JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pemerintah akan mendukung pengembangan vaksin Nusantara jika telah memenuhi kriteria dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Ada tiga poin penting kriteria yang harus dipenuhi, yakni keamanan, efikasi dan kelayakan vaksin.
"Pada prinsipnya semua vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat harus mendapatkan izin dari BPOM utamanya dari aspek keamanan, efikasi dan kelayakan," kata Wiku, dalam konferensi pers secara virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (15/4/2021).
"Selama memenuhi kriteria, pemerintah akan memberikan dukungan (terhadap vaksin Nusantara)," lanjutnya.
Wiku menjelaskan, pengawasan atas pengembangan vaksin Nusantara merupakan kewenangan BPOM selaku otoritas resmi pengawas obat dan makanan.
Pada prinsipnya, pemerintah akan memastikan efektivitas, keamanan dan kelayakan dari setiap vaksin Covid-19 yang akan digunakan untuk program vaksinasi.
"Oleh karenanya, dalam berbagai pengembangan vaksin di Indonesia termasuk vaksin Nusantara, harus mengikuti kaidah-kaidah ilmiah yang sudah diakui dan sesuai standar WHO," tutur Wiku.
Ia menyarankan tim peneliti vaksin Nusantara segera berkoordinasi dengan BPOM.
Vaksin yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini belakangan menjadi polemik.
Uji klinik fase kedua vaksin Nusantara tetap dilanjutkan meski belum mendapatkan izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dari BPOM.
Sejumlah anggota Komisi IX menjadi relawan pengembangan vaksin. Sampel darah mereka diambil di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (14/4/2021).
Sementara berdasarkan data studi vaksin Nusantara, tercatat 20 dari 28 subjek atau 71,4 persen relawan uji klinik fase I mengalami Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dalam grade 1 dan 2.
Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, relawan mengalami kejadian yang tidak diinginkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 500 mcg.
"Dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant," kata Penny, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (14/4/2021).
Penny mengatakan, KTD pada relawan antara lain nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal.
Menurut Penny, KTD grade 3 terjadi pada pada 6 subjek. Rinciannya, satu subjek mengalami hipernatremi, dua subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan tiga subjek mengalami peningkatan kolesterol.
Penny menjelaskan, KTD grade 3 merupakan salah satu kriteria untuk menghentikan pelaksanaan uji klinik sebagaimana tercantum pada protokol. Namun, tim peneliti tidak melakukan penghentian uji klinik.
Di sisi lain, sejumlah ahli menyatakan metode vaksin Nusantara lebih cocok digunakan untuk pengobatan kanker dibandingkan digunakan secara massal melawan virus Covid-19, bahkan tak layak disebut sebagai vaksin.
Adapun tim peneliti vaksin Nusantara terdiri dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan; RSUP Dr Kariadi, Semarang; Universitas Diponegoro, Semarang; dan Aivita Biomedical dari Amerika Serikat.
Pendanaan penelitian vaksin berbasis sel dendritik ini didukung oleh Balitbangkes dan Aivita.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/16/07350791/satgas-jika-penuhi-kriteria-bpom-pemerintah-akan-dukung-vaksin-nusantara