Robert mengatakan, masukan ORI berupa laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) itu semestinya langsung ditindaklanjuti, bukan malah dibalas dengan produk dokumen yang setara.
"Enggak ada balas-membalas bahan. LHAP tak mungkin dibalas LHAP atau apa pun itu dari mereka. Namun, saya anggap itu bagian dari komunikasi antar-lembaga saja, bukan produk formal dari mereka. Sebab, produk Ombudsman tidak bisa dijawab dengan produk dokumen setara, tetapi dijalankan," kata Robert dikutip dari Kompas.id, Kamis (5/8/2021).
Dia menegaskan, LAHP yang berisi tindakan korektif ataupun rekomendasi ORI adalah produk dari lembaga negara yang wajib ditaati terlapor.
Jika terlapor tidak mematuhi LAHP dan rekomendasi, artinya tidak patuh hukum.
Seorang pejabat yang tak patuh hukum, kata Robert, melanggar sumpah jabatan dan berimplikasi hukum. Menurut UU ORI, pejabat bisa terkena sanksi administratif.
"Namun, kami belum sampai ke tahap (pengenaan sanksi) tersebut. Hari ini, kami berada di saran perbaikan dan tindakan korektif untuk dipatuhi. Fokus kami adalah pada dijalankannya tindakan korektif, bukan soal sanksi," ucapnya.
Diberitakan, Pelaksana Tugas Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan, masukan ORI terkait pelaksanaan TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) itu tidak final dan mengikat.
Karena itu, BKN tengah menyiapkan argumentasi hukum untuk dikirimkan ke ORI.
"Sedang dibuat argumentasi hukum yang kuat untuk melawan keputusan Ombudsman," ujar Bima.
Saat ini, pihaknya masih menyusun jawaban atas masukan ORI tersebut bersama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manuisa serta Kejaksaan Agung.
Bima berpendapat, ada kesalahan logika hukum dari hasil temuan ORI. Seharusnya, jika TWK itu dianggap oleh ORI sebagai malaadministrasi, semua pegawai dinyatakan tidak memenuhi syarat atau dibatalkan.
"Bukan yang TMS (tidak memenuhi syarat) malah jadi MS (memenuhi syarat). Logika hukumnya kacau," tuturnya.
Menurut dia, ORI sama sekali tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi. Sesuai peraturan perundang-undangan, pemberian sanksi oleh Presiden, bukan dari ORI.
Lagi pula, kementerian dan lembaga, seperti KPK, BKN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), berada di bawah Presiden.
"Bukan di bawah ORI. Ya, manut-nya (patuhnya) sama Presiden bukan sama ORI. ORI sendiri tak punya kewenangan. ORI minta Presiden memberi sanksi. Jadi, semua terserah Presiden," ujar Bima.
https://nasional.kompas.com/read/2021/08/05/12333331/tanggapi-bkn-ombudsman-lahp-soal-twk-bukan-dijawab-dengan-dokumen-tetapi