Salin Artikel

Pemerintah Dinilai Masih Belum Serius Tangani Persoalan HAM

JAKARTA, KOMPAS.com – Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Herlambang P Wiratraman menilai hingga akhir tahun 2020 pemerintahan Joko Widodo belum serius menangani persoalan hak asasi manusia (HAM).

Menurut dia, ada beberapa isu kebebasan berekspresi yang bahkan berlanjut dari tahun 2019 hingga tahun 2020. Misalnya, kebebasan berekspresi buruh, mahasiswa maupun masyarakat sipil ketika menolak Undang-Undang Cipta Kerja.

“Di sepanjang protes penolakan itu, ada serangan balik dalam bentuk macam-macam, ada penyiksaan, penahanan, kriminalisasi, pembubaran paksa, intimidasi yang tak kunjung henti dan lain-lain,” kata Herlambang dalam diskusi bertajuk Evaluasi Akhir Tahun Isu HAM Era Jokowi & Kekerasan Negara, Rabu (9/12/2020).

Secara detail, ia mengungkapkan, berdasarkan catatan Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) ada 28 jurnalis mendapatkan serangan. Sementara itu, berdasarkan catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ada 6.000 lebih peserta aksi unjuk rasa UU Cipta Kerja ditangkap atau ditahan.

“Kenapa 6.000 lebih karena tidak bisa dideteksi secara detail, tetapi ketika dikumpulkan data itu mencapai 6.000 lebih yang ditahan, padahal prosedur dan seterusnya seharusnya tidak sampai seperti itu,” kata Herlambang.

Selain itu, Herlambang menuturkan, berdasarkan data dari SAFEnet, tren persoalan kebebasan berekspresi trennya juga mengalami peningkatan, seperti serangan digital, persekusi, doxing, peretasan hingga internet shut down.

Bahkan, ia menyebut, ada dugaan kriminalisasi terhadap beberapa konten internet yang di take down.

Lebih jauh ia menyoroti kriminalisasi atas ekspresi kritik kebijakan, misalnya yang dialami tiga mahasiswa di Malang yang ditahan hingga ditangkap dengan tuduhan yang berbeda-beda.

“Saya belum pernah mendapati polisi bisa pindah-pindah gitu ya tuduhannya, dari vandalisme terkait dengan corat-coret, kemudian berpindah lagi ke isu bertentangan dengan kebijakan dan seterusnya, gak masuk akal rasanya,” kata Herlambang.

Lebih lanjut, ia juga mengatakan, kasus Jerinx terkait Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga termasuk persoalan hukum yang keliru.

“Kasus Jerinx adalah bentuk tekanan yang sebenarnya keliru ya, kurang tepat secara hukum maupun bekerjanya hukum juga kurang tepat,” imbuhnya.

Tidak cukup sampai di situ, Herlambang juga menuturkan kriminalisasi terhadap ekspansi perkebunan, tambang dan konflik agraria juga banyak terjadi dalam setahun terakhir.

Ia mencontohkan kasus Effendi Buhing yang dinilai ekstrem dimana polisi telah menangkap paksa tanpa proses hukum.

“Tapi enggak berselang lama dilepas lagi, itu pun karena tekanan, karena ada video yang cukup detail menjelaskan dia ditahan secara eksesif tanpa proses hukum yang dijalankan oleh kepolisian,” kata dia.

Selain itu, Herlambang mengatakan extra-judicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan juga terjadi di era pemerintahan Joko Widodo.

Ia mencontohkan, kasus terbunuhnya pendeta Yeremia hingga penembakan kepada 6 orang simpatisan FPI di Tol Cikampek KM 50.

“Ini adalah fakta yang saya kira, negara harus bertindak dengan mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Kalau tidak, ini praktik yang dianggap normal-normal saja,” kata Herlambang.

“Apa yang kita saksikan hari ini sebenarnya komitmen yang sangat lemah dari pemerintahan Jokowi terkait dengan Hak Asasi Manusia,” tutur dia.

https://nasional.kompas.com/read/2020/12/09/19192461/pemerintah-dinilai-masih-belum-serius-tangani-persoalan-ham

Terkini Lainnya

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke