Kejagung menemukan sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan dikeluarkannya persetujuan ekspor (PE) kepada eksportir yang tak memenuhi syarat Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
"Dikeluarkannya Persetujuan Ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya, karena tidak memenuhi syarat DMO-DPO," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Selasa (5/4/2022).
Ketut menjelaskan ada dua perusahaan yang diduga terkait dugaan korupsi yang tengah disidik, yakni PT OI dan PT IS.
Kedua perusahaan itu disebutkan tetap mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI, meski tak memenuhi syarat.
"Kesalahannya adalah tidak mempedomani pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) sehingga dan harga penjualan didalam negeri (DPO) melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya di atas Rp 10.300," jelasnya.
Lebih lanjut, Kejagung menduga ada gratifikasi dalam pemberian izin ekspor yang bertentangan dengan hukum dalam kurun waktu 1 Februari sampai 20 Maret 2022.
Dugaan korupsi itu mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang membutuhkan minyak goreng.
"Disinyalir adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor," ucapnya.
Adapun penyelidikan kasus ini dilakukan sejak tanggal 14 Maret 2022. Kasus itu telah naik ke tahap penyidikan melalui Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Kuhusu Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 4 April 2022.
Menurut Ketut, selama penyelidikan, pihaknya telah mendapatkan 14 keterangan saksi dan dokumen/surat terkait pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022.
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/05/14495991/kejagung-usut-dugaan-gratifikasi-pada-izin-ekspor-minyak-goreng