Hal itu, disampaikan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej saat melakukan pertemuan dengan awak media di kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (22/2/2022).
Eddy Hiariej, sapaan Wamenkumham mengatakan, dengan dimulainya pembahasan RUU TPKS antara pemerintah dan DPR diharapkan proses pengesahan bisa segera dilakukan.
Menurutnya, pemerintah menargetkan pengesahan dapat dilakukan pada pertengahan Maret 2022 usai DPR melakukan masa reses.
"Jadi memang tidak ada niat dari DPR maupun pemerintah untuk menunda pembahasan, kita berharap tanggal 2 Maret itu sebelum Nyepi kita sudah selesai, tunggu persetujuan tingkat pertama, kemudian pengesahan," ucap Eddy.
Berikut poin-poin penting RUU TPKS:
1. Penyidik tak boleh menolak perkara
Eddy menyebutkan, dalam RUU TPKS aparat penegak hukum tidak bisa menolak perkara kekerasan seksual. Ia mengatakan, aturan itu dibuat untuk memastikan penyidik dapat terus memproses perkara yang berhubungan dengan kekerasan seksual.
"Ada ketentuan di dalam RUU itu bahwa penyidik wajib memproses, jadi dia tidak boleh menolak perkara, dia wajib memproses," ucap Eddy.
"Bahwa nanti tidak cukup bukti dan lain sebagainya itu different story," tuturnya.
2. Tak bisa diselesaikan dengan restorative justice
Wamenkumham juga mengatakan, penyelesaian perkara tindak pidana kekerasan seksual tak bisa diselesaikan dengan menggunakan pendekatan restorative justice.
"Dalam RUU itu, penyelesaian kekerasan tindak pidana seksual tidak boleh menggunakan pendekatan restorative justice, tidak boleh," ujar Eddy.
Eddy menjelaskan, aturan tidak bolehnya perkara tindak pidana kekerasan seksual diselesaikan dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif untuk menghindari upaya-upaya penyelesaian dengan uang.
Menurutnya, banyak contoh kasus kekerasan seksual yang selesai dengan pemberian sejumlah uang tanpa adanya proses hukum.
"Mengapa tidak boleh, ini sering kali terjadi, dimana mana, mohon maaf ya karena pelakunya itu orang berduit, korbannya orang tidak mampu, diperkosa, dicabuli segala macem dikasih uang selesai perkaranya, dianggap restorative justice, itu enggak boleh," tegas Eddy.
3. Barang bukti bisa jadi alat bukti
Eddy menuturkan, untuk mempermudah penegak hukum memproses kasus dugaan kekerasan seksual, dalam RUU ini juga diatur bahwa barang bukti bisa menjadi alat bukti.
"Satu saksi dengan alat bukti sudah cukup untuk memproses, itu diatur, keterangan korban dan alat bukti lain sudah cukup. Keterangan disabilitas sudah sama dengan alat bukti lainnya," kata Eddy.
"Barang bukti masuk menjadi alat bukti. Kalau dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) barang bukti dan alat bukti itu dua hal berbeda," ucap dia.
Eddy menjelaskan, dalam KUHAP barang bukti dijelaskan pada Pasal 39, sedangkan, alat bukti ada pada pasal 284 KUHAP.
"Tapi di dalam RUU ini, alat bukti itu adalah antara lain barang bukti," ujar dia.
4. Kewajiban restitusi
Selain itu, dalam RUU TPKS juga mengatur adanya restitusi atau ganti kerugian wajib diberikan kepada pelaku kekerasan seksual kepada korbannya.
Eddy menyatakan, besaran restitusi yang akan diberikan kepada korban atas putusan majelis hakim wajib dipenuhi pelaku kekerasan seksual.
"Restitusi menjadi kewajiban, restitusi itu wajib, jadi bahasa di dalam RUU kita itu selain pidana penjara atau pidana denda hakim wajib menetapkan besarnya restitusi kepada korban," ucap Eddy.
Jika pelaku tidak memiliki uang yang cukup membayar restitusi yang telah dituntukan, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk membayar resitusi tersebut.
"Katakanlah pelaku itu ekonomi menengah ke bawah lah, jadi dia tidak punya uang untuk restitusi, lalu apa yang dilakukan? hartanya disita, di dalam RUU ini, begitu seseorang ditetapkan sebagai tersangka polisi dapat melakukan sita jaminan untuk restitusi," papar Eddy.
"Jadi barang-barangnya disita dulu, barang-barangnya disita, jangan sampai dia alihkan, jadi RUU ini betul-betul memberi perlindungan terhadap korban yang extra ordinary yang sangat luar biasa," jalas dia.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/23/10132601/mulai-dibahas-hari-ini-berikut-poin-penting-ruu-tpks