JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantu Polda Kalimantan Utara (Kaltara) untuk menelusuri aliran dana dari kasus dugaan penambangan emas ilegal yang melibatkan oknum polisi berpangkat Briptu berinisial HSB.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, lembaganya akan membantu Polda Kaltara untuk menelusuri adanya aliran dana dari dugaan kegiatan tambang ilegal tersebut.
"Yang namanya tambang ilegal itu kan berarti kemungkinan ada keterlibatan dari aparat setempatkan, enggak mungkin lah panambangan dilakukan tanpa sepengetahuan dari masyarakat atau aparat setempat," ujar Alex kepada Kompas.com, Rabu (11/5/2022).
"Ada dugaan mungkin aliran-aliran dananya larinya ke mana, apakah ada yang ke aparat, Pemda (pemerintah daerah) misalnya, atau aparat penegak hukum yang lain misalnya itu kan harus ditelusuri," ucapnya.
Alex menjelaskan, keterlibatan KPK ikut menangani kasus dugaan penambangan ilegal itu berawal dari permintaan Polda Kaltara.
Kepolisian, ujarnya, meminta komisi antirasuah itu untuk bisa membantu melacak aset para tersangka untuk membongkar kasus tersebut.
Selain itu, KPK dan Kepolisian telah membuat memorandum of understanding (MoU) atau perjanjian dua lembaga untuk bekerja sama dalam penanganan sebuah perkara.
"KPK kan juga punya MoU juga dengan kepolisian, jadi itu yang menjadi dasar bagi kami untuk membantu aparat penegak hukum setempat," papar Alex.
Alex mengatakan, KPK tidak hanya bekerja sendiri untuk dapat mengusut aliran dana dan pelacakan aset milik para tersangka termasuk oknum polisi tersebut.
Ia mengatakan, lembaganya juga turut melibatkan berbagai lembaga lain seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
"Nanti pastikan koordinasi dengan PPATK, dari aliran rekening-rekening yang bersangkutan nanti akan ditelusuri ke mana saja aliran dana itu mengalir, kan seperti itu," jelas Alex.
Oknum polisi bernama Briptu HSB ditangkap karena diduga terlibat penambangan emas ilegal di Desa Sekatak Buji, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.
Anggota Polairud Polda Kaltara itu ditangkap di ruang terminal keberangkatan Bandara Juwata, Tarakan, Kaltara pada Rabu (4/5/2022) siang.
Penangkapan tersebut cukup menyita perhatian warga Kaltara karena HSB juga dikenal luas sebagai ketua dari salah satu organisasi etnis pemuda di provinsi termuda di Indonesia ini.
Selain HSB, polisi juga mengamankan MI yang menjadi koordinator tambang emas ilegal. HSB dan MI diduga hendak melarikan diri sebelum ditangkap.
Selain itu, mereka diduga berencana untuk menghilangkan barang bukti serta mengaburkan fakta.
Tak hanya menangkap MI dan HSB, polisi mengamankan empat orang lainnya yakni HR (mandor), MT (penjaga bak), serta BU dan IG yang bekerja sebagai sopir truk sewaan.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang Humas (Kabid Humas) Kepolisian Daerah Kalimantan Utara (Polda Kaltara), Komisaris Besar (Kombes) Pol Budi Rachmat.
Ia mengatakan, lokasi tambang yang dikelola HSB adalah ilegal karena tidak di bawah surat perintah kerja (SPK) dan join operation (JO) PT Banyu Telaga Mas (BTM).
Fakta tersebut terungkap setelah pihak kepolisian melakukan konfirmasi PT BTM, perusahaan penambangan emas di Bulungan pada 30 April 2022.
"Jenis pekerjaan yang dilakukan yaitu penambangan dan pengolahan material tanah menggunakan bahan kimia jenis CN untuk mendapatkan emas. Pengolahan dengan metode rendaman," kata Budi.
Sejumlah barang bukti turut diamankan, di antaranya 3 unit eskavator, 2 unit mobil truk, 4 drum berisi sianida dan 5 karbon perendaman.
"Dari hasil pemeriksaan saksi yang diamankan, menjelaskan bahwa pemilik tambang emas ilegal adalah H yang merupakan anggota Polri, dengan MI sebagai orang kepercayaan atau koordinator," ujar dia.
"Dari hasil pemeriksaan terhadap ahli minerba, disimpulkan bahwa perbuatan tersebut melanggar Pasal 158 jo Pasal 160 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara," ucap Budi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/11/19093041/kpk-bakal-telusuri-aliran-dana-terkait-kasus-dugaan-penambangan-emas-ilegal