Selain itu, kritik tersebut juga disampaikan sesuai dengan aturan dan koridor hukum yang ada.
Menurut Ma'ruf, harus dibedakan antara memberikan kritik yang sehat dengan tindakan yang ingin melakukan suatu perubahan di dalam negara dengan cara yang tidak konstitusional dan tidak demokratis.
"Perubahan dengan konstitusional demokratis ada salurannya, tapi kalau memberikan kritik bersikap agak kritis terhadap pemerintah saya kira mungkin itu tidak (radikal) sepanjang tidak ada hal-hal yang menunjukkan adanya gerakan-gerakan yang bisa mengancam," kata Ma'ruf dalam wawancaranya di televisi, Rabu (17/2/2021).
Ma'ruf mengakui bahwa sering kali terjadi ketika seseorang bersikap kritis terhadap pemerintah malah dianggap radikal.
Menurut dia, hal tersebut perlu diluruskan dengan penjelasan yang lebih konkret.
Namun apabila kritik tersebut dianggap melanggar, kata dia, ada aturan dan ketentuan hukum tersendiri yang bisa menindaknya.
"Misalnya dia melakukan tindakan yang melanggar ketentuan. Bisa radikal bisa juga tidak, tapi melanggar aturan yang ada," kata dia
Ma'ruf juga memastikan bahwa pemerintah tidak tertutup atas kritik dari masyarakat.
Presiden Joko Widodo (Jokowi), kata dia, bahkan sudah menegaskan hal tersebut.
Ia mengaku beberapa kritik yang disampaikan belakangan ini sangat bagus untuk memperbaiki bangsa ini.
Salah satunya terkait dengan upaya penanganan pandemi Covid-19.
"Kemarin yang kritisi bagus sekali apa yang tidak baik, tapi jangan memprovokasi, artinya membuat orang tidak percaya," ucap Ma'ruf Amin.
"Misalnya jangan mau divaksin tidak perlu menggunakan masker, tidak perlu menaati pembatasan. Kalau rakyat diprovokasi tidak patuh, sasaran yang sudah kami siapkan pasti tidak akan berhasil," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/17/11214401/wapres-kritik-pemerintah-bukan-tindakan-radikal-selama-tak-mengancam