaritas.

Harapan banyak orang, reshuffle bukan sebatas balas budi saja. Harapan ideal itu ditegaskan oleh Arendt sejatinya menteri lebih kepada kemauan untuk berkarya. Lho, apa bedanya dengan bekerja?

Arendt menjelaskan karya lebih menempatkan kegunaannya. Manusia yang berkarya adalah yang menciptakan sesuatu yang berguna bagi dunia, atau bermanfaat bagi manusia kebanyakan.

Oleh karena inilah ia tidak bisa sendirian, ia mesti memedulikan orang lain. Kehadiran orang lain itu berfungsi sebagai tempat pengakuan atas karyanya. Karya itu tak tampak tanpa pengakuan dimaksud.

Pejabat yang terus-menerus berkarya akan senantiasa memedulikan orang lain. Ia menciptakan instrumen kerja demi kesejahteraan bersama.

Ia membuat konsep demi orang banyak dan ia akan berbahagia manakala konsep itu telah membawa rakyat kepada gerbang kesejahteraan. Pejabat yang berkarya itu berpijak pada utilitarisme.

Dalam kajian etika dikenal satu istilah utilitarisme. Akarnya adalah utilis, bahasa latin, yang kurang lebih berarti bermanfaat.

Jadi teori utilitarisme itu memandang suatu perbuatan dibilang baik jika memberikan manfaat. Inipun dengan catatan tambahan, bahwa manfaat itu tidak sekadar menyentuh satu dua orang, melainkan banyak orang atau masyarakat.

Utilitarisme memberikan kriteria perbuatan baik bilamana mengakibatkan paling banyak orang yang merasa senang dan puas.

Sekali lagi, patut digaris tebal yakni "paling banyak orang". Berarti kalau hanya sedikit orang yang merasa senang dan puas, maka bukanlah utilitarisme.

Mau dikatakan pula, jika tindakan itu hanya menyenangkan dan memuaskan sekelompok orang saja, itupun bukan utilitarisme.

Tentu saja tolok ukur utilitarisme adalah bagaimana suatu tindakan mampu berdampak positif bagi kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat.

Kalau berbuat baik, tetapi hasilnya tidak memenuhi kesejahteraan masyarakat maka itupun tidak termasuk utilitarisme.

Kini sudah bisa dibedakan, bekerja dan berkarya. Oleh karena itu, kalau toh ada reshuffle, kita berharap para menteri terpilih adalah mereka yang berkarya.

Maka akan terjawab, reshuffle memang buat rakyat! Tetapi....itu asa bersama.

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/15/05450031/reshuffle-kabinet-buat-siapa

Terkini Lainnya

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke