KOMPAS.com - Sejak pandemi melanda Indonesia pada 2020, masyarakat dihadapkan dengan berbagai pola aktivitas baru. Kegiatan yang bersifat tatap muka dibatasi guna menekan penyebaran virus corona.
Alhasil, kegiatan bekerja, belajar, bahkan berbelanja dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital dari rumah. Hal ini membuat kebutuhan akses internet di rumah meningkat drastis.
Peningkatan pengguna maupun konsumsi internet selama pandemi dibenarkan oleh Staf Khusus Bidang Kebijaksanaan Digital dan Sumber Daya Manusia Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Dedy Permadi. Salah satu penyebabnya, kata Dedy, adalah pergeseran aktivitas dari perkantoran ke permukiman.
“Penggunaan internet yang tadinya berpusat di perkantoran kini lebih banyak digunakan di permukiman dan meningkat sekitar 30 hingga 40 persen. Selain itu, penggunaan pada daerah tertinggal juga memiliki peningkatan sebesar 23 persen,” ujar Dedy dilansir dari kominfo.go.id, Kamis (16/4/2020).
Kenaikan pengguna juga tercatat dalam survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang dilaksanakan pada 2-25 Juni 2020 dan melibatkan 7.000 responden di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Laporan Survei Internet APJII kuartal II 2020 menyebutkan bahwa penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 73,7 persen atau 196,71 juta pengguna.
Dari survei tersebut juga diketahui alasan masyarakat dalam menggunakan internet. Tercatat, 29,3 persen responden memakai internet untuk berkomunikasi. Kemudian, disusul bermedia sosial 24,7 persen, mengakses hiburan 9,7 persen, mengakses layanan publik 7,6 persen, dan 4,8 persen berbelanja online.
Kecepatan terpengaruh trafik data
Peningkatan kegiatan bekerja, belajar, dan aktivitas lain secara daring di rumah berdampak pada peningkatan volume trafik operator internet. Untuk diketahui, akses internet di rumah didukung oleh adanya device, network, dan applications (DNA).
Pakar telekomunikasi dan bisnis sekaligus Direktur e2Consulting Lumumba Sirait menjelaskan bahwa ketiga unsur tersebut saling berkesinambungan. Network atau jaringan internet bekerja menyalurkan trafik data ke device atau perangkat sehingga pengguna dapat menjalankan aplikasi-aplikasi tertentu.
“Jaringan internet terdiri dari dua jenis, yakni mobile broadband internet (paket kuota) dan fixed broadband internet, seperti pada Wi-Fi. Keduanya memiliki perbedaan dari segi pemakaian data,” papar Lumumba dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (3/4/2021).
Mobile broadband internet menawarkan paket kuota sesuai dengan paket data yang dipilih. Sementara, fixed broadband internet menawarkan pemakaian gigabyte data tanpa batas (unlimited), tetapi dibatasi oleh kecepatan transmisi data tergantung kepada kontrak berlangganan yang dipilih.
Meski demikian, kecepatan jaringan fixed broadband internet juga dapat dipengaruhi oleh seberapa banyak perangkat yang terhubung melalui Wi-Fi router. Semakin banyak perangkat terhubung, kecepatan akses internet pun bisa menurun.
Lumumba menyebut, penurunan kecepatan jaringan fixed broadband internet juga bisa disebabkan oleh penggunaan aplikasi dengan byte data yang besar.
“Aplikasi berbasis video konten seperti Youtube, TikTok, Netflix, TV kabel, dan aplikasi video lainnya membutuhkan byte data yang (lebih) besar dibanding aplikasi berbasis teks,” jelasnya.
Menurut Lumumba, konten video ibarat truk yang memiliki muatan yang besar dan panjang. Mengaksesnya juga perlu upaya lebih.
Selain itu, beberapa aplikasi populer biasanya memiliki server berbasis di luar negeri. Hal ini dapat memperlambat penyaluran trafik data untuk masuk ke dalam negeri.
“Aplikasi yang memiliki server di luar negeri ibaratnya antrean mobil yang mau masuk ke gedung perkantoran. Semakin banyak yang mau masuk, maka jalanan akan tersendat,” tambah Lumumba.
Sebagai gambaran, saat seorang pengguna dari Sorong mengakses Youtube, operator internet harus menyediakan kanal transmisi dari Sorong ke Jakarta. Kemudian, diteruskan hingga ke data center Youtube terdekat di luar negeri.
“Perjalanan panjang pengiriman data ini dapat mengalami hambatan di berbagai tempat sehingga ada kalanya terjadi buffering atau tanda lingkaran berputar-putar di layar perangkat pengguna,” paparnya.
Bila pengguna perangkat di rumah banyak, Lumumba pun menyarankan pelanggan untuk meningkatkan kecepatan internetnya minimal pada 30 Mbps.
Menyediakan kebutuhan internet masyarakat
Saat ini, kata Lumumba, operator internet senantiasa berupaya menambah kapasitas jaringan serta melakukan optimalisasi pengiriman dan penerimaan data agar hasilnya cepat dan berkualitas. Salah satunya adalah Telkom melalui jaringan IndiHome.
Hingga akhir 2020, IndiHome telah menjangkau 96,5 persen atau 496 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Dengan rincian, IndiHome berhasil menjangkau 5.115 dari 7.094 kecamatan di seluruh nusantara.
Baru-baru ini, lanjut Lumumba, Telkom juga telah memperluas jangkauan Wi-Fi Corner bebas biaya ke Papua, khususnya untuk mendukung Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021 di Papua.
Atas dedikasi ini, IndiHome pun berhasil meraih kepercayaan masyarakat dengan capaian 8 juta pelanggan pada 2020. IndiHome juga menguasai 85 market share layanan fixed broadband di seluruh Indonesia.
Untuk menambah kepercayaan pelanggan, saat ini, IndiHome terus berkomitmen meningkatkan customer experience yang menyenangkan dengan memperbaiki proses bisnis di seluruh value chain, mulai dari kegiatan explore, buy, activate, use, pay, get support, dan terminate.
Lumumba pun menyarankan agar operator fixed broadband internet lain juga mengembangkan layanan internet ke seluruh Nusantara, seperti yang dilakukan oleh IndiHome. Dengan demikian, masyarakat dapat menikmati internet dengan kualitas pelayanan terbaik.
“Internet telah menjadi napas kehidupan kita dalam beraktivitas dari mana saja, khususnya bagi generasi milenial dan Z yang harus selalu on,” ujar Lumumba.
Bijak dalam gunakan internet
Dengan berbagai upaya untuk memajukan akses digital di Indonesia, Lumumba mengatakan, masyarakat perlu bijak dalam menggunakan internet.
“(Sebab) jaringan internet memiliki kapasitas yang terbatas, sama seperti listrik dan air sehingga harus digunakan secara efisien,” imbuhnya.
Masyarakat, lanjutnya, perlu didik agar menggunakan internet untuk hal-hal yang produktif dan mendidik. Misalnya, internet digunakan pada pagi hari untuk bekerja dan belajar, sedangkan pada sore atau malam hari untuk belajar mandiri, menikmati hiburan, dan memperdalam spiritual.
“Penggunaan medsos sebaiknya dibatasi untuk hal-hal yang positif, menghindari hoaks, dan tidak asal mem-forward (informasi tanpa memverifikasi kebenarannya terlebih dahulu),” imbuhnya lagi.
Lewat pendidikan tersebut, ruang digital yang aman dan nyaman bagi sesama pengguna internet bisa tercipta.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/04/09020061/internet-sudah-jadi-napas-baru-kehidupan-di-tengah-pandemi