Salin Artikel

Litbang Kompas: 79 Persen Responden Menilai Keterbelahan sejak Pilpres 2019 Merusak Demokrasi

Hal itu tampak dari hasil survei yang menunjukkan sebanyak 79,1 persen responden sepakat dengan pernyataan tersebut.

Peneliti Litbang Kompas Gianie menilai, terdapat beberapa unsur yang membentuk keakraban masyarakat, salah satunya tidak adanya konflik sosial laten.

Di sisi lain, terdapat kekuatan masyarakat sipil, demokrasi yang baik dan responsif, serta penegakan hukum yang adil dan tidak memihak.

"Hal-hal itulah yang membangun kohesi (kekakraban atau kerekatan hubungan) sosial di masyarakat, istilah sederhananya adalah ikatan yang kuat yang menjaga masyarakat tetap bersatu," jelas Gianie, dikutip dari Harian Kompas, Senin (6/6/2022).

Adapun dari hasil survei tersebut, hanyak 16,7 persen responden yang menilai keterbelahan yang terjadi antara dua kubu pendukung pasangan calon pada Pilpres 2019 tak merusak demokrasi, dan sebanyak 4,2 persen memilih tidak tahu.

Gianie menjelaskan, kondisi demokrasi yang memburuk terjadi lantaran terdapat kecenderungan untuk membela atau mengutamakan kelompoknya sendiri.

Hal itu akan kian mengikis keakraban dan memicu perselisihan.

Adapun berdasarkan hasil survei yang sama, responden menilai, penyebab utama polarisasi atau keterbelahan kian meruncing yakni influencer/buzzer/provokator yang memperkeruh suasana.

Hal itu disampaikan oleh 36,3 persen respoden.

Gieanie menjelaskan, orang-orang yang memperkeruh suasana tersebut ada di kedua kubu. Mereka aktif memproduksi konten-konten di media sosial yang memancing respons negatif.

"Teknologi media sosial memberi mereka ruang untuk bebas melakukan provokasi atau agitasi. Informasi yang berasal dari sumber yang tak kredibel. Bahkan yang termasuk hoaks, dengan mudah memancing serangan-serangan antarkubu," tulis Gianie.

Selain influencer, buzzer, atau provokator yang memperkeruh suasana, sebanyak 21,6 persen responden memilih informasi yang tidak lengkap/tidak benar/hoaks sebagai faktor yang membuat keterbelahan kian meruncing.

Selain itu sebanyak 13,4 persen memilih kurangnya peran dari tokoh bangsa dalam meredakan perselisihan, 5,8 persen menilai karena teknologi media sosial, 4,6 persen karena mementingkan kepentingan sendiri, 2,1 persen karena minimnya semangat persatuan, 9,1 persen lainnya, dan 7,1 persen mengaku tidak tahu.

Sebagai informasi, pengumpulan pendapat oleh Litbang Kompas dilakukan melalui telepon pada 24-29 Mei 2022.

Sebanyak 1.004 responden berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi diwawancarai.

Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.

Adapun dengan metode ini, tingkat kepercayaan sebesar 95 persen, nirpencuplikan penelitian ± 3,09 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

Meskipun demikian, kesalahan di luar pencuplikan sampel dimungkinkan terjadi.

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/06/07482041/litbang-kompas-79-persen-responden-menilai-keterbelahan-sejak-pilpres-2019

Terkini Lainnya

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta 'Reimburse' Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta "Reimburse" Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Nasional
KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke