Salin Artikel

KPU Simulasikan 6 Model Surat Suara untuk Pemilu 2024

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini memiliki 6 model untuk menyederhanakan surat suara untuk pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Simulasi ke-6 model surat suara tersebut telah dilakukan di internal KPU dengan menyiapkan 6 TPS serta enam varian surat suara itu.

Anggota KPU Evi Novida Ginting mengatakan, pihaknya telah melakukan kajian penelitian tentang penyederhanaan surat suara.

"Yang dilakukan pertama adalah simulasi secara internal. Saat simulasi, kami lakukan survei kecil yang diharapkan bisa menjadi langkah ke depan untuk melakukan simulasi berikutnya," kata Evi di acara diskusi bertajuk "Menyederhanakan Surat Suara" yang digelar Perludem secara daring, Minggu (1/8/2021).

Evi menjelaskan, untuk Model 1 surat suara adalah dengan menggabungkan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara, yakni Pemilihan Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam satu surat suara.

Dengan demikian, kata dia, maka surat suara pun cukup satu lembar, tidak lima lembar seperti sebelumnya.

"Tata cara pemberian suaranya dengan menuliskan nomor urut pada kolom yang disediakan. Jadi disiapkan kolomnya, kemudian gambar dan nomor urut partai di atas dan berurutan dari tingkat pemilihannya, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota," kata Evi.

Evi mengatakan, KPU menyiapkan daftar calon presiden di luar TPS, yakni di papan pengumuman. Sedangkan daftar para calon legislatif dan DPD ditempel di bilik suara.

Dalam surat suara model ini, kata dia, foto para calon anggota DPD tidak dicantumkan.

Selanjutnya Model 2, yakni penggabungan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara.

Perbedaan dengan Model 1 berupa susunan partai politik dan jenis pemilihannya.

"Kalau tadi (Model 1) dalam satu kolom terbagi 3 tingkatan, kalau ini bentuknya landscape dan dipisahkan daftar DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota jadi terpisah masing-masing tingkatan dengan partai politiknya," terang Evi.

Sama halnya dengan Model 1, daftar calon presiden pada model ini juga ditempel di papan pengumuman dan legislatif serta DPRD di dalam bilik suara.

Cara memilihnya pun dengan menulis nomor urut calon di dalam kolom yang disediakan di surat suara.

Sementara Model 3, kata Evi, surat suara DPD dengan DPR, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan Presiden dipisahkan.

"Jadi DPD surat suaranya khusus karena kami ingin sebagaimana dalam UU disebutkan, surat suara mencantumkan foto untuk Presiden dan DPD agar masih bisa menyesuaikan dengan UU," kata Evi.

Sebab jika cara memilih di surat suara dengan menulis, kata dia, maka undang-undang (UU) Pemilu pun harus diubah karena dalam UU disebutkan dengan sangat spesifik bahwa memungut suara adalah dengan cara mencoblos.

Adapun yang membedakan Model 3 dengan Model 2 adalah surat suara DPD dengan pemilihan DPR, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota serta letak partai politik tidak dalam 1 kolom tingkatan dengan DPR dan DPRD.

"Selanjutnya Model 4, penggabungan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara. Perbedaannya, dalam surat suara, foto DPD bisa dicantumkan tapi ada keterbatasan. Kami rancang bisanya hanya 20 foto," kata dia.

Padahal di daerah, jumlah calon anggota DPD berbeda-beda bahkan ada yang hingga 40 orang.

Sementara, kata dia, tata cara pemilihan Model 4 adalah dengan mengunakan pencoblosan.

"Jadi semua nama, nomor calon legislatif dicantumkan dalam surat suara, makanya surat suaranya jadi besar. Panjangnya 59,4 cm. Hanya kolom untuk mencoblosnya kelihatan kecil, jadi rapat antara satu calon dengan yang lain," kata dia.

Pada Model 5, jelas Evi, surat suara DPD dengan calon presiden dan calon legislatif terpisah sehingga terdapat dua lembar surat suara.

Hal tersebut dilakukan supaya bisa memberikan ruang yang banyak bagi calon DPD lebih dari 20 orang.

Metode yang digunakan dalam model ini adalah pencoblosan karena ukuran surat suara yang juga besar.

Sementara itu pada Model 6, metode pemilihan yang digunakan adalah mencontreng.

"Jadi kami siapkan metode mencontreng dengan pemisahan surat suara DPD. Kami memberikan khusus untuk DPD supaya bisa dapat ruang lebih bagi calonnya," kata dia.

Lebih lanjut, Evi mengatakan, dari beberapa model yang disiapkan, pihaknya menyadari hal tersebut dapat memberikan konsekuensi terhadap perubahan UU.

Sebab, pemberian suara dengan cara tidak dicoblos. Dengan demikian, maka perubahan UU Nomor 7 Tahun 2017 pada Pasal 353 dan 386 pun harus dilakukan.

Evi mengatakan, dari kajian-kajian tersebut nantinya pihaknya juga akan menyampaikannya kepada pembuat UU.

Pihaknya akan merumuskan kembali kajian tersebut apabila diterima dan dibahas oleh pembuat UU.

"Kami harap apa yang dilakukan dapat jalannya untuk bisa diterapkan di Pemilu 2024," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/01/13194951/kpu-simulasikan-6-model-surat-suara-untuk-pemilu-2024

Terkini Lainnya

Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Nasional
Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Nasional
TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

Nasional
ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

Nasional
Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Nasional
Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Nasional
Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Nasional
Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Nasional
Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Nasional
3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

Nasional
Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nasional
Kecelakaan Bus 'Studi Tour', Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Kecelakaan Bus "Studi Tour", Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke