Salin Artikel

"Nusantara" untuk Siapa?

Rencana pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur sudah di depan mata.

RUU Ibu Kota Negara (IKN) yang disodorkan pemerintah sudah setujui DPR RI melalui rapat paripurna.

Hampir semua fraksi di DPR RI merestui rencana Presiden Jokowi ini, kecuali PKS yang merupakan partai oposisi.

Rencana menggeser Ibu Kota negara dari Jakarta sebenarnya ide lama. Wacana ini sudah ada sejak era Presiden Soekarno hingga Presiden Soeharto.

Rencana pemindahan Ibu Kota pernah dilontarkan Presiden Soekarno pada 1957 dan 1965.

Palangka Raya, Kalimantan Tengah disebut sebagai wilayah yang cocok menjadi Ibu Kota negara menggantikan Jakarta.

Gagasan memindahkan Ibu Kota negara juga muncul di era Presiden Soeharto. Berbeda dengan Soekarno, Presiden Soeharto mengusulkan daerah Jonggol, Bogor, Jawa Barat sebagai Ibu Kota negara.

Namun rencana ini menguap begitu saja.

Wacana serupa juga ada para era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sama seperti sebelumnya, rencana ini juga tak jelas kelanjutannya.

Di era pemerintahan Jokowi, gagasan ini muncul kembali. Wacana ini dilontarkan pada 2017 dan dibahas lagi pada 2018.

Jokowi akhirnya memutuskan memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa.

Keputusan ini diambil pada rapat kabinet terbatas yang digelar di Kantor Presiden, Jakarta pada Senin (29/4/2019).

Penajam Paser Utara dipilih sebagai lokasi Ibu Kota negara baru menggantikan Jakarta.

Ugal-ugalan dan kejar setoran

Pembahasan dan pengesahan ‘beleid’ yang menjadi payung hukum ‘Nusantara’ ini dianggap tergesa-gesa.

PKS menilai, DPR RI dan pemerintah ugal-ugalan dan terkesan kejar setoran.

Tak hanya PKS, tudingan serupa juga dilontarkan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).

Lembaga yang ‘concern’ dengan sepak terjang parlemen ini menilai pembahasan RUU IKN terkesan kejar setoran.

Sama seperti RUU Cipta Kerja, pembahasan RUU IKN juga dinilai mengabaikan masyarakat yang hendak memberi masukan.

Pembahasan dan pengesahan RUU IKN yang supercepat dan minim partisipasi publik ini menyisakan pertanyaan dan menimbulkan kecurigaan.

Ada kesan, bukan hajat publik, namun kepentingan pemerintah dan elite politik yang dikedepankan.

Idealnya, jika tujuan pemindahan Ibu Kota Negara adalah untuk kepentingan bangsa, maka pembahasannya tidak perlu sembunyi-sembunyi dan minim partisipasi.

Perpindahan ibu kota bukan hal yang bisa terjadi tiap hari. Karena itu, mestinya harus ada sosialisasi dan ruang diskusi yang panjang dan mendalam.

Mestinya DPR RI dan pemerintah belajar dari putusan Mahkamah Konstitusi dalam uji materi UU Cipta Kerja.

MK menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat, karena melanggar sejumlah aspek formil. Salah satunya terkait minimnya partisipasi publik.

Minim kajian dan membebani anggaran

Tak hanya ugal-ugalan dan kejar setoran, pembahasan dan pengesahan RUU IKN ini juga dianggap minim kajian.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengatakan, perpindahan Ibu Kota Negara tidak bisa dilakukan sembarangan karena akan berdampak banyak bagi masyarakat dan lingkungan.

Hasil studi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN yang dilakukan WALHI menunjukkan tiga permasalahan mendasar bila IKN dipaksakan.

Di antaranya ancaman terhadap tata air dan risiko perubahan iklim, ancaman terhadap flora dan fauna, serta ancaman terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Penentuan lokasi juga dianggap tidak mempertimbangkan hasil uji lingkungan, ekonomi, dan politik.

Karena di lokasi yang bakal menjadi ibu kota baru ini ada 90 lubang tambang dan lebih dari 160 konsesi. Wilayah ini juga memiliki persoalan hidrologi.

Selain minim kajian, pemindahan ibu kota juga dianggap membebani anggaran. Saat ini utang pemerintah mencapai Rp 6.687,28 triliun, setara dengan 39,69 persen produk domestik bruto.

Sementara kebutuhan anggaran untuk IKN, diperkirakan mencapai Rp 466 triliun. Anggaran sebesar ini dipastikan akan menggerus keuangan negara.

Meski sarat kritik dan masukan, pemerintah dan DPR tetap melenggang dan mengesahkan RUU IKN menjadi undang - undang.

Hal ini tentu menyisakan tanya dan curiga, siapa sebenarnya yang berkepentingan dan diuntungkan?

Proyek ini juga dipastikan tidak akan selesai di era pemerintahan Jokowi.

Lalu bagaimana nasibnya nanti? Saksikan pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (19/1/2022), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.30 WIB.

https://nasional.kompas.com/read/2022/01/19/10524061/nusantara-untuk-siapa

Terkini Lainnya

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke