Salin Artikel

Dialektika Antar-generasi dalam Mudik

MUDIK tahun 2022 menjadi satu kegiatan masyarakat yang sangat dinanti-nanti. Setelah terhambat oleh pandemi selama dua tahun, kondisi kesehatan publik yang mulai membaik serta dorongan untuk pemulihan ekonomi dengan cepat menjadi pertimbangan pemerintah untuk memberi lampu hijau pada ritual budaya tahunan di Indonesia ini.

Pemerintah memperkirakan sekitar 79 juta penduduk akan melakukan mudik tahun ini, dengan tujuan utama provinsi Jawa Tengah melalui jalur darat.

Berbagai infrastruktur juga telah disiapkan untuk memastikan kegiatan ini berjalan dengan baik.

Mengapa mudik menjadi sangat dirindukan, mengingat adanya biaya uang, waktu dan tenaga yang harus dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut?

Menurut Yulianto (2011), mudik adalah ritual tahunan untuk berkumpul dengan keluarga.

Masyarakat, utamanya yang perantau, mengambil waktu sejenak untuk pulang ke daerah asal dan berkumpul bersama dengan keluarga besarnya. Ritual ini mengambil momentum perayaan Idul Fitri di ujung bulan Ramadhan.

Meskipun demikian, terkadang mereka yang tidak beragama Islam pun juga turut melakukan mudik dan merayakannya; menjadikan mudik tidak eksklusif dimiliki oleh masyarakat Muslim, tetapi sebuah budaya yang menjadi ciri khas Indonesia.

Laporan dari The Straits Times pada 2021, misalnya, menyebut mudik sebagai ‘eksodus tahunan besar-besaran di Indonesia’ yang memiliki kemiripan dengan perayaan liburan Thanksgiving atau Lunar New Year di negara-negara lain.

Memastikan efisiensi dan keamanan pergerakan puluhan juta orang dalam periode mudik tentunya bukan hal yang mudah.

Pemerintah telah melakukan banyak persiapan di berbagai aspek untuk bisa mendukung kelancaran mudik.

Selain menetapkan tanggal libur dan cuti bersama, mereka mempersiapkan berbagai kebijakan khusus untuk meminimalkan risiko seperti kemacetan, terhambatnya pasokan sembako dan di saat yang bersamaan, menekan angka pertambahan kasus COVID-19 di tingkat nasional.

Mudik juga menjadi peluang yang sangat baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, utamanya berasal dari sektor pariwisata dan konsumsi.

Berkaca pada pengalaman sebelum pandemi, Ananda (2019) mengkalkulasi adanya perputaran ekonomi sebesar Rp 205 triliun pada masa mudik.

Tentunya hal ini dapat berdampak baik pada usaha pemulihan keuangan negara pascapandemi.

Namun jika dilihat lebih dalam, terdapat sebuah kecenderungan pada generasi lebih muda yang mulai kehilangan romantisasi pada ritual tahunan ini.

Khususnya pada generasi millenial (kelahiran 1982 – 1994) dan generasi Z (kelahiran 1995 – 2010).

Mereka sesungguhnya mengantisipasi libur mudik dengan positif karena dapat beristirahat dari rutinitas sehari-hari, tetapi memiliki antipati atas beberapa interaksi interpersonal yang kemungkinan besar akan mereka alami pada saat kembali ke kampung halaman.

Anggota keluarga besar akan berkumpul pada saat mudik. Hal tersebut berarti mereka akan kembali menghadapi perbincangan yang bersifat intrusif atas keputusan personal.

Misalnya pertanyaan ‘Kapan menikah?’ bagi mereka yang lajang. Atau ‘Kapan punya anak?’ bagi mereka yang baru saja menikah.

‘Kapan hamil anak kedua?’ bagi mereka yang sudah punya anak satu. ‘Mengapa tidak bekerja di institusi tertentu?’ bagi mereka yang sudah bekerja.

Pertanyaan-pertanyaan ini sekilas dianggap wajar bagi penanyanya, tetapi bagi mereka yang menerima pertanyaan, dianggap sebagai sebuah intrusi.

Dialektika komunikasi interpersonal lintas generasi

Dari sudut pandang antropologi, mudik adalah sebuah instrumen untuk menjaga keterikatan seseorang dengan masa lalunya, seperti asal daerah, budaya dan nilai-nilainya (Yulianto, 2011).

Saat berkumpul bersama dengan keluarga besar di daerah asal sesungguhnya merupakan momentum untuk memperkuat identitas budaya seseorang.

Mudik juga merupakan ruang terjadinya komunikasi interpersonal lintas generasi. Mereka yang sehari-harinya terpisah lingkaran sosial masing-masing seperti komunitas, tempat tinggal, kantor dan lain-lain, dipertemukan lewat ritual mudik secara fisik selama beberapa hari.

Anggota keluarga yang tadinya hanya berinteraksi ringan lewat media sosial dan aplikasi perpesanan, mengalami perubahan pola komunikasi secara drastis menjadi tatap muka dan intens.

Sebagai masyarakat timur yang meninggikan kolektifitas, adanya ruang dan kesempatan untuk berkumpul bersama dianggap sebagai hal yang baik untuk solidaritas dan kekeluargaan.

Akan tetapi, perlu disadari bahwa masing-masing generasi memiliki karakter dan preferensi khusus dalam melakukan komunikasi interpersonal.

Ketika generasi yang lebih tua bertanya terkait keputusan pribadi dalam kehidupan seseorang, hal tersebut merupakan manifestasi nilai orientasi kolektivitas yang diyakininya.

Masyarakat yang berorientasi kolektif memiliki kepentingan untuk menjaga harmoni kelompoknya – adanya perbedaan pemahaman atas hal-hal seperti pernikahan, karir, status sosial akan cenderung dianggap mengganggu harmoni kolektif.

Maka mereka memiliki ekspektasi tertentu mengenai keputusan pribadi anggota kelompoknya, seperti kapan usia yang tepat untuk menikah, institusi yang layak untuk bekerja, kapan memiliki keturunan dan sebagainya.

Lebih lanjut, ekspektasi ini memiliki asosiasi yang erat dengan visi atas rasa aman di masa depan; dengan segera menikah, memiliki keturunan dan bekerja di institusi tertentu, orang tersebut dianggap lebih memiliki keamanan secara ekonomi.

Di sisi lain, generasi millenial dan Z melihat adanya pertimbangan lain dalam menentukan keputusan hidup.

Mereka sadar dengan adanya kepentingan untuk menjaga kesejahteraan di tingkat individu dan melihatnya secara lebih kritis.

Lahir di era digital dan lebih mahir dalam memahami perkembangan teknologi, generasi ini cenderung lebih bisa berdamai dengan perbedaan realitas dan ekspektasi; bahwa ekspektasi tidak harus bisa terwujud dalam realitas (McKinsey, 2018).

Sehingga hal-hal yang oleh generasi yang lebih tua dianggap sebagai pencapaian yang harus segera diperoleh, tidak selalu menjadi prioritas bagi generasi millenial dan Z.

Perbedaan kepentingan dalam sebuah hubungan interpersonal antar generasi saat mudik ini dapat dipahami berdasarkan teori dialektika relasional.

Menurut Baxter (2010) dan DeVito (2018), pihak yang berinteraksi di dalam sebuah hubungan interpersonal akan mengalami tarik ulur kepentingan pada berbagai dialektika.

Sebagai contoh, ketika anggota generasi yang lebih tua menanyakan “kapan menikah?” pada yang lebih muda, komunikasi interpersonal dibangun untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai yang berhubungan dengan kolektifitas.

Sementara di sisi lain, generasi yang lebih muda memilih untuk menghindari pertanyaan ini karena mereka merasa bahwa pertanyaan tersebut bersifat personal dan tidak perlu diketahui oleh orang lain, atau dengan kata lain, berorientasi pada individu itu sendiri.

Terjadi negosiasi kepentingan antara orientasi otonomi (kuasa independen individu) dan koneksi (menjaga hubungan untuk kolektifitas) dalam interaksi yang terjadi (DeVito, 2018).

Idealnya, masing-masing individu bisa berada di titik tengah di mana mereka bisa menjalin relasi dan menjaga independensi.

Akan tetapi tujuan ini akan sulit tercapai mengingat karakteristik dan nilai yang sudah dipegang erat oleh masyarakat berbudaya Timur.

Akan sangat baik jika masing-masing generasi mampu menyadari kepentingannya dan menurunkan egonya.

Mereka dari generasi Z dan milenial tidak perlu sepenuhnya menolak perspektif generasi yang lebih tua, tetapi sebaliknya, generasi yang lebih tua juga perlu menyadari bahwa generasi muda ini juga memiliki prioritasnya sendiri.

Dengan saling mendengarkan dan mengedepankan pembicaraan yang hangat, momen mudik menjadi semakin berharga dan justru berdampak positif pada ikatan kolektif keluarga.

*Meganusa Ludvianto, MCommun, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

https://nasional.kompas.com/read/2022/04/19/12112881/dialektika-antar-generasi-dalam-mudik

Terkini Lainnya

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke