Salin Artikel

Saat Presiden Jokowi Gamang Sikapi 2 Menterinya yang Terjerat Kasus Korupsi…

JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo hingga kini belum mengambil keputusan untuk menunjuk pengganti dua pembantunya yang telah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Keduanya yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo serta Menteri Sosial Juliari Batubara. Edhy ditangkap Komisi Antirasuah pada 25 November lalu terkait kasus dugaan korupsi benih lobster. 

Sementara Juliari, menyerahkan diri kepada Komisi Antikorupsi pada Minggu (6/12/2020) dini hari, setelah sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial terkait penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Alih-alih segera menunjuk pengganti, Jokowi justru hanya memberikan pernyataan normatif kepada publik saat menanggapi kedua anak buahnya yang tersangkut kasus rasuah.

Seperti pada saat menanggapi penangkapan Edhy. Tanpa menyebut nama pejabat yang ditangkap, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyatakan bahwa pemerintah menghormati proses hukum yang tengah berjalann di KPK.

"Saya percaya KPK bekerja transparan, terbuka, dan profesional," kata Jokowi seperti dilansir dari Kompas.id.

Demikian halnya saat Juliari ditangkap. Ia menyatakan bahwa seharusnya pejabat negara menciptakan sistem yang dapat menutup celah korupsi.

”Itu uang rakyat, apalagi ini terkait bansos penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional yang sangat dibutuhkan rakyat,” kata Jokowi.

Gamang

Ada yang berpendapat, sejatinya Presiden Jokowi diuntungkan secara politik dengan penangkapan dua menterinya itu. Sebaliknya, ada pula yang menduga, Presiden Jokowi justru dirugikan sehingga Presiden hati-hati dan bijak menyikapi penahanan dua pembantunya dari partai.

Pendapat yang menilai Jokowi diuntungkan, menilai lantaran baru setahun pemerintahannya berjalan, keduanya sudah ketahuan menyalahgunakan kepercayaan dan kebijakannya.

Karena itu, keduanya tak akan lagi ada di pemerintah sehingga jalannya pemerintahan ke depan bisa lebih baik lagi karena adanya kepercayaan dan dukungan publik untuk mengganti dua menteri yang membuat malu pemerintah.

Bahkan, dengan terjeratnya dua menteri itu, Presiden Jokowi seolah diuntungkan karena penangkapan kedua menterinya itu seolah menjawab kritikan yang menilai KPK dilemahkan, seiring revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi UU No 19/2019.

Terlebih tangkapannya adalah dua menteri yang tentu dinilai sebagai penangkapan besar oleh publik.

Namun sebaliknya, karena dua menterinya berasal dari partai politik, yaitu Gerindra dan PDI Perjuangan, maka tidak mudah bagi presiden untuk mengambil sikap tegas.

Dari situlah dugaan kegamangan Jokowi dalam menyikapi penangkapan dua menterinya menyeruak. Karena semestinya Jokowi langsung menunjuk penggantinya, namun hingga kini Presiden belum juga menunjuk sosok pengganti.

Hal itu diperberat dengan riwayat Partai Gerindra sebagai tempat bernaung Edhy, yang harus memutar haluan untuk bergabung ke dalam koalisi pemerintahan.

Gerindra yang kerap mengkritik Jokowi sepanjang periode 2014-2019 dan di Pilpres 2019 sampai harus memperoleh restu dari partai pengusung Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Bahkan saat itu Prabowo turun langsung menghadap satu per satu ketua umum partai pengusung Jokowi.

Saat itu Prabowo sowan ke Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa.

Kunjungan Prabowo dalam rangka sowan dan memohon restu untuk bergabung itu berlangsung selang dua pekan sebelum Jokowi memanggil sejumlah nama yang dilantiknya sebagai menteri.

Hingga akhirnya Gerindra mendapat dua kursi menteri yakni Menteri Pertahanan yang diduduki Prabowo dan Menteri Kelautan dan Perikanan yang diduduki Edhy Prabowo.

Dengan berlikunya jalan yang telah ditempuh Prabowo untuk bisa masuk ke pemerintahan, sekaligus menomorduakan rasa bersalah kepada para pemilihnya di Pilpres 2019, tentu mantan Danjen Kopassus itu tak ingin kehilangan satu kursi menteri pun.

Adapun PDI-P tak hanya dikenal partai pengusung dan pendukungnya saat pilpres, tetapi juga partai yang menempatkan Presiden Jokowi selama ini sebagai ”petugas partai” dalam pemerintahannya.

Normatif

Kegamangan Jokowi menurut dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta, Gun Gun Heryanto, terlihat dari pernyataannya yang dinilai sangat minimalis dalam menyikapi korupsi kedua menterinya. Substansinya juga datar dan normatif.

”Saya melihat, kok, pernyataan Pak Jokowi itu sangat hati-hati sekali. Tampak ada power relation yang dijaga oleh Pak Jokowi. Sebenarnya saya berharap ketika ada operasi tangkap tangan terhadap menteri, Presiden sebagai pemilik hak prerogatif memberikan pernyataan tegas yang menunjukkan komitmen antikorupsi dan clean government,” kata Gun.

Ia juga menilai fakta politik yang mengakomodasi lawan dan pendukung politik semestinya tak membuat Presiden Jokowi takut mengeluarkan pernyataan yang tegas jika menterinya salah dan membuat aib pemerintahan. Sebab, komitmen pemerintahan yang bersih dan antikorupsi adalah janji Presiden selama ini, yang sekaligus juga jadi harapan masyarakat.

Pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi yang tanpa beban politik karena tak dapat mencalonkan lagi, Presiden Jokowi semestinya bisa bersikap dan bertindak lugas.

Dari komunikasi politik tersebut, tampak kegamangan Presiden menanggapi persoalan dugaan korupsi yang melibatkan menterinya.

Sejauh ini, dalam kepemimpinan Presiden Jokowi sebelumnya tercatat dua menteri terbelit kasus korupsi sehingga mengundurkan diri.

Selain Mensos Idrus Marham yangterkait korupsi saat menjadi Sekjen Partai Golkar dalam kasus suap Proyek PLTU Riau-1 pada Agustus 2018, juga Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi yang mundur pada September 2019 karena suap pencairan dana hibah Kemenpora.

Menyikapi kedua kasus ini, Presiden juga terkesan hati-hati. Kehati-hatian sikap Presiden dalam beberapa kasus korupsi yang melibatkan menterinya, bagi Koordinator Nasional Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo, adalah sebuah konsekuensi logis dari kebijakan penyusunan kabinet yang kurang mengedepankan integritas ataupun tata kelola pemerintahan dan hanya pembagian kekuasaan.

https://nasional.kompas.com/read/2020/12/11/17120821/saat-presiden-jokowi-gamang-sikapi-2-menterinya-yang-terjerat-kasus-korupsi

Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke