JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Sukamta meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih kuat terkait siber menyusul berulang kalinya kebocoran data di Indonesia.
Terkini, Sukamta mengungkapkan telah terjadi kebocoran data di situs Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan data anggota Polri.
"Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan umum tentang siber yang kuat, tentunya dalam koridor peraturan dan perundang-undangan," kata Sukamta dalam keterangannya, Sabtu (20/11/2021).
Wakil Ketua Fraksi PKS itu mengatakan, dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) disebutkan serangan siber merupakan ancaman terhadap negara.
Oleh karena itu, dia menekankan perlunya peningkatan awareness para pimpinan lembaga terhadap data security, update technology, peningkatan kapasitas SDM, dan anggaran.
Di sisi lain, Sukamta berpendapat bahwa kondisi ketahanan dan keamanan siber (KKS) Indonesia sangat lemah dan menjadi pekerjaan rumah yang harus dikelola dari hulu hingga hilir.
"Pekerjaan hulu tentunya ada pada peraturan dan perundangan-undangan. Dunia maya kita perlu diatur agar tidak menjadi rimba belantara. Hingga saat ini baru UU ITE yang mengatur ranah siber kita," jelasnya.
Sukamta menggambarkan peran penting legislasi dalam penguatan siber dari hulu.
Jika menggunakan Diagram Venn, kata dia, maka himpunan semestanya adalah relasi internet dan manusia.
"Lalu di dalamnya ada himpunan KKS (cyber security & defense), keamanan data (data security), transaksi elektronik, cyber crime, perilaku manusia sebagai pengguna internet (digital / information behavior), digital sovereignity dan semuanya beririsan pada soal pelindungan data yang salah satunya adalah pelindungan data pribadi (PDP)," ucapnya.
Menurut dia, masih banyak himpunan yang kosong dan belum ada regulasi yang mengaturnya.
Oleh karena itu, ia mendesak hadirnya RUU KKS dan RUU PDP.
"Semoga RUU KKS bisa dimasukkan kembali dalam Prolegnas. Dan semoga RUU PDP segera selesai dan disahkan menjadi undang-undang," harap dia.
Kendati demikian, menurutnya UU membutuhkan waktu yang panjang untuk pembahasan hingga disahkan.
Oleh karena itu, Sukamta mendesak pemerintah mengambil jalan tengah dengan membuat kebijakan sembari merampungkan RUU.
"Saya mendesak pemerintah agar mengeluarkan kebijakan untuk memperkuat siber kita," imbuh dia.
Selain itu, Sukamta berpendapat bahwa dasar hukum BSSN yaitu Perpres Nomor 53 Tahun 2017 jo. nomor 28 Tahun 2021 tidak cukup dalam menguatkan ketahanan siber.
Oleh karena itu, dia menilai BSSN harus diperkuat dengan sebuah UU.
"Karena BSSN diharuskan mengoordinasikan semua fungsi KKS di lembaga-lembaga publik secara nasional. Jangan sampai ada ego sektoral di sini, karena bisa menghambat dan memperlambat semuanya," jelasnya.
Belakangan, di Indonesia kerap terjadi peretasan dan kebocoran data yang menimpa masyarakat.
Beberapa di antaranya adalah kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia, data BPJS, data E-hac, data KPAI, bahkan data pribadi Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin.
Kasus terbaru adalah bobolnya situs BSSN dan kebocoran data anggota Polri.
Diketahui, sebanyak 28.000 data anggota Polri dibagikan di Raidforum yang mencakup nama, alamat, pangkat, satuan kerja, tanggal lahir, jenis pelanggaran, nomor HP, dan email lewat serangan siber.
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/21/16444041/cegah-kebocoran-data-anggota-dpr-minta-pemerintah-keluarkan-kebijakan