Sinyal merevisi UU ITE itu muncul saat Jokowi meminta agar implementasi UU tersebut menjunjung prinsip keadilan.
Jokowi mengaku akan meminta DPR merevisi UU ITE apabila hal itu tidak terwujud.
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-undang ITE ini," kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Jokowi bahkan mengatakan, ia akan meminta DPR menghapus pasal-pasal karet yang ada di UU ITE karena pasal-pasal itu menjadi hulu dari persoalan hukum UU tersebut.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Jokowi.
Sejumlah fraksi yang dimintai tanggapan atas pernyataan Jokowi tersebut memberikan respons positif. Respons positif juga datang dari pimpinan DPR.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengakui bahwa UU ITE masih memuat pasal karet yang kerap dijadikan alat untuk melaporkan pihak yang berseberangan hanya karena permasalahan kecil di media sosial.
Politisi Partai Golkar itu berharap, UU ITE dapat lebih mempertimbangkan prinsip keadilan, sehingga tidak ada lagi pasal yang multitafsir dan digunakan untuk saling melapor.
Menurut Azis, hal itu penting untuk tetap menjaga demokrasi yang tetap berjalan sesuai harapan dalam menyampaikan pendapat.
"Kita sudah jenuh dengan pasal pencemaran nama baik dan penghinaan, itu saja yang kerap kita dengar jika terjadi pelaporan mengatasnamakan UU ITE ribut di media sosial, itu saja yang dipakai seseorang untuk melaporkan ke kepolisian," kata Azis, Selasa (16/2/2021).
Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid pun mengaku siap untuk membahas kembali revisi UU ITE.
Adapun Komisi I DPR merupakan komisi yang membidangi masalah komunikasi dan informatika.
Meutya mengatakan, revisi UU ITE dapat diajukan oleh pemerintah, sehingga DPR akan menunggu pemerintah untuk memasukkan usulannya tersebut.
"Terkait usulan dari Presiden Joko Widodo untuk merevisi UU ITE, kami menyambut baik dan siap untuk membahas kembali UU ITE. Revisi UU ITE bisa diajukan pemerintah, sehingga DPR akan menunggu pemerintah memasukkan usulannya terkait hal tersebut,” kata Meutya.
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, peluang memasukkan revisi UU ITE ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2021 (Prolegnas Prioritas 2021) masih terbuka karena Prolegnas Prioritas 2021 belum disahkan.
Politikus Partai Gerindra itu menyampaikan, perubahan prolegnas dengan memasukkan revisi UU ITE dapat dilakukan sepanjang disetujui oleh fraksi-fraksi yang ada di DPR.
Menurut Supratman, peluang itu terbuka lebih lebar jika Presiden Joko Widodo benar-benar menginginkan UU ITE direvisi.
"Jadi memungkinkan pimpinan DPR dan bamus (badan musyawarah) meminta Baleg untuk rapat kerja lagi dengan Menkumham dan PPUU DPD (Panitia Perancang Undang-Undang Dewan Perwakilan Daerah) untuk penyesuaian prolegnas," kata dia.
Diminta serius
Wacana merevisi UU ITE yang dilontarkan Jokowi juga mendapat sambutan hangat dari partai-partai yang berada di luar koalisi pemerintahan yakni Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman mengatakan, partainya sependapat dengan Jokowi bahwa UU ITE perlu direvisi karena telah menyebabkan ketakutan bagi publik untuk berpendapat.
Namun, Benny meminta agar Jokowi benar-benar serius. Menurut dia, Jokowi sebetulnya memiliki kekuatan yang cukup di parlemen untuk mewujudkan revisi UU ITE tersebut.
"Jika serius, Presiden berhak bahkan menentukan revisi ini terjadi, apalagi dia punya 7 parpol pendukung di DPR. Jadi, jika serius dan satunya perkataan dan perbuatan maka silakan wujudkan segera," kata Benny.
Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta menyatakan, partainya sejak awal mendukung revisi UU ITE karena UU tersebut kental dengan nuansa hukum pencemaran nama baik.
Kendati revisi UU ITE dinilai dapat memberikan rasa keadilan dan kenyamanan di masyarakat, ia beranggapan langkah pemeringah sudah agak terlambat.
Sebab, proses revisi dapat memakan waktu satu hingga dua tahun pembahasan sehingga UU ITE hasil revisi baru dapat diterapkan pada tahun 2023 atau 2024 di penghujung masa jabatan Presiden Jokowi.
"Jadi jangan sampai revisi UU ITE ini nantinya hanya move politik kosong belaka," kata Sukamta.
Sementara itu, Ketua Fraksi PAN Saleh Daulay memberi dua catatan soal wacana revisi UU ITE.
Pertama, perubahan UU ITE harus disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi yang ada karena perubahan teknologi informasi yang dinilainya sangat cepat.
"Juga situasi pandemi di mana masyarakat banyak beraktivitas dengan menggunakan internet. Namun, tetap hati-hati agar tidak ada pasal-pasal karet lain yang mudah menjerat seperti sebelumnya," kata dia.
Catatan kedua, revisi UU ITE harus diarahkan pada pengaturan pengelolaan teknologi informasi, bukan pada upaya pemidanaan yang sebaiknya diatur dalam KUHP.
"Kalau persoalan penipuan, penghinaan, penghasutan, adu domba, penyebaran data yang tidak benar, dan lain-lain, cukup diatur di KUHP. Dengan begitu, implementasi UU ITE lebih mudah. Tidak ada tumpang tindih," ujar Saleh.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/17/08260731/rencana-pemerintah-revisi-uu-ite-yang-disambut-baik-dpr