Menurut Taufan, tindakan yang dilakukan Terbit menunjukan adanya kekuatan atau oligarki lokal.
“Kelihatan bahwa ada satu kekuatan lokal yang didukung apakah itu sebagai organisasi kemasyarakatan, organisasi politik dan lain-lain. Termasuk juga kekuatan uang,” tutur Taufan dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/3/2022).
Dalam pandangan Taufan, hal ini terjadi karena Terbit dikenal sebagai pebisnis kelapa sawit ilegal.
“Sebab saudara TRP (Terbit Rencana Perangin-angin) ini sebagai salah satu pemain lokal untuk bisnis ilegal mengenai bisnis persawitan di daerah Langkat. Itu yang terjadi,” ungkap dia.
Temuan Komnas HAM yang lain adalah adanya dugaan peran aparat penegak hukum dan perangkat desa pada kerangkeng manusia itu.
Analis Pelanggaran HAM Komnas HAM Yasdad Al Farisi menuturkan beberapa syarat masyarakat yang hendak masuk ke ruangan berbentuk penjara itu.
“Untuk proses masuk ini melibatkan dokumen berupa saran atau rekomendasi dari pihak lain, antara lain dari polsek, struktur pemerintah desa, serta ormas setempat,” sebutnya.
Yasdad menyatakan Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Langkat telah mengetahui penjara manusia itu tak berizin sebagai tempat rehabilitas pengguna narkoba di tahun 2016.
“Ada pengakuan dari BNNK mereka kesulitan mengakses ke dalam kerangkeng,” jelas dia.
Diketahui penjara manusia di rumah Terbit terungkap pasca dirinya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan korupsi penerimaan suap proyek infrastruktur.
Komnas HAM turun tangan melakukan penyelidikan dan menemukan adanya kekerasan, penyiksaan yang juga melibatkan anggota TNI/Polri.
Bahkan Komnas HAM mengungkapkan ada 6 orang meninggal dunia selama penjara manusia itu berdiri.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/02/21165131/komnas-ham-sebut-pendirian-kerangkeng-manusia-bupati-langkat-didukung-ormas