JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir kritik terhadap usulan penundaan Pemilu 2024 terus mengalir.
Isu itu mau tak mau kembali memunculkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang sudah sering mengemuka.
Padahal, baik penyelenggaraan pemilu maupun masa jabatan presiden telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Konstitusi mengatakan, pemilu presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan lima tahun sekali.
Sementara, masa jabatan presiden dibatasi paling banyak dua periode, dengan lama masa jabatan 5 tahun setiap satu periode.
Meski UUD telah jelas memuat ketentuan tersebut, segelintir elite politik nekat memunculkan isu penundaan pemilu sekaligus perpanjangan masa jabatan presiden.
Sikap tegas Presiden Joko Widodo pun kini dinanti publik untuk mengakhiri kegaduhan ini.
Kepentingan elite politik
Wacana penundaan Pemilu 2024 kali pertama diembuskan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Ia mengaku mendengar masukan dari para pengusaha, pemilik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), hingga analis ekonomi sebelum menyampailan usulan itu.
“Dari semua (masukan) itu saya mengusulkan Pemilu 2024 ditunda satu atau dua tahun,” kata Muhaimin, dikutip dari keterangan persnya, Rabu (23/2/2022).
Menurut Cak Imin, begitu sapaan akrabnya, usulan itu muncul karena dia tidak ingin ekonomi Indonesia mengalami pembekuan setelah dua tahun stagnan akibat pandemi Covid-19.
Wakil Ketua DPR RI itu mengatakan, akan ada banyak momentum untuk memulihkan ekonomi selama 2022-2023. Sementara, gelaran pemilu ia nilai bisa mengganggu prospek ekonomi.
Muhaimin juga mengeklaim, banyak akun di media sosial yang setuju dengan usulannya agar pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda satu hingga dua tahun.
Sejauh ini, usulan Muhaimin itu didukung Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara, partai-partai lainnya yang punya kursi di Parlemen menyatakan tidak setuju.
Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, berpandangan, manuver tiga ketua umum partai yang menyuarakan penundaan pemilu patut diwaspadai. Sebab, bisa jadi wacana ini serius akan ditindaklanjuti.
Menurut Yunarto, usulan penundaan pemilu oleh elite partai tanah air sejatinya bertujuan untuk memperpanjang kekuasaan.
Sejumlah negara memang sempat melakukan penundaan pemilu, tapi alasannya karena masalah teknis akibat pandemi virus corona.
"Ini belum tahu kondisinya seperti apa, tapi sudah bisa memastikan diundur 1-2 tahun. Artinya mereka bicara perpanjangan kekuasaan, bukan penundaan pemilu," kata Yunarto dalam perbincangan, Sabtu (26/2/2022).
"Makanya apa yang menyebabkan penundaan pemilu? Di saat negara lain sama-sama sedang pemulihan ekonomi seperti yang dijelaskan Cak Imin, tapi tidak menempuh jalan itu (pemilu diundur)," sambungnya.
Yunarto juga mempertanyakan klaim dari para ketum koalisi Jokowi yang menyebut bahwa perpanjangan kekuasaan adalah aspirasi dari masyarakat. Sebab berdasarkan berbagai hasil survei, mayoritas masyarakat menolak wacana presiden 3 periode.
Dia pun menduga isu ini dilontarkan demi kepentingan sejumlah elite politik yang berkuasa di pemerintahan Jokowi.
Dibantah Istana
Meski telah menyampaikan usulan, Muhaimin mengaku pandangannya ini belum dibicarakan dengan pihak Istana.
Ia juga membantah adanya keterlibatan Istana atau arahan pemerintah dalam hal ini.
"Belum. Kita (berkomunikasi) dengan para ketua umum (partai politik) dulu, baru nanti setelah ketua-ketua umum bagus, kita (komunikasi) ke Istana," ujar Muhaimin pada Rabu (2/3/2022).
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Faldo Maldini sempat membantah bahwa pemerintah punya andil dalam memobilisasi deklarasi elite partai terkait usulan perpanjangan masa jabatan presiden.
Faldo mengatakan, pekerjaan pemerintah saat ini terlalu banyak sehingga tak ada waktu melakukan hal-hal di luar tugas negara. Namun, menurut dia, hal ini bakal ditampung sebagai sebuah aspirasi.
"Sebagaimana pemerintah menampung berbagai masukan yang selama ini diterima dari masyarakat dan semua partai politik," kata Faldo melalui keterangan tertulis, Senin (28/2/2022).
"Ini tidak ada kaitannya dengan pemerintah, apalagi dikaitkan dengan transaksi politik. Jadi, jangan sampai (pemerintah) diseret-seret," ucap dia.
Mufakat jahat
Sementara, Managing Director Paramadina Public Policy Institute, Khoirul Umam menilai, usulan penundaan Pemilu 2024 merupakan bentuk mufakat jahat. Sebab, isu serupa sudah berkali-kali dilemparkan ke publik.
"Kami melihat bahwa wacana terkait dengan pengunduran atau penundaan Pemilu 2024 ini semacam merepresentasikan permufatakan jahat," ujar Umam dalam diskusi daring Paramadina Democracy Forum, Rabu (2/3/2022).
Umam berpendapat, usulan penundaan Pemilu 2024 disampaikan secara sistematis.
Mulanya, usul ini diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia. Bahlil kala itu sempat mengatakan bahwa sejumlah pengusaha berharap Pemilu Presiden 2024 diundur.
Namun, wacana itu seolah sempat terbantahkan dengan keputusan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu yang memutuskan Pemilu 2024 diselenggarakan pada 14 Februari 2024.
Namun kini, usul penundaan pemilu kembali digulirkan sejumlah elite partai politik.
"Kalau kita lihat, pola yang dilakukan cukup sistematis. Pertama disampaikan oleh menteri, kemudian resistensinya cukup besar karena tidak begitu memiliki power politik yang memadai. Tapi kedua dilakukan secara serempak oleh partai-partai politik, ketua umum partai politik," kata Umam.
Umam pun menduga usulan ini memang dijalankan oleh orang-orang di lingkaran Istana. Sebab, memiliki pola yang terus berulang.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, mengatakan, usul penundaan Pemilu 2024 sarat dengan kepentingan politik.
Isu pandemi kembali jadi senjata, padahal saat Pilkada 2020 pemerintah berkukuh menyelenggarakannya di tengah pandemi.
"Nah, sekarang kenapa kemudian mau diubah malah diperpanjang, pemilunya ditunda? Kalau dulu sih dipaksakan diselenggarakan, kalau ini enggak. Bahkan mau dipaksakan ditunda. Nah, itu karena kepentingan itu," tuturnya.
Azra pun mengingatkan masyarakat sipil tetap waspada. Ia mengatakan, penundaan pemilu harus ditolak.
Selain itu, dia meminta elite politik tidak bermain-main dengan usul penundaan Pemilu 2024. Azra mengatakan, para elite politik mesti mematuhi konstitusi dan peka dengan situasi publik yang saat ini berhadapan dengan beragam masalah.
"Kami berharap elite politik jangan main-main. Mematuhi konstitusi dan mempertimbangkan sensitivitas publik dengan berbagai masalah yang mereka hadapi," kata dia.
Tunggu ketegasan Jokowi
Untuk mengakhiri kegaduhan ini, sejumlah pihak mendorong Presiden Jokowi untuk turun tangan langsung.
Khoirul Umam mengatakan, Jokowi harus bersikap tegas menolak usulan penundaan pemilu jika memang tidak menginginkannya.
"Kalau Pak Jokowi tidak memiliki keinginan untuk memperpanjang, untuk menunda pemilu untuk tiga periode, seharusnya presiden bersikap clear, bersikap tegas, dan tidak bersikap diam atau mendiamkan," katanya
Menurut Umam, sikap diam bisa berarti banyak hal. Jika Jokowi terus diam, kata dia, ada kesan sengaja mengulur-ulur waktu untuk menakar reaksi publik.
"Sikap diam atau mendiamkan itu adalah sebuah tanda bahwa ada kalkulasi, ada strategi buying time di sana," ucapnya.
Sejalan dengan itu, Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, menilai, penting bagi Jokowi untuk merespons isu penundaan Pemilu 2024.
Meski Jokowi telah berulang kali menyatakan keengganannya menjabat 3 periode, presiden diminta kembali tampil di depan publik untuk mengakhiri polemik ini.
"Tidak ada jalan lain, presiden harus segera tampil menegaskan kembali sikap menolak tiga periode jabatan," kata Bawono kepada Kompas.com, Senin (28/2/2022).
Tak bisa dihindarkan, wacana perpanjangan masa jabatan presiden kembali mengemuka menyusul isu penundaan Pemilu 2024.
Sebagian pihak pun curiga pemerintah punya andil dalam memobilisasi elite partai untuk kembali meramaikan isu ini.
Untuk mengakhiri tudingan tersebut, menurut Bawono, mau tidak mau Jokowi harus kembali tampil di publik dan menegaskan sikapnya yang menolak masa jabatan tiga periode, sekaligus mendukung pelaksanaan Pemilu 2024.
"Kalau itu tidak dilakukan segera oleh Presiden Jokowi maka tidak bisa juga disalahkan apabila muncul penilaian-penilaian publik wacana penundaan pemilu berasal dari Istana," ujarnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/03/06150021/menanti-ketegasan-jokowi-soal-gaduh-isu-penundaan-pemilu