Salin Artikel

Perbedaan Hari Lahir Pancasila dan Hari Kesaktian Pancasila

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdapat perbedaan dalam peringatan Hari Lahir Pancasila setiap 1 Juni dan Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober.

Keduanya memiliki makna dan latar belakang berbeda.

Sejarah Hari Lahir Pancasila

Hari lahir Pancasila ditujukan untuk memperingati 5 dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang pertama kali dikemukakan pada 1 Juni 1945.

Gagasan Pancasila disampaikan Sukarno saat berpidato dalam rangkaian sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Inti dari 5 konsep Sukarno untuk dasar negara adalah kebangsaan, internasionalisme, permusyawarakatan, kesejahteraan, dan ketuhanan.

Pemikiran Sukarno itu lantas diterjemahkan ke dalam 5 kalimat, yakni:

  1. Ketuhanan yang maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Setelah menjelaskan lima dasar negara itu, Bung Karno kemudian menyampaikan nama yang tepat tentang dasar negara. Menurut dia, atas petunjuk seorang ahli bahasa, Bung Karno kemudian menyatakan, lima dasar negara tersebut dirangkum dengan nama Panca Sila.

Sila memiliki arti dasar. Sehingga, di atas lima dasar itu Indonesia berdiri sebagai negara yang kekal abadi.

Pemerintah baru menetapkan 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016. Satu tahun kemudian, pemerintah menetapkan 1 Juni sebagai hari libur nasional.

Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tanggal 1 Juni diusulkan untuk kembali dijadikan sebagai hari nasional sekaligus diperingati setiap tahun. Usulan itu disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri, yang merupakan Presiden ke-5 Indonesia dan juga putri Bung Karno.

Menurut Mega, sebelumnya SBY pernah berjanji akan memenuhi usulannya itu. Namun, hingga akhir masa kepemimpinannya, SBY belum mewujudkan permintaan tersebut.

Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto tidak memperingati 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Bahkan, hari itu diperingati bukan sebagai Hari Lahir Pancasila, melainkan peringatan pidato Bung Karno 1 Juni 1945.

Pemerintah Orde Baru justru lebih memberikan perhatian pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober, sebagai pengingat peristiwa Gerakan 30 September.

Hal itu imbas dari pergolakan politik di dalam negeri pada 1965-1966 yang membuat pemerintahan Orde Lama yang dipimpin Presiden Sukarno berakhir.

Setelah itu, pemerintah Orde Baru mencoba menekan citra politik Bung Karno. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan tidak mengaitkan Pancasila, termasuk hari kelahirannya, dengan Bung Karno.

Sedangkan Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober adalah untuk memperingati peristiwa pembunuhan 6 jenderal dan satu perwira Angkatan Darat dalam Peristiwa Gerakan 30 September di Jakarta. Mereka adalah Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Anumerta Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Anumerta Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Anumerta Donald Isaac Panjaitan, Brigadir Jenderal Anumerta Sutoyo Siswodiharjo, dan Lettu Anumerta Pierre Andreas Tendean.

Mereka diculik oleh pasukan Tjakrabirawa Angkatan Darat dengan tuduhan akan melakukan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Sukarno. Saat itu terjadi persaingan politik antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan sejumlah partai politik lain, serta Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (kini TNI).

Saat itu PKI mengusulkan untuk mempersenjatai kelompok buruh dan tani. Namun, ABRI menolak gagasan itu.

Menteri Pertahanan sekaligus Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia saat itu yang dijabat Jenderal Abdul Haris Nasution lolos dari penculikan. Namun, sang ajudan, Pierre Tendean, tewas dibunuh.

Sedangkan putri bungsu Nasution, Ade Irma Suryani Nasution, tewas pada 6 Oktober 1965 akibat tertembak saat pasukan Tjakrabirawa hendak menculik ayahnya.

Selain di Jakarta, Gerakan 30 September juga terjadi di Yogyakarta. Komandan Komando Resor Militer (Korem) 072 Komando Daerah Militer (Kodam) VI Diponegoro di Yogyakarta, Kolonel Infantri Katamso Darmokusumo, dan Kepala Staf Korem 072 Letkol Sugiono, diculik dan dibawa ke wilayah Kentungan kemudian dibunuh.

Pasukan Tjakrabirawa juga sempat menduduki kantor pusat Radio Republik Indonesia (RRI) di Jakarta, tetapi berhasil dipukul mundur oleh pasukan Kostrad pada 1 Oktober.

Lokasi jenazah ditemukan oleh satuan Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat (RPKAD) di kawasan hutan karet Lubang Buaya. Jenazah ditemukan di sumur tua dengan kedalaman kurang lebih 12 meter.

Pasca G30S, Suharto yang saat itu berpangkat Mayor Jenderal dan menjadi Panglima Kostrad ditugaskan untuk mengadakan pemulihan keamanan dan ketertiban yang berkaitan dengan peristiwa 30 September.

Salah satu tindakan yang dilakukan Suharto dalam melakukan pemulihan adalah dengan membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dituduh sebagai dalang di balik G30S.

Melalui Ketetapan (Tap) Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor XXV/MPRS/1966, PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Selain itu, pemerintah melarang setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Pada mulanya Hari Kesaktian Pancasila hanya diperingati oleh Tentara Negara Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Hal itu diatur dalam Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat bernomor Kep.977/9/1966 tertanggal 17 September 1966.

Surat keputusan tersebut menetapkan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila yang harus diperingati oleh TNI AD. Namun, selang beberapa hari setelahnya Suharto, yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Utama Bidang Pertahanan dan Keamanan, menerbitkan surat keputusan bernomor Kep/B/134/1966 tertanggal 29 September 1966.

Dalam surat tersebut memerintahan agar Hari Kesaktian Pancasila tak hanya diperingati di kalangan TNI AD saja, tetapi juga harus dilakukan oleh seluruh slagorde (pasukan) TNI AD, dengan mengikutsertakan angkatan lainnya serta masyarakat.

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang pertama dilakukan pada 1 Oktober 1966 di Lubang Buaya, Jakarta.

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/31/08491791/perbedaan-hari-lahir-pancasila-dan-hari-kesaktian-pancasila

Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke