Ia mengatakan, apabila ada vaksin yang dibuat berbayar akan ada masyarakat yang tidak mampu untuk mengaksesnya.
"Kalau ada harga berarti ada yang tidak mampu memenuhi harga. Kalau ada yang tidak mampu memenuhi harga, boleh jadi tidak mampu memenuhi ekspektasi minimal memenuhi herd immunity," kata Hermawan kepada Kompas.com, Senin (14/12/2020).
Menurut Hermawan, adanya vaksin berbayar akan menghapuskan tujuan dari pemberian vaksin secara esensial.
Oleh karena itu, ia tidak menyarankan ada vaksin Covid-19 yang diberikan ke pihak swasta untuk diakses masyarakat dengan cara membayar.
"Penyakit wabah ini tidak mengenal orang berduit atau tidak, tidak mengenal orang pejabat atau tidak kaya atau miskin semua terpapar," ujarnya.
"Maka orang mampu bisa mengakses, orang tidak mampu berpotensi tidak dapat mengakses dan itu cukup mengancam dalam upaya pengendalian wabah," ucap dia.
Adapun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menargetkan vaksinasi untuk Covid-19 akan dilakukan pada 107 juta orang dengan rentang usia 18-59 tahun.
Dari jumlah target penerima vaksinasi itu, hanya 30 persen di antaranya yang akan mendapatkan vaksin melalui program pemerintah, alias gratis.
Sisanya, sebanyak 70 persen, diproyeksikan dapat melakukan vaksinasi secara mandiri atau berbayar.
Penerima vaksin program adalah tenaga kesehatan, pelayan publik seperti TNI/Polri, dan satpol PP. Selain itu, peserta BPJS-PBI.
Totalnya 32.158.276 orang dengan kebutuhan 73.964.035 dosis vaksin Covid-19. Tiap orang membutuhkan dua dosis vaksin dan wastage rate vaksin sebesar 15 persen.
Kemudian, penerima vaksin mandiri berjumlah 75.048.268 orang dengan kebutuhan 172.611.016 dosis vaksin Covid-19. Penyediaan vaksin mandiri diserahkan kepada BUMN.
https://nasional.kompas.com/read/2020/12/14/15483331/keberadaan-vaksin-covid-19-berbayar-dinilai-bisa-mempersulit-pencapaian-herd