JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte mengakui telah menerima surat dari istri Djoko Tjandra yang bertanya soal red notice di Interpol atas nama suaminya.
Menurut Napoleon, istri Djoko Tjandra yang bernama Anna Boentaran itu berhak menanyakan status red notice suaminya.
“Istri Djoko Tjandra itu punya hak hukum untuk bertanya, dan kami, Polri atau Interpol adalah pelayan masyarakat,” kata Napoleon dalam tayangan wawancara eksklusif dengan jurnalis KompasTV, Aiman Witjaksono, Senin (23/11/2020).
“Mendapat surat begitu, apalagi ditujukan langsung kepada saya, Kadiv Hubinter, menjadi atensi saya,” sambungnya.
Sepanjang lima tahun berkarir di Divisi Hubinter Polri, Napoleon menyebutkan, surat dari Anna Boentara adalah yang pertama dari pihak keluarga buronan interpol yang menyurati Kadiv Hubinter.
Setelah menerima surat dari Anna tertanggal 16 April 2020, Napoleon menggelar rapat internal.
Napoleon meminta jajarannya mengecek status red notice Djoko Tjandra ke Interpol Pusat di Lyon.
Kemudian, pada 22 April 2020, pihaknya menerima jawaban dari Interpol Pusat bahwa red notice Djoko Tjandra sudah terhapus otomatis dari sistem karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Indonesia di tahun 2014.
“Tapi saya bilang, ‘Hei, kami sudah menyurati pihak yang membutuhkan yaitu Kejaksaan Agung sebagai eksekutor’. Mereka bilang, ‘Sudah ajukan saja permohonan baru’,” ucap dia.
Rapat internal kembali digelar. Napoleon mengaku menyurati Kejaksaan Agung sebanyak dua kali dalam rangka pembuatan red notice Djoko Tjandra yang baru.
Pihaknya lalu mengundang pihak Kejagung untuk melakukan gelar perkara terkait red notice tersebut.
Meski syarat tak terpenuhi, permohonan penerbitan red notice Djoko Tjandra yang baru tetap dikirim ke Interpol Pusat.
“Walaupun kurang persyaratannya dua yaitu paspor Djoko Tjandra dengan bukti otentik dia meninggalkan Indonesia tidak ada, tapi kami tetap kirim ke Interpol, ini yang tidak pernah diketahui, dipublikasikan ke media,” tutur Napoleon.
Surat dari Anna Boentaran itu menjadi salah satu rujukan bagi Divisi Hubinter Polri untuk mengirim surat kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham tertanggal 5 Mei 2020.
Surat yang ditandatangani oleh Sekretaris NCB Interpol Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo atas nama Napoleon itu menjadi awal mula polemik red notice Djoko Tjandra.
Menurut Napoleon, surat itu hanya pemberitahuan bahwa red notice Djoko Tjandra terhapus oleh sistem Interpol Pusat di Lyon, Prancis sejak Juli 2014.
“Hanya pemberitahuan, bukan permintaan pencabutan DPO atau cekal, tidak ada. Kenapa disikapi demikian?” ungkapnya.
Dalam kasus ini, Irjen Napoleon didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 6,1 miliar.
Uang itu diduga diberikan melalui terdakwa lain dalam kasus ini yakni Tommy Sumardi.
Menurut JPU, atas berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO).
Djoko Tjandra yang merupakan narapidana kasus Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 meski diburu kejaksaan.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/23/23100051/akui-terima-surat-dari-istri-djoko-tjandra-soal-red-notice-irjen-napoleon