Salin Artikel

Mampukah PPKM Darurat Mengendalikan Pandemi?

PEMERINTAH akhirnya menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali. Kebijakan yang berlaku sejak 3 hingga 20 Juli 2021 ini guna mengatasi pandemi yang semakin menjadi-jadi.

Aturan ini diniatkan untuk mengendalikan pandemi yang makin hari angka kasusnya makin tinggi. Varian baru virus corona seperti Alpha, Beta, Delta dan Kappa diduga membuat penularan virus asal Wuhan, China ini makin menggila.

Selain itu, varian baru virus ini diyakini lebih mudah menular dan menimbulkan gejala berat pada orang yang terpapar.

Selama pemberlakuan PPKM Darurat Jawa-Bali ini, masyarakat diminta untuk mengurangi mobilitas dan aktivitas di luar rumah. Masyarakat diminta stay di rumah saja.

Salah satu upaya membatasi mobilitas dan lalu lintas warga adalah dengan menerapkan aturan yang lebih ketat, seperti melakukan penyekatan dan pembatasan.

Bukan barang baru

Kebijakan ini sebenarnya bukan barang baru. Sejak pandemi Covid-19 melanda karena virus corona menyebar dan menular kemana-mana, pemerintah sudah menerapkan kebijakan serupa dengan varian atau embel-embel berbeda, seperti PPKM dan PPKM Mikro.

Sebelum PPKM, pemerintah juga pernah membuat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan yang pertama dibuat untuk mengendalikan penyebaran dan penularan virus corona ini esensinya sama dengan PPKM, yakni membatasi mobilitas warga.

Pemerintah lebih memilih memberlakukan PPKM dibanding menerapkan lockdown untuk mengatasi pandemi dan mengendalikan ledakan kasus akibat penularan virus corona gelombang kedua.

Pemerintah berdalih, meski nama yang disematkan berbeda namun esensinya sama, yakni membatasi pergerakan manusia.

Gagap dan tak siap

Hari pertama pemberlakuan PPKM Darurat diwarnai dengan kemacetan parah pada sejumlah ruas jalan di Jakarta dan sejumlah daerah penyangga ibu kota. Sebab, banyak warga yang mengaku belum tahu.

Selain itu, diduga masih banyak perusahaan nonesensial dan kritikal yang masih tetap meminta karyawannya bekerja dari kantor yang berlokasi di Jakarta dan sekitarnya.

Kemacetan juga dipicu adanya aturan dadakan yang dibuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta mewajibkan, selama PPKM Darurat setiap orang yang akan masuk Jakarta harus mengantongi Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP).

Surat tersebut harus dibawa oleh para pekerja di sektor esensial dan sektor kritikal, serta perorangan dengan kebutuhan mendesak.

Sayangnya, kebijakan tersebut baru diumumkan di akun media sosial Pemprov DKI pada hari kedua pelaksanaan PPKM Darurat, yakni pada Minggu malam (4/7/2021).

Akibatnya, ribuan pekerja yang hendak masuk Jakarta dari kota penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang tidak membawa STRP dicegat dan diminta balik kanan oleh petugas di lapangan.

Sejumlah warga yang hendak mencari vitamin, obat-obatan dan kebutuhan medis lainnya seperti oksigen juga mengaku kesulitan karena susah masuk Jakarta. Padahal, sebagian besar kebutuhan medis bagi pasien Covid-19 tersebut banyak berada di Jakarta.

Berharap pada PPKM Darurat

Guna mengatasi sejumlah persoalan tersebut, pemerintah pusat dan daerah membuat sejumlah terobosan. Kementerian Kesehatan, misalnya.

Kementerian yang dipimpin Budi Gunadi Sadikin ini membuka layanan telemedicine atau konsultasi kesehatan virtual bagi pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri.

Konsultasi kesehatan melalui layanan telemedicine ini gratis. Selain itu, pasien Covid-19 juga akan mendapatkan obat gratis sesuai gejala yang dialami.

Ini dilakukan untuk memudahkan masyarakat, khususnya pasien Covid-19 mendapat layanan kesehatan di tengah pemberlakuan PPKM Darurat dan masa pandemi.

Pemerintah daerah juga tak hanya menyandarkan harapan pada PPKM Darurat yang masih berjalan. Sebagian dari mereka membuat kebijakan guna menangani dan mengendalikan pandemi.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku mengalihkan dana 11 proyek infrastruktur untuk penanganan pandemi. Anggaran senilai Rp 140 miliar tersebut dialihkan untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan dan vitamin bagi pasien Covid-19.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membuat kebijakan lockdown tingkat Rukun Tetangga (RT). Dia memerintahkan ribuan RT di Jateng yang masuk kategori zona merah untuk menutup diri.

Kebijakan ini dilakukan guna memaksimalkan pelaksanaan PPKM Darurat. Kebijakan ini juga melengkapi "Jogo Tonggo" (jaga tetangga), yakni strategi menahan laju penularan virus corona yang sudah ada sebelumnya.

Sementara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana mengalihfungsikan sejumlah rumah susun, stadion indoor dan gedung konvensi untuk menangani pasien covid-19. Ini dilakukan jika kasus aktif di ibu kota mencapai 100.000 kasus.

PPKM Darurat Jawa-Bali sudah berjalan selama lima hari. Tentu kita belum bisa melihat hasilnya hari ini.

Buah dari kebijakan ini baru akan kita rasakan satu atau dua pekan setelah aturan ini diberlakukan.

Kepatuhan semua warga tentu sangat menentukan keberhasilan program ini. Ketegasan pemerintah dan aparat di lapangan juga dibutuhkan agar kebijakan ini bisa berjalan dan berhasil sesuai harapan.

Benarkah banyak daerah yang tak siap dengan PPKM Darurat? Sejauh ini bagaimana efektivitas kebijakan ini? Akankah kebijakan ini mampu mengendalikan pandemi?

Saksikan pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (7/7/2021), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

https://nasional.kompas.com/read/2021/07/07/09042051/mampukah-ppkm-darurat-mengendalikan-pandemi

Terkini Lainnya

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke