JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mengatakan, tingginya kadar parasetamol di Teluk Jakarta menunjukkan buruknya pengelolaan limbah farmasi.
Menurut dia, kondisi ini berbahaya bagi kehidupan biota laut dan manusia yang mengonsumsi makanan dari laut.
"Kondisi ini menunjukkan cara pengelolaan limbah farmasi yang buruk dan tidak tertata dengan baik," kata Netty dalam keterangannya, Senin (4/10/2021).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menuturkan, pengelolaan limbah farmasi seharusnya menjadi perhatian pemerintah.
Ia mengatakan, konsumsi obat-obatan meningkat pada masa pandemi dan berdampak pada tingginya limbah.
Oleh karena itu, Netty mendorong pemerintah agar mengatur tata kelola limbah farmasi dengan tegas, terutama pengelolaan limbah cair, baik yang diproduksi rumah tangga maupun pabrik.
"Sikap tegas diperlukan agar tidak berdampak buruk pada kerusakan lingkungan. Harus ada sanksi bagi rumah tangga, apartemen, industri dan lain-lain yang membuang limbah cair sembarangan," jelasnya.
Netty menambahkan, selain sanksi, pemerintah juga harus melakukan edukasi kepada publik terkait penggunaan produk farmasi yang benar.
Sebab, menurutnya dengan edukasi dan sanksi akan membuat masyarakat lebih bertanggung jawab soal pengelolaan limbah.
"Sisa obat yang tidak digunakan tidak boleh dibuang sembarangan," kata Netty.
Netty juga meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta segera melakukan investigasi penyebab tingginya kadar parasetamol di perairan Teluk Jakarta.
Ia pun meminta penjelasan dari mana asal parasetamol yang ada di Teluk Jakarta itu.
"Apakah ini akibat konsumsi masyarakat yang tinggi atau memang berasal dari industri atau rumah sakit yang sistem pengelolaan air limbahnya sembarangan," kata dia.
"Tindak tegas apabila terjadi kelalaian agar menjadi pelajaran bagi yang lainnya tentang pentingnya menjaga lingkungan," ucap Netty.
Diketahui, hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan teluk Muara Angke dan Pantai Ancol memiliki konsenterasi parasetamol yang cukup tinggi dibandingkan wilayah lain.
BRIN melakukan penelitian di beberapa perairan Jakarta, yakni di Muara Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing.
Hasil penelitian ini termuat dalam Journal Q1 dengan judul High concentration of paracetamol in effluents dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia (Marine Pollution Bulletin, 2021), serta Long-term exposure of marine mussels to paracetamol (Environmental Science & Marine Pollution, 2021).
Peneliti Oseanografi BRIN, Zainal Arifin, membeberkan sejumlah dugaan penyebab pencemaran parasetamol di sejumlah teluk Jakarta.
Zainal menduga, pencemaran itu akibat gaya hidup atau konsumsi parasetamol hingga pembuangan obat kadaluarsa yang masih sembarangan.
“Misal dari gaya hidup dari kita publik. Kedua, obat-obat kadaluarsa yang tidak diolah dengan baik dibuang sembarangan,” kata Zainal dalam konferensi pers virtual, Senin (4/10/2021).
Selain itu, menurutnya, sumber pencemaran parasetamol juga bisa berasal dari pengelolaan air limbah yang belum optimal.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/04/18212601/kadar-parasetamol-di-teluk-jakarta-tinggi-anggota-dpr-bukti-buruknya