Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati menyatakan, penolakan menghadiri undangan Istana menjadi pesan kuat untuk pemerintah bahwa gerakan masyarakat tidak bisa dibendung.
"Kami ingin menyampaikan pesan yang kuat bahwa kami masyarakat sipil masih solid, kami tidak bisa dipecah-pecah dengan upaya seperti itu," ujar perempuan yang biasa disapa Yaya dalam konferensi pers virtual, Selasa (24/11/2020).
Hidayati mengatakan, pihaknya tak mungkin meninggalkan kelompok masyarakat sipil hanya dengan memenuhi undangan Istana.
Ia mengaku khawatir apabila memenuhi undangan Istana justru dapat memecah kekuatan gerakan masyarakat yang selama ini konsisten mengkritisi kebijakan pemerintah.
"Kami tidak mau bahwa upaya ini bisa memecah-belah gerakan kami, ini yang menjadi concern utama kami," terang Hidayati.
Di samping itu, Hidayati mengungkapkan, masyarakat sipil sudah kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dan DPR.
Hal itu menyusul banyaknya penyusunan kebijakan yang tak melibatkan aspirasi publik, misalnya berkaitan dengan penyusunan hingga disahkannya omnibus law Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Menurut Hidayati, pembuatan aturan sapu jagat ini tidak demokratis karena pemerintah dan DPR telah meminggirkan suara masyarakat.
"Dihilangkannya partisipasi publik dalam pembuatan UU ini menurut kami sangat fatal karena partisipasi publik itu adalah esensi dari demokrasi, karena demokrasi tanpa adanya partisipasi sebenarnya demokrasi yang semu, demokrasi yang seolah-olah," tegas Walhi.
Sebelumnya, sejumlah organisasi masyarakat yang bergerak di isu lingkungan dan agraria menolak menghadiri undangan Istana Kepresidenan.
Organisasi yang menolak, misalnya, Walhi hingga Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Undangan yang dikirim Istana via Whatsapp itu dianggap tidak mempunyai agenda yang jelas.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/24/17251651/undangan-istana-via-whatsapp-ditolak-walhi-kami-tak-bisa-dipecah-pecah