Salin Artikel

Gelar Profesor dan Megawati yang Saya Kenal

PENGUKUHAN gelar Profesor Kehormatan (Guru Besar Tidak Tetap) Ilmu Pertahanan Bidang Kepemimpinan Strategik Fakultas Strategi Pertahanan Universitas Pertahanan RI terhadap Megawati Soekarnoputeri di Sentul, Bogor, Jawa Barat hari ini (Jumat, 11 Juni 2021) menarik perhatian.

Orasi ilmiah yang disampaikan Megawati di hadapan senat guru besar Universitas Pertahanan adalah prestasi kepemimpinannya selama rentang masa kepresidenannya (2001 – 2004).

Mengingat posisi putri mendiang Bung Karno itu adalah ketua umum partai politik yang kini menjadi ruling party atau penguasa, tentu penyematan penghargaan ini mengundang pro dan kontra.

Alasan kontra

Pihak yang kontra mendalilkan, penghargaan ini melecehkan dunia akademis karena gelar ini tidak diperoleh melalui jalur akademis yang benar.

Megawati dianggap memanfaatkan “pengaruh” dan “nilai jualnya” untuk tidak perlu melakukan riset lengkap dengan peer review (tinjauan sejawat).

Apalagi orasi yang disampaikan oleh jebolan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran itu, bersifat subyektif karena menilai kepemimpinan diri sendiri.

Pemberian gelar profesor kehormatan tidak lepas dari kerjasama jangka panjang koalisi strategis PDI Perjuangan dengan Gerindra, mengingat institusi Universitas Pertahanan dibawah pengelolaan Kementerian Pertahanan.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto “digadang-gadang” akan dimajukan dengan Puan Maharani sebagai “sepasang pengantin” di pemilihan presiden 2024.

Bahkan skenario lain sudah ramai diwacanakan yakni memasangkan kembali duet Megawati – Prabowo jika terjadi konstelasi politik yang memaksa, misal elektabilitas Puan Maharani susah beranjak naik menyaingi kandidat lain.

Alasan pro

Sebaliknya, pihak yang mendukung keputusan Universitas Pertahanan terhadap penganugerahan profesor kehormatan bagi Megawati juga tidak kalah banyak.

Beberapa guru besar dari berbagai kampus di dalam dan luar negeri menganggap capaian Profesor Megawati adalah layak dan memang sudah tepat.

Apalagi sudah sembilan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri yang telah menganugerahkan doktor honoris causa kepada Megawati.

Profesor Koh Young Hun dari Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea Selatan menyebut peran Megawati yang sangat menonjol dalam kepemimpinan global karena berhasil membawa negara dan pemerintahan Indonesia keluar dari kemelut krisis paska reformasi.

“Kharisma yang unik dan kompetensi yang tinggi di bidang politik sehingga Megawati mendapat kepercayaan dari dunia internasional,” jelas Profesor Koh.

Pengalaman dekat bersama Megawati

Sebagai orang yang pernah “dekat” dan bersama dengan Megawati dalam kurun waktu yang lama, yakni sejak zaman “dikuyoh-kuyoh” Orde Baru-nya Soeharto, saat ditampuk kekuasaan menjadi wakil presiden lalu presiden, hingga masa oposisi, pandangan penulis mencoba keluar dari bayang-bayang subyektifitas personal.

Menurut saya, penghargaan ini tidak melecehkan dunia akademis dan tidak mendegaradasi substansi kegurubesaran sebuah ilmu.

Justru harusnya, penghargaan ini hendaknya dipandang sebagai apresiasi sekaligus sumbangsih untuk dunia keilmuan yang terus berkembang.

Di setiap kesempatan, baik sebelum berpidato atau menghadiri pertemuan, Megawati selalu meminta “up dating” dan masukan dari saya tentang segala sesuatu.

Megawati bukan bodoh tetapi seorang tipe pembelajar yang cerdas. Masukan yang saya berikan diolah dengan pengalaman dan intuisinya yang tajam.

Amatan saya di lapangan, dikemas lagi dengan keajegan pola berpikirnya yang runut dan logis

Mengingat fokus terminasi Universitas Pertahanan terhadap leadership Megawati selama menjabat sebagai presiden, tentu ingatan penulis tertuju kepada penolakan Megawati di tahun 2002 terhadap permintaan Presiden AS George Bush yang meminta ekstradisi Abubakar Ba’asyir terkait tuduhan terlibat teroris.

“Saya tidak sudi dididkte negara lain dan Ba’asyir adalah warganegara Indonesia. Saya wajib melindungi rakyat saya. Soal kesalahan yang dituduhkan, biar hukum Indonesia yang mengadilinya,”ujar Megawati kepada saya ketika itu.

Satu lagi kebijakan tegas tanpa kompromi – seperti mengulang cara Soekarno – ketika AS menolak menjual peralatan militernya kepada Indonesia, Megawati malah mengalihkan pembelian pesawat tempur Sukhoi seri 27 dan 30 ke Rusia.

Tidak hanya pesawat tempur, Mega juga mendatangkan helikopter MI-35, kapal laut jenis korvet sigma class III dan IV serta retrofit kapal tempur.

AS ketika itu masih mengembargo TNI dan sempat menahan pesawat F-5 usai di-upgrade dengan sistem avionik terbarui.

Strategi Soekarno dalam perebutan Irian dari tangan Belanda dikenal jitu dan mampu “mempermainkan” dua negara adikuasa, AS dan Uni Sovyet ketika itu.

Dari tangan AS, Sukarno mendapat pesawat Hercules C-130 serta dari Uni Soviet beroleh puluhan kapal selam, kapal perang raksasa RI Irian, kapal induk untuk kapal selam, pembom strategis TU-16, pesawat Mig serta arsenal pertahanan tempur besar-besaran.

Jika Soekarno bisa membeli peralatan tempur dengan harga diskon, maka Megawati bisa membarter peralatan perang dengan komoditi.

Jika Soekarno mampu membuat kekuatan militer kita disegani negara lain maka Megawati bisa mengangkat kehormatan TNI yang tengah terpuruk akibat salah urus rezim Soeharto.

Dari pola kepemimpinan dan ketegasan Megawati yang selama ini teramati penulis, Megawati jauh dari kesan “klemar-klemer” atau “plintat—plintut” untuk meminjam istilah Bahasa Jawa yang menggambarkan orang yang tidak teguh, lamban atau tidak berkomitmen.

Justru karakter kepemimpinan begitu “garang” serta tegas. Apa yang diucapkan, selaras denga apa yang diberbuat.

Usai kekalahan telak dari Susilo Bambang Yudhoyono di pilpres 2004, sering Megawati berkisah kepada saya secara pribadi mengenai nasihat pengurus partainya serta menteri-menterinya.

Keputusannya untuk menggelar pemilihan presiden secara langsung ditentang oleh koleganya karena akan menjadi pintu masuk bagi kemenangan rival politiknya.

Megawati tegas berkomitmen demi berdemokrasi yang matang maka jalan pemilihan langsung harus tetap digelar dan tidak boleh dihambat.

Serupa dengan jalan pilihan Soekarno yang tidak sudi menggerakkan pendukungnya untuk menentang kebijakan Soeharto yang memenjarakannya di Wisma Yaso dan menterjemahkan Supersemar seenaknya sendiri.

Gaya diplomasi dansa “Lenso Bengawan Solo” Megawati dengan Perdana Menteri Jiang Zemin di 2002 berhasil membujuk China agar menggagalkan rencana pembelian gas kepada Rusia dan Australia.

Penawaran gas LNG Arun ketika itu berhasil memikat China untuk mengimpor gas dari Indonesia. Indonesia butuh devisa dan China adalah kekuatan ekonomi dunia yang paling “tajir” dan mulai “moncer” ketika itu.

Rahasia dari Pyongyang

Penulis beruntung bisa menjadi saksi kecil dalam perjalanan hidup Megawati usai tidak berkuasa lagi.

Kekalahan dua kali dari Susilo Bambang Yudhoyono dalam pilpres 2004 dan 2009, tidak menyurutkan perhatian internasional kepada Megawati.

Dalam dua kali muhibah ke Korea Utara yang penulis ikuti di 2005 dan 2006, Presiden Kim Jong Ill – ayah Presiden Kim Jong Un sekarang – begitu menaruh kepercayaan kepada Megawati agar menjadi mediator untuk reunifikasi dengan Korea Selatan.

Di saat Korea Utara diembargo habis-habisan ketika itu, Megawati begitu disambut meriah di Pyongyang walau bukan lagi menjadi presiden.

Korea Selatan yang mendengar kabar Megawati bersahabat dekat dengan Kim Jong Ill, juga diundang ke Seoul.

Penulis yang mendampingi Megawati bertemu dengan tokoh kharismatik sekaligus mantan Presiden Korsel Kim Dae Jung menjadi saksi tentang harapan besar rakyat Korea kepada Megawati.

Korea Utara begitu percaya dengan Megawati karena faktor kesejarahan lama yakni persahabatan Bung Karno dengan Kim Ill Sung – kakek Kim Jong Un.

Megawati begitu luwes menghadapi Kim Jong Ill dan menautkan harapan itu ke Korea Selatan. Memang butuh waktu untuk menyatukan rakyat di Semenanjung Korea tetapi harapan yang ditabur Megawati suatu saat akan menjadi kenyataan.

Tidak salah kerabat Kerajaan Gowa, Sulawesi Sulatan di tahun 2006 silam memberikan gelar I Fatimah Daeng Takontu Karaeng Campagaya kepada Megawati.

Arti nama kehormatan itu adalah “Garuda Betina dari Timur” untuk menggambarkan keberanian dari Megawati.

Megawati, saya begitu yakin tidak mengemis-ngemis gelar profesor. Dalam fase kehidupannya, sudah begitu komplet episode kehidupan yang telah dilaluinya.

Terlahir sebagai anak presiden, dikucilkan dan dirusak nama baik ayahandanya, berjuang dengan komitmen tanpa kekerasan, menggapai posisi tertinggi serta mengantarkan Joko Widodo sebagai presiden.

Dia telah menabalkan menjadi perempuan pertama di negeri ini yang menjadi presiden setelah sebelumnya wakil presiden.

Ada peribahasa Jawa yang menyebut, “mikul dhuwur mendhem jero”. Artinya, kita harus menghormati orang tua dan menjunjung tinggi nama baik orang tua.

Selalu hormat kepada orang tua atau pemimpin namun tidak serta merta untuk sekadar menonjolkan kebaikan atau prestasi pemimpin serta memendam atau menutupi kekurangan atau kesalahannya.

Setiap pemimpin kita, selain kekhilafannya yang tidak disengaja tetapi pasti ada keinginannya yang luhur. Menjadikan tanah pertiwi sebagai rumah kita bersama, kebanggaan anak Pancasila selamanya.

*Penulis adalah doktor komunikasi politik dan pengajar di berbagai universitas serta Staf Khusus Presiden Megawati Soekarnoputeri (2004 – 2010)

https://nasional.kompas.com/read/2021/06/11/09245341/gelar-profesor-dan-megawati-yang-saya-kenal

Terkini Lainnya

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke