Salin Artikel

Deretan Bantahan Luhut Soal Tudingan Main Tambang di Papua Usai Haris Azhar-Fatia Jadi Tersangka

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik pada Polda Metro Jaya menetapkan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiayanti dan mantan Koordinator KontraS Haris Azhar sebagai tersangka dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Kasus itu bermula setelah beberapa waktu lalu Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya. Luhut dan tim kuasa hukum melaporkan Haris dan Fatia karena percakapan keduanya di kanal YouTube.

Dalam kanal YouTube milik Haris, keduanya menyebutkan Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Saat itu keduanya tengah membahas hasil riset yang berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya".

Riset itu diluncurkan oleh YLBHI, WALHI Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, bersama Koalisi Bersihkan Indonesia.

Sebelum melapor ke polisi, Luhut sudah beberapa kali melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia.

Dalam somasi tersebut, Luhut menuntut permintaan maaf yang ditayangkan di akun YouTube Haris. Kuasa hukum Fatia, Julius Ibrani, mengatakan bahwa dua somasi yang dilayangkan Luhut telah dijawab kliennya.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulpan, pada Sabtu (19/3/2022) pekan lalu menyatakan penyidik sudah menetapkan Haris dan Fatia sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik terhadap Luhut.

Hari ini keduanya menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.

Kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang, menyampaikan sejumlah bantahan kliennya yang dituduh mempunyai kepentingan atau keterkaitan dalam bisnis tambang di Papua di tengah operasi militer menumpas kelompok bersenjata.

Bantah ada gratifikasi

Juniver membantah kliennya terlibat dalam gratifikasi dan conflict of interest dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Dia mengatakan, berdasarkan hasil riset yang kemudian menjadi bukti tidak ada terbetik atau pun tertulis "Lord Luhut" di balik hubungan antara keuntungan ekonomi dan operasi militer di Intan Jaya.

“Ada Lord Luhut? Ndak ada! Ya tidak ada yang disebut riset,” tegasnya Juniver Girsang seperti dikutip dari KOMPAS TV, Senin (21/3/2022).

Juniver menambahkan pihaknya sudah melakukan kajian hingga menelisik bahwa tidak ada riset yang menyebutkan Luhut bermain di tambang Papua. Dia menambahkan, kepolisian juga memiliki data bahwa dalam riset tidak ada kata-kata yang menyebutkan nama kliennya bermain di tambang Papua.

“Inilah yang seharusnya Nurcholis (kuasa hukum Haris Azhar) memahami pasal dan delik yang dipertanggungjawabkan, kami tidak permasalahkan kajian itu, tidak, pernyataan, ini adalah perbuatan formil,” ujar Juniver.

Kuasa Hukum Haris Azhar, Nurcholis Hidayat sebelumnya mengatakan seharusnya Luhut yang lebih dulu diadili ketimbang kliennya.

Sebab untuk membuktikan kliennya terlibat dalam kasus ujaran kebencian, kasus dugaan tindak pidana korupsi harus lebih dulu diselesaikan.

“Yang harus diadili, menurut klien kami ya LBP (Luhut Binsar Pandjaitan) karena LBP lah yang diduga dalam riset itu melakukan dugaan konflik kepentingan dan juga tadi dugaan mendapatkan gratifikasi 30 persen saham,” ucap Nurcholis Hidayat.

Apalagi, kata Nurcholis, kliennya sangat meyakini apa yang dilakukan bukan masuk pada kualifikasi pencemaran nama baik.

“Kita lihat dalam pasal undang-undang ITE pasal 27 ayat 3 dan SKB itu disampaikan jika itu penilaian, jika itu pendapat, jika itu hasil evaluasi, dan jika itu sebuah kenyataan maka itu bukan sebuah pencemaran nama baik,” ujarnya.

“Nah yang menjadi pertanyaan adalah, yang dan itu harus ditanyakan ke kepolisian, bagian mana yang dari konten YouTube itu yang bukan merupakan penilaian, bagian mana yang bukan pendapat, bagian mana yang bukan hasil evaluasi, dan bagian mana yang bukan merupakan kenyataan,” tambahnya.

Nurcholis lebih lanjut menyampaikan, apa yang dibahas kliennya dan ditayangkan melalui YouTuber merupakan fakta-fakta yang valid.

“Semuanya lagi-lagi adalah membahas sebuah fakta-fakta yang valid yang disampaikan oleh sekitar 9 NGO terkait dengan skandal bisnis dan militer di Papua yang diduga melibatkan Pak LBP, ini yang harus dibawa ke pengadilan seluas-luasnya,” tegas Nurcholis.

Apalagi, lanjut Nurcholis, kliennya dalam sejumlah pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan ujaran kebencian sudah menyampaikan sejumlah bukti-bukti dugaan Conflict of Interest dan gratifikasi tersebut.

“Seharusnya, secara hukum itu diproses oleh kepolisian, karena polisi punya aturan, kalau ada suatu tindak pidana korupsi, didahulukan tindak pidana korupsinya sebelum pencemaran nama baiknya, jadi yang harus diadili Pak Luhut dulu,” ujarnya.

Tidak anti kritik

Juniver menyatakan Luhut yang menjadi kliennya tidak pernah anti terhadap kritik dan dianggap membungkam kebebasan berpendapat karena melaporkan Haris dan Fatia ke kepolisian terkait kasus dugaan pencemaran nama baik.

“Sekali lagi saya pribadi dan saya tahu kualitas dan karakter dari klien kami, Pak Luhut, beliau itu tidak anti kritik, sekali lagi ya, beliau itu senang dikritik apabila kritikan itu konstruktif, ini kan sudah destruktif,” kata Juniver.

Menurut Juniver, alasan kliennya melapor ke Polda Metro Jaya karena tidak ada data dan fakta di balik pernyataan yang disampaikan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti terkait tuduhan mendapat keuntungan dari tambang di Intan Jaya, Papua, dan kaitannya dengan operasi militer menumpas kelompok bersenjata.

Merasa difitnah

Juniver menilai pernyataan Haris dan Fatia kepada kliennya adalah fitnah yang mencemarkan nama baik.

“Kalau sudah fitnah pencemaran, mencemarkan nama baik, kehormatan dan keluarganya, apa terima?” kata Juniver.

“Itu ada hak hukum kita sekali lagi, silakan kritik tetapi kritik itu yang namanya konstruktif, ini kan negara hukum,” ujar Juniver.

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/21/17374231/deretan-bantahan-luhut-soal-tudingan-main-tambang-di-papua-usai-haris-azhar

Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke