Oleh karena itu, pembubaran lembaga tersebut selain untuk efisiensi juga bertujuan untuk membangun birokrasi profesional.
"Pembubaran lembaga yang dinilai tumpang tindih dan perampingan internal birokrasi tak hanya bertujuan efisiensi, tapi juga untuk membangun birokrasi profesional," ujar Tjahjo kepada wartawan, Rabu (2/12/2020).
Dengan birokrasi yang profesional, kata dia, maka roda pembangunan pemerintahan pun dapat melakukan peranannya dengan optimal.
Setidaknya, kata Tjahjo, ada tiga alasan sebuah LNS perlu dibubarkan.
Pertama, keberadaannya menjadikan kerja birokrasi tidak efisien dan efektif.
Kedua, duplikasi dengan fungsi jabatan JPT Madya di kementerian sehingga menjadikan unit kerja di kementerian tersebut disfungsi alias tumpul.
Ketiga, kinerja LNS tidak berkontribusi signifikan pada pencapaian kinerja pemerintahan atau kementerian induknya.
Dengan demikian, menurut Tjahjo, kinerja pemerintah juga menjadi pertimbangan pembubaran sebuah lembaga.
"Tidak semata-mata pertimbangan pemborosan, namun merupakan konsekuensi dari kebijakan debirokratisasi dan deregulasi. Makin banyak lembaga tidak diikuti dengan makin baiknya kinerja pemerintah," ucap dia.
Adapun, sepuluh lembaga yang dibubarkan tersebut adalah Dewan Riset Nasional, Badan Ketahanan Pangan, Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura, Badan Standarisasi dan Akreditasi Keolahragaan, dan Komisi Pengawasan Haji Indonesia.
Kemudian Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Badan Pertimbangan Telekomunikasi, Komisi Nasional Lanjut Usia, Badan Olahraga Profesi Indonesia, serta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/12/02/10445261/menpan-rb-tjahjo-kumolo-ungkap-alasan-pembubaran-lembaga-nonstruktural