JAKARTA, KOMPAS.com - Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy tetap menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Handi Saputra dan Salsabila, Kolonel Inf Priyanto penjara seumur hidup.
Oditur tetap teguh pada tuntutannya kendati Priyanto dalam pleidoinya meminta majelis hakim membebaskan dari dakwaan.
“Oditu Militer Tinggi berpendapat tidak ada kekeliruan dalam pembuktian unsur dan penerapan hukum dalam tuntutan kami, sehingga Oditur Militer Tinggi tetap pada tuntutan (penjara seumur hidup),” tegas Wirdel dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Selasa (17/5/2022).
Ia berlasan bahwa pihaknya tetap pada tuntutannya karena pleidoi terdakwa tidak disusun dengan kehati-hatian. Sebab, terdapat pernyataan dan kesimpulan yang tidak konsisten dalam pleidoi yang disampaikan tim panasihat hukum.
Wirdel mengatakan, ketidakkonsistenan tersebut, misalnya, tim penasihat hukum terdakwa menyangkal keterangan saksi 4 sampai 12 yang menyatakan Handi masih hidup dalam peristiwa kecelakaan di Nagreg, Bandung, Jawa Barat.
Padahal, dalam fakta yuridis persidangan, hanya keterangan saksi 4 hingga 7 saja yang mengatakan Handi masih hidup pasca-kecelakaan yang terjadi.
Dengan demikian, pleidoi Priyanto terbantahkan dengan fakta yuridis bahwa saksi 8 hingga 12 tidak mengatakan demikian.
Tak berhenti sampai di situ, Wirdel menyebutkan, ketidakkonsistenan terdakwa juga terlihat dari penolakan atas dua dari tiga dakwaan yang diajukan Oditur Militer Tinggi ketika pleidoi disampaikan pekan lalu.
Di mana dua dakwaan yang ditolak Priyanto yakni dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua alternatif pertama.
Adapun dakwaan kesatu primer yakni Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan dakwaan kedua alternatif pertama yakni Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 Ayat (1 ) KUHP.
Saat menyampaikan pleidoinya, terdakwa menyatakan bahwa dua dakwaan tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Sementara, dakwaan ketiga yakni Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP, justru tak disebutkan dalam pleidoinya.
Wirdel juga mengatakan, pihak penasihat hukum terdakwa mengklaim bahwa tiga dakwaan tersebut pada dasarnya disusun secara kumulatif.
Sehingga, dengan klaimnya tidak ada bukti yang sah dan meyakinkan pada dakwaan kesatu primer dan dakwaan alternatif pertama, maka tiga dakwaan seharusnya tidak dapat diterima alias gugur.
Wirdel menegaskan, bahwa tidak ada kekeliruan dalam pembuktian dan penerapan hukum dalam tuntutan Oditur Militer Tinggi. Hal ini disampaikan juga untuk membantah klaim penasihat hukum terdakwa.
“Sehingga Oditur Militer Tinggi tetap pada tuntutan yang dibacakan pada hari Kamis tanggal 21 April 2022 (penjara seumur hidup),” imbuh Wirdel.
Adapun dalam kasus ini Priyanto dituntut penjara seumur hidup. Selain itu, Priyanto juga dituntut pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas kemiliterannya di TNI.
Priyanto dinilai telah melanggar Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 Ayat (1 ) KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/17/23020791/kolonel-priyanto-minta-bebas-oditur-tetap-tuntut-penjara-seumur-hidup