JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru saja melaporkan dua kasus kematian Covid-19 varian Omicron di Indonesia pada Sabtu (22/1/2022) kemarin. Kematian akibat varian Omicron itu menjadi alarm bahaya bagi orang dengan penyakit komorbid.
Pasalnya, Direktur Pencegahan Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kedua pasien tersebut memiliki komorbid atau penyakit bawaan.
“Satu kasus merupakan transmisi lokal meninggal di Rumah Sakit (RS) Sari Asih Ciputat dan satu lagi merupakan pelaku perjalanan luar negeri, meninggal di RSPI Sulianto Saroso,” kata Nadia dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/1/2022).
Nadia pun menjelaskan, kedua pasien berjenis kelamin perempuan dengan usia 54 tahun dan laki-laki berusia 64 tahun.
Adapun Nadia mengatakan pasien lansia berjenis kelamin laki-laki belum divaksinasi Covid-19. Sementara, pasien yang perempuan sudah divaksinasi lengkap.
Diketahui pula, pasien perempuan yang merupakan pelaku perjalanan luar negeri memiliki multi-komorbid seperti hipertensi, diabetes melitus (DM), serta obesitas.
"Yang PPLN perempuan 54 tahun sudah divaksinasi tapi DM-nya tidak terkontrol baik," kata Nadia.
Sementara pasien Omicron laki-laki yang merupakan kasus transmisi lokal dan belum divaksinasi, mempunyai penyakit penyerta di antaranya hipertensi dan penyakit ginjal.
Gejala utama sesak napas
Nadia pun menjelaskan, sesak napas merupakan gejala utama dari pasien Covid-19 varian Omicron yang diberitakan meninggal dunia. Gejala sesak napas tersebut muncul lantaran saturasi oksigen pasien kurang dari 80 persen.
"Gejala utama sesak karena saturasi kurang dari 80 persen," ujar Nadia.
Namun demikian, Nadia tak menjelaskan lebih rinci mengenai kronologi gejala yang dialami dua pasien Covid-19 varian Omicron tersebut hingga akhirnya meninggal dunia.
Saat dikonfirmasi ke RS Sari Asih Ciputat, dalam keterangan tertulis mereka mengatakan pasien lansia dengan inisial MR (64) datang ke IGD pada 11 Januari 2022 dengan beberapa keluhan dan penurunan kesadaran.
"Saat dilakukan diagnosa penyakit melalui rontgen, tes antigen, dan swab test PCR, pasien dinyatakan positif Covid-19. Karena kondisi pasien, dari IGD kemudian dirawat di ruang ICU isolasi untuk mendapatkan perawatan intensif," tulis RS Sari Asih Ciputat dalam keterangan tertulis mereka.
"Pasien sudah meninggal di hari kedua perawatan ICU isolasi," jelas RS Sari Asih Ciputat.
Percepat vaksinasi
Untuk mengurangi risiko fatalitas akibat varian Omicron, pemerintah pun diminta untuk mempercepat vaksinasi, terutama untuk kelompok rentan dan lansia.
Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman pun mengatakan, pemerintah seharusnya mampu mengejar cakupan vaksinasi dosis kedua hingga 75 persen sebelum bulan ramadhan yang diperkirakan jatuh pada Mei 2022 untuk menekan angka penularan Covid-19.
"Jadi (vaksinasi) ini harus digenjot, bahkan melihatnya bukan hanya dari potensi puncak gelombang tiga Omicron, tapi juga antisipasi nanti menjelang puasa. Sebelum bulan ramadhan kejar cakupan dua dosis mencapai 75 persen minimal," ujar Dicky ketika dihubungi.
Adapun berdasarkan data terakhir Kemenkes, total cakupan vaksinasi dosis pertama untuk lansia mencapai 71,29 persen. Sementara, untuk lansia yang telah mendapatkan vaksinasi dosis kedua sebesar 46,41 persen dari target sebanyak 21.553.118.
Kemudian, untuk masyarakat rentan dan umum, total capaian vaksinasi dosis pertama sebanyak 72,16 persen dan vaksinasi dosis kedua sebesar 49,60 persen dari target 141.211.181 penduduk yang divaksinasi.
"Dan saat ini, itu ada kurang lebih 40 persen atau 30 persen masyarakat yang rawan (tertular Covid-19) karena belum divaksin, dan ini bicara vaksin dua dosis lengkap," tutur Dicky.
"Kemudian bicara soal lansia, itu kita masih 50 persen yang belum vaksin lengkap, apalagi bicara booster. Artinya harus dikejar, karena kalau tidak mereka akan jadi korban," kata Dicky.
https://nasional.kompas.com/read/2022/01/23/16044521/2-kasus-kematian-pasien-omicron-di-ri-tanda-bahaya-untuk-orang-berpenyakit