JAKARTA, KOMPAS.com - Sosok Ibnu Sutowo ramai diperbincangkan di media sosial dan bahkan sempat menjadi trending topic Twitter.
Hal itu terjadi setelah sejumlah foto rumah artis Dian Sastro menyebar di media sosial.
Maulana Indraguna Sutowo yang merupakan suami Dian Sastro adalah cucu Ibnu Sutowo. Sedangkan ayah Maulana adalah Adiguna Sutowo, yang merupakan putra bungsu Ibnu Sutowo.
Di masa Orde Baru, sosok Ibnu Sutowo dikenal sebagai perwira tinggi TNI dan pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina. Namun, karirnya di perusahaan minyak milik negara itu terhenti setelah terlibat skandal dugaan korupsi.
Akibat hal itu, Presiden Soeharto mencopot Ibnu Sutowo dari jabatannya sebagai Dirut Pertamina pada 1976. Akan tetapi, Ibnu Sutowo tidak pernah diadili atas dugaan korupsi hingga tutup usia pada 12 Januari 2001.
Selain kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan Pertamina, Ibnu Sutowo juga terlibat skandal pemerasan dan penipuan untuk mendirikan sebuah restoran di New York, Amerika Serikat.
Di bawah kepemimpinannya, Ibnu mengembangkan sejumlah proyek yang tidak berkaitan dengan inti bisnis Pertamina. Antara lain proyek Menara Pertamina di Jalan Gatot Soebroto, Pertamina Cottages di Irian Jaya (kini Papua), serta restoran Ramayana.
Kabar itu mencuat pada 1977 setelah Ibnu dicopot. Dikutip dari arsip surat kabar Kompas pada 4 Februari 1977, saat itu Komisi Saham dan Bursa Amerika Serikat (SEC) menyatakan Ibnu memeras 54 perusahaan dan sejumlah individu di AS sebesar 1,2 juta Dolar AS atau saat itu setara Rp 456,5 juta.
Menurut laporan SEC, Ibnu menggunakan uang yang diperolah dari berbagai perusahaan dan individu itu digunakan untuk modal restoran Ramayana di New York. Restoran yang menawarkan kuliner Indonesia itu disebut dibuka dengan tujuan menarik pemodal sekaligus meningkatkan citra Indonesia di AS.
SEC menyatakan Ibnu Sutowo dan Pertamina tidak mendaftarkan saham usaha restoran itu ke lembaga mereka, yang menurut undang-undang di AS adalah hal yang wajib dilakukan. Mereka kemudian membawa perkara itu ke pengadilan federal.
Menurut laporan SEC, Ibnu 'memalak' sejumlah perusahaan asing itu dengan mengontak perwakilan mereka melalui telepon dengan 'mengancam' akan mengutak-atik konsesi daerah tambang minyak mereka di Indonesia. Alhasil, para perusahaan itu terpaksa membeli saham restoran Ramayana.
Sejumlah perusahaan yang terpaksa membeli saham restoran Ramayana adalah Caltex Petroleum Company, Mobil, Atlantic Richfield, serta Brown and Root. Perusahaan-perusahaan itu mempunyai bisnis di Indonesia dan kontrak kerja dengan Pertamina.
Piet Haryono yang saat itu sudah menggantikan Ibnu sebagai Dirut Pertamina menyatakan kemungkinan besar restoran itu ditutup. Menurut dia perluasan bisnis Pertamina ke sektor lain melalui anak perusahaan dinilai bakal membuat permasalahan lain.
"Sebab sumber pokok pendapatan Pertamina tetap minyak. Kalau anak perusahaan dipakai untuk mencari kekayaan, itu nantinya akan nggedabyah, meluas dalam arti negatif," kata Piet saat itu.
Ibnu lantas dipanggil ke New York untuk menghadiri persidangan di pengadilan federal pada 2 Agustus 1977. Di depan hakim Ibnu mengakui semua tuduhan SEC.
Sumber:
KOMPAS edisi 4 Februari 1977: Tuduhan di AS: Memeras untuk Mendirikan Restoran Ramayana.
KOMPAS edisi 7 Februari 1977: Pertamina Sedang Pelajari Tuduhan US-SEC.
KOMPAS edisi 3 September 1977: Ibnu Sutowo Menerima Semua Tuduhan SEC.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/21/09355131/ibnu-sutowo-dan-skandal-restoran-ramayana