Salin Artikel

Pakar: KPK Menunjukkan Taring ke Sesama Lembaga Negara, Bukan Koruptor

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan keberatan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI (ORI) mengenai proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

Salah satunya, KPK menilai Ombudsman telah melakukan pelanggaran hukum dengan memeriksa laporan yang sedang ditangani pengadilan.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, pokok perkara yang diperiksa Ombudsman RI merupakan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2020 yang saat ini sedang dalam proses pengujian di Mahkamah Agung (MA).

Menanggapi hal itu, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai tudingan KPK itu tidak berdasar.

Bivitri mengatakan, sesuai Undang-Undang Ombudsman RI, pemeriksaan terkait tindakan malaadministrasi di kementerian atau lembaga tidak ada hubungannya dengan (MA).

“Yang dinilai MA kan norma sebuah peraturan dalam hal ini, perkom, apakah sudah sesuai dengan norma peraturan di atasnya atau tidak. Apapun hasil MA nanti, tidak ada pengaruhnya pada rekomendasi ORI, karena objek pemeriksaan dan wewenangnya memang beda,” kata Bivitri, Jumat (6/8/2021).

“Saya rasa KPK terlalu emosional untuk menerima (LAHP Ombudsman) sehingga tidak jernih memahami hukum kita sendiri dan relasi kelembagaan,” ujar dia.

Selain itu, menurut Bivitri, keberatan yang disampaikan melalui konferensi pers merupakan cara KPK lembaga antirasuah itu membenarkan pembuktian versinya sendiri.

Menurut Bivitri, KPK berusaha merebut wacara publik dengan pernyataan-penyataan yang mengiring seakan-akan Ombudsman salah.

“KPK seakan-akan galak menunjukkan taringnya pada tempat yang salah, bukan ke koruptor tetapi ke sesama lembaga negara yang sedang berusaha mengoreksi tindakannya yang salah,” ucap Bivitri.

“Karena yang namanya konferensi pers kan memang bukan forum debat yang seimbang,” tutur dia.

Adapun sikap keberatan disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers, Kamis (5/8/2021).

Beberapa poin keberatan itu antara lain, KPK berpandangan Ombudsman melanggar hukum karena melakukan pemeriksaan terhadap materi yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung (MA), yakni Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 tahun 2021.

KPK juga berpandangan, para pelapor yakni perwakilan pegawai KPK, tidak memiliki hak untuk melaporkan penyelenggaraan TWK.

Ghufron mengatakan, peraturan alih status pegawai KPK, pelaksanaan dan penetapan hasil TWK bukan perkara pelayanan publik.

Selain itu, terkait dengan kontrak backdate, Ghufron menyampaikan bahwa hal itu tidak memiliki konsekuensi hukum dengan keabsahan TWK dan hasilnya.

Tindakan korektif

Terkait temuan malaadministrasi, Ombudsman memberikan empat catatan atau tindakan korektif terkait temuan malaadaministrasi.

Pertama, KPK memberikan penjelasan kepada pegawai KPK perihal konsekuensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk informasi atau dokumen sah.

Kedua, pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.

Ketiga, hasil TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan, tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat.

Keempat, 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dialihkan statusnya menjadi pegawai ASN sebelum 30 Oktober 2019.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/06/16453911/pakar-kpk-menunjukkan-taring-ke-sesama-lembaga-negara-bukan-koruptor

Terkini Lainnya

Keluarga Besar Sigar Djojohadikusumo Gelar Syukuran Terpilihnya Prabowo Presiden RI di Langowan

Keluarga Besar Sigar Djojohadikusumo Gelar Syukuran Terpilihnya Prabowo Presiden RI di Langowan

Nasional
Banyak Keterlambatan, Ketepatan Penerbangan Jemaah Haji Baru 86,99 Persen

Banyak Keterlambatan, Ketepatan Penerbangan Jemaah Haji Baru 86,99 Persen

Nasional
Kemenhub Catat 48 Keterlambatan Penerbangan Jemaah Haji, Paling Banyak Garuda Indonesia

Kemenhub Catat 48 Keterlambatan Penerbangan Jemaah Haji, Paling Banyak Garuda Indonesia

Nasional
PSI: Putusan MA Tak Ada Kaitannya dengan PSI maupun Mas Kaesang

PSI: Putusan MA Tak Ada Kaitannya dengan PSI maupun Mas Kaesang

Nasional
Kunker ke Sichuan, Puan Dorong Peningkatan Kerja Sama RI-RRC

Kunker ke Sichuan, Puan Dorong Peningkatan Kerja Sama RI-RRC

Nasional
Jokowi Beri Ormas izin Usaha Tambang, PGI: Jangan Kesampingkan Tugas Utama Membina Umat

Jokowi Beri Ormas izin Usaha Tambang, PGI: Jangan Kesampingkan Tugas Utama Membina Umat

Nasional
MA Persilakan KY Dalami Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah

MA Persilakan KY Dalami Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Tingkatkan Pelayanan, Pertamina Patra Niaga Integrasikan Sistem Per 1 Juni 2024

Tingkatkan Pelayanan, Pertamina Patra Niaga Integrasikan Sistem Per 1 Juni 2024

Nasional
Politik Belah Bambu, PDI-P Bantah Tudingan Projo yang Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

Politik Belah Bambu, PDI-P Bantah Tudingan Projo yang Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

Nasional
Narasi Anak Muda Maju Pilkada Usai Putusan MA Dianggap Cuma Pemanis

Narasi Anak Muda Maju Pilkada Usai Putusan MA Dianggap Cuma Pemanis

Nasional
Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Nasional
Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Nasional
Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Nasional
Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke