Dari semua laporan itu, kata Sugeng, sekitar 60 persennya terkait dengan masalah pertanahan.
“Baik antara masyarakat dengan masyarakat atau masyarakat dengan kelompok pemodal, termasuk masyarakat dengan BUMN tertentu,” kata Sugeng dalam Peluncuran Catatan Akhir Tahun 2020 Konsorsium Pembaharuan Agraria, Rabu (6/1/2021).
“Ini sebagai gambaran bahwa memang konflik agraria terus terjadi” ucap Sugeng.
Kendati demikian, Sugeng menyebut sejumlah persoalan tuntas dengan bantuan Kemenko Polhukam. Salah satunya yakni di wilayah Lombok Utara.
Tanah di Lombok Utara itu, kata dia, tercatat sebagai aset dari salah satu Kementerian.
“Kalau sudah tercatat jadi aset di salah satu Kementerian tentunya tidak bisa diganggu gugat, karena tentu data-data kepemilikannya sudah sangat lengkap,” ujar Sugeng.
Namun yang menjadi persoalan, kata Sugeng, yakni aset tanah tersebut tidak dikelola secara terus menerus oleh kementerian itu.
Sehingga, aset tanah yang cukup luas tersebut ditempati oleh masyarakat hingga terbentuk dua perkampungan.
Akibatnya, lanjut Sugeng, terjadi permasalahan ketika akan dilakukan penggusuran.
“Akhirnya kita coba fasilitasi dengan mempertemukan kementerian yang memiliki lahan itu dan masyarakat,” kata Sugeng.
“Masyarakat juga menunjuk kuasa hukumnya, kita coba selesaikan dengan beberapa kali pertemuan,” kata dia.
Dari pertemuan tersebut, Sugeng menyebut tercapai suatu penyelesaian yang dapat menjadi contoh bagi persoalan-persoalan sengketa pertanahan.
Akhirnya, kata dia, kementerian merelakan sebagian tanahnya untuk ditempati masyarakat.
“Jadi per kepala keluarga mendapatkan tanah dengan luas tertentu dan juga diberikan lahan tertentu untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum,” kata Sugeng.
“Artinya begini, bahwa aset yang dimiliki oleh kementerian, perusahaan atau mungkin BUMN sepanjang katakanlah bisa diberikan toleransi saya kira tidak ada masalah,” tutur dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/01/06/15200031/kemenko-polhukam-60-persen-laporan-publik-selama-2020-terkait-konflik