Koalisi itu terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Change.org.
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dari ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, pos pengaduan tersebut ditujukan bagi masyarakat yang terdaftar sebagai penerima manfaat bantuan sosial sembako Covid-19 di wilayah Jabodetabek namun mengalami permasalahan dalam pembagiannya.
“Pos pengaduan ini adalah upaya untuk dapat memetakan permasalahan dan kerugian yang dialami masyarakat sebagai dampak korupsi," kata Kurnia dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (21/3/2021).
Kurnia menjelaskan, pengaduan yang masuk nantinya akan menjadi dasar untuk melakukan upaya hukum bersama, yakni menuntut pemulihan kerugian masyarakat.
Selain itu, informasi yang dihimpun juga diarahkan untuk mendorong perbaikan kebijakan mengenai bansos dan jaminan sosial lainnya agar lebih transparan dan akuntabel.
Adapun pengaduan tersebut dapat dilakukan dengan mengisi formulir pada link http://s.id/poskorbanbansos atau melalui hotline telepon/ Whatsapp pada nomor 0881 0246 58639.
“Pos pengaduan akan dibuka mulai 21 Maret 2021 hingga 4 April 2021,” ucap Kurnia.
Sebagaimana diketahui, awal Desember 2020 Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) berhasil membongkar praktik korupsi pengadaan paket bantuan sosial sembilan bahan pokok untuk warga terdampak pandemi Covid-19 di Kementerian Sosial Kementerian Sosial
Saat itu, Menteri Sosial, Juliari Batubara, terkena tangkap tangan beserta pejabat Kemensos dan pihak swasta lainnya. Mereka dijadikan tersangka oleh KPK dan diproses hukum karena menjadikan paket sembako sebagai bancakan korupsi.
Adapun modus yang dilakukan oleh para pelaku adalah dengan meminta fee sebesar Rp 10.0003 dari total harga paket sembako Rp 300.000 untuk setiap warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Kurnia menilai, atas praktik korupsi itu, tidak hanya bisa dilihat sebatas pada suap-menyuap semata, akan tetapi juga berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,73 triliun.
Adanya penyalahgunaan kewenangan demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, menurut dia, sangat mengancam kehidupan kelompok rentan dan masyarakat miskin yang menjadi sasaran program tersebut.
Ia menyebut, setidaknya ada 1,3 juta keluarga penerima manfaat yang berpotensi dirugikan secara langsung akibat korupsi tersebut.
Hal itu dapat dibuktikan tatkala dikeluarkannya Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 54/HUK/2020.
"Aturan itu menegaskan adanya urgensi pemberian bansos untuk menjamin stabilitas ekonomi masyarakat yang terancam resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19," ujar Kurnia.
"Problematika korupsi bansos ini sekaligus menjadi pengingat bahwa korupsi adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia," ucap dia.
Lebih lanjut, Kurnia menekankan, di tengah situasi pandemi, negara memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan dasar warga yang dibatasi aktifitasnya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan.
Korupsi yang dilakukan terhadap kewajiban negara tersebut telah melanggar hak warga mendapatkan jaminan sosial.
Hal itu tertera secara terang benderang dalam Pasal 28 H dan pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) serta Pasal 41 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM).
Bahkan, melanggar Hak warga atas jaminan hidup yang layak juga dijamin dalam Pasal 28 C, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, dan Pasal 11 UU HAM.
"Maka dari itu, KPK harus didesak untuk mengusut tuntas semua pihak yang terlibat dan memberikan tuntutan yang setimpal hingga adanya putusan yang memberikan efek jera," kata Kurnia.
Namun, dengan adanya kerugian luar biasa yang dialami masyarakat, khususnya dalam situasi kedaruratan pandemi seperti saat ini, dia berpendapat upaya penghukuman saja tidak cukup.
Menurut Kurnia, perlu ada upaya khusus untuk dapat memulihkan kembali hak-hak masyarakat yang dirugikan.
"Jaminan pemulihan hak tersebut telah pula diamanatkan dalam Pasal 35 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006," ucap Kurnia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/21/15242191/koalisi-masyarakat-sipil-buka-pos-pengaduan-masyarakat-terdampak-korupsi