Salin Artikel

Klaim Sukses Pilkada 2020, Evaluasi Tetap Diperlukan

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelenggaraan tahapan Pilkada 2020 hingga hari pemungutan suara pada 9 Desember diklaim sukses. Pemerintah menyebut partisipasi masyarakat tak surut meski pilkada dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2020 mencapai 75,38 persen. Angka ini masih terus bergerak.

Tito menyebut jika angka partisipasi ini bertambah atau bertahan di 75,38 persen, maka Indonesia mengalahkan Amerika Serikat dan Korea Selatan perihal partisipasi pemilih saat pemilu di masa pandemi.

"Ini masih dinamis, masih bergerak, tapi per hari ini 75,83 persen," kata Tito melalui keterangan tertulisnya, Senin (14/12/2020).

Klaim pemerintah diperkuat dengan hasil survei lembaga Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) yang menyatakan partisipasi masyarakat pada Pilkada 2020 terbilang tinggi.

Manajer Program SMRC Saidiman Ahmad memaparkan, berdasarkan survei, tingkat partisipasi masyarakat mencapai 76 persen. Hanya 24 persen masyarakat yang tidak memilih pada Pilkada 2020.

"Secara umum hasil survei ini bahwa Pilkada 9 Desember 2020 menarik partisipasi yang tinggi, yaitu sekitar 76 persen meski dibayangi oleh pandemi," kata Saidiman dalam konferensi pers "Evaluasi Publik Nasional terhadap Pelaksanaan Pilkada Serentak", Kamis (17/12/2020).

Saidiman menjelaskan, mereka yang tidak memilih pada Pilkada 2020, di antaranya karena alasan berada di luar kota (47 persen), takut tertular atau menularkan Covid-19 (24 persen), tidak ada calon yang meyakinkan (4 persen), dan sakit (3 persen). Ada pula yang menganggap pilkada tidak penting (2 persen).

"Yang takut virus corona maka tidak memilih sekitar 6 persen dari populasi pemilih di daerah pilkada. Relatif lebih sedikit dari perkiraan. Lebih banyak yang tidak memilih karena tidak ada di tempat," ucapnya.

Di sisi lain, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, tingginya partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 menjadi indikasi bahwa pemilih Indonesia loyal serta kooperatif dalam mendukung agenda elektoral.

Meski demikian, ia mengatakan, perlu dikaji lebih lanjut mengenai suara yang telah diberikan apakah berdasarkan dengan kesadaran atas implikasi pada pemilih, masyarakat, atau daerah.

Titi berpendapat, memilih bukan sekadar aktivitas prosedural, melainkan juga memiliki makna substansial.

"Tapi sekali lagi, pemilih kita itu loyal dan kooperatif pada agenda elektoral. Dan ini modalitas demokrasi yang sangat luar biasa. Sehingga kemudian kita tidak bisa mundur ke belakang dengan realita sosial masyarakat kita hari ini bahwa agenda pemilu, agenda demokrasi elektoral sudah menjadi bagian integral dari masyarakat," kata Titi dalam Webinar Nasional Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) bertajuk "Evaluasi Pilkada dan Catatan Perbaikan" Kamis (17/12/2020).

Tingkat kepatuhan protokol kesehatan baik

Sementara itu, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sonny Harry Harmadi mengatakan, tingkat kepatuhan masyarakat dalam menjaga jarak dan memakai masker saat hari pemungutan suara Pilkada 2020 pun tinggi.

Menurut pemantauan Satgas, secara umum kepatuhan masyarakat menjaga jarak saat 9 Desember melonjak hingga 94,69 persen. Sementara itu, pada 8 Desember hanya 81,69 persen dan pada 10 Desember 81,19 persen.

Kemudian, kepatuhan memakai masker meningkat menjad 84,41 persen. Sehari sebelumnya, yaitu pada 8 Desember hanya 81,69 persen dan pada 10 Desember 81,19 persen.

"Jadi selama pencoblosan, ternyata kepatuhannya sangat baik. Ini sejalan dengan apa yang ditemukan teman-teman SMRC," kata Sonny dalam konferensi pers rilis survei SMRC, Kamis (17/12/2020).

Selain itu, temuan tentang tingkat kepatuhan memakai masker dan menjaga jarak secara khusus di TPS juga tinggi. Satgas Penanganan Covid-19 memantau 309.139 orang.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan melalui aplikasi Satgas, tingkat kepatuhan menjaga jarak mencapai 90,77 persen dan memakai masker hingga 95,96 persen.

Survei SMRC juga menyatakan tingginya tingkat partisipasi masyarakat disebabkan kepercayaan publik terhadap pelaksanaan protokol kesehatan Covid-19.

Disebutkan, petugas di TPS memakai masker (95 persen), memberikan sarung tangan kepada pemilih (94 persen), dan menyediakan tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun dan air mengalir (95 persen).

Para pemilih saat hari pemungutan suara juga dikatakan memakai masker (96 persen) dan menjaga jarak fisik (97 persen).

"Publik menilai protokol kesehatan memang dijalankan pada hari H, baik oleh pemilih maupun petugas," kata Saidiman.

Evaluasi tetap diperlukan

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin pada pekan lalu mengingatkan Satgas Penanganan Covid-19 untuk memitigasi terjadinya lonjakan kasus Covid-19 pascapilkada. Azis meminta Satgas agar jangan sampai lengah.

"Tentu saya berharap kesadaran protokol kesehatan ini telah di jalankan secara menyeluruh sehingga tidak memunculkan klaster baru. Untuk ini, Gugus Tugas harus aktif melakukan pemantauan dan contact tracing," kata Azis dalam keterangan tertulis, Kamis (10/12/2020).

Selain itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, meski pelaksanaan Pilkada 2020 terbilang sukses, DPR dan pemerintah akan menggelar rapat untuk mengevaluasi pelaksanaan pilkada.

"Tentu kami akan evaluasi. Apa pun yang sudah kami lakukan ini akan tetap evaluasi," ucap Doli.

Dia menambahkan, evaluasi Komisi II dan pemerintah tidak hanya sebatas yang berkaitan dengan pandemi Covid-19. Isu praktik politik uang hingga penyalahgunaan kekuasaan calon petahana turut menjadi catatan Komisi II.

"Karena sebetulnya masalah-masalah tanpa pandemi yang selama ini jadi masalah klasik harus tetap kita perhatikan," katanya.

https://nasional.kompas.com/read/2020/12/18/08523051/klaim-sukses-pilkada-2020-evaluasi-tetap-diperlukan

Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke