Salin Artikel

Setahun Jokowi-Ma'ruf: Pernyataan Kontroversial hingga Prediksi Puncak Pandemi Covid-19

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin telah berjalan selama satu tahun, terhitung sejak keduanya dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2019.

Selama lebih dari separuh tahun pertama menjabat, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dihadapkan pada persoalan pandemi Covid-19.

Persoalan ini mulai mencuat pada bulan kelima masa pemerintahan, tepatnya pada 2 Maret 2020 saat kasus Covid-19 pertama kali dikonfirmasi ada di Indonesia.

Kini, pandemi Covid-19 sudah berlangsung selama lebih dari tujuh bulan di Indonesia. Penularan Covid-19 terus terjadi dan bahkan belum menunjukkan tanda-tanda kasus melandai.

Sampai saat ini tercatat ada 365.240 kasus positif Covid-19 di Indonesia yang terjadi di 501 kabupaten/kota. Covid-19 juga telah memakan korban jiwa sebanyak total 12.617 orang.

Sementara, sebanyak 289.243 orang berhasil sembuh dari penyakit yang disebabkan virus corona itu. Kurva kasus harian Covid-19 yang tak kunjung menurun dinilai banyak kalangan tak lepas dari kesalahan langkah pemerintah dalam merespons bencana nonalam ini sejak awal.

Pernyataan kontroversial

Ketika sikap waspada dan antisipatif harus diambil, pemerintah justru menganggap virus corona seolah tak terlalu berbahaya. Pemerintah juga menganggap virus yang awalnya berkembang di China itu tidak akan menulari masyarakat Indonesia.

Hal itu tercermin dalam beberapa pernyataan kontroversial para pejabat yang tak menunjukkan sikap antisipatif bila virus corona menular hingga ke Indonesia.

Misalnya, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang pernah menyampaikan sejumlah pernyataan kontroversial. Saat itu, ia heran dengan wartawan yang terus-terusan mempertanyakan keberadaan virus corona di Indonesia yang tak kunjung terdeteksi.

Menurut dia, hal itu semestinya disyukuri, bukan terus dipertanyakan.

"Kita semua waspada tinggi, melakukan hal-hal yang paling level kewaspadaannya paling tinggi, dan peralatan yang dipakai juga peralatan internasional," kata Terawan di Kantor TNP2K, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2020).

"Kalau tidak (ada temuan virus corona) ya justru disyukuri, bukan dipertanyakan. Itu yang saya tak habis mengerti, kita justru harus bersyukur Yang Maha Kuasa masih memberkahi kita," kata dia.

Sekitar sepekan kemudian, Terawan menyatakan doa menjadi penyebab virus corona tak masuk ke Indonesia. Pernyataan ini dilontarkan Terawan saat kasus pertama belum diumumkan.

Mulanya seorang wartawan bertanya kepada Menkes, apakah belum ditemukannya virus corona yang menginfeksi masyarakat Indonesia benar terjadi karena doa sebagaimana yang disampaikan Terawan sebelumnya.

Terawan lalu menjawab, pemerintah senantiasa bekerja keras dan berdoa serta mengandalkan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk mencegah masuknya virus.

"Kita ini negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, apa pun agamanya selama kita berpegang teguh pada Pancasila, doa itu menjadi hal yang harus utama. Maka namanya ora et labora (berdoa dan berusaha)," ujar Terawan di Gedung Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (17/2/2020).

"Saya kira itu tetap ada bekerja sambil berdoa. Dan itu sebuah hal yang sangat mulia. Negara lain boleh protes biarin aja. Ini hak negara kita bahwa kita mengandalkan Yang Maha kuasa," kata dia.

Kasus pertama Covid-19 diumumkan

Pada 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus perdana Covid-19 di Indonesia. Presiden Jokowi mengawali pengumumannya dengan menyampaikan bahwa ada warga negara Jepang domisili Malaysia yang belum lama datang ke Indonesia.

Setelah kembali ke Malaysia, WN Jepang itu dinyatakan positif Covid-19.

"Tim dari Indonesia langsung menelusuri orang Jepang ini ke Indonesia bertamu ke siapa, bertemu dengan siapa ditelusuri, dan ketemu," kata Presiden Jokowi yang didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Presiden Jokowi menyebutkan, WN Jepang itu kontak dengan seorang perempuan berusia 31 tahun serta sang ibu yang berusia 64 tahun.

Kementerian Kesehatan pun langsung melakukan uji laboratorium terhadap spesimen keduanya.

"Dicek dan tadi pagi saya mendapatkan laporan dari Pak Menkes bahwa Ibu ini dan putrinya positif corona," kata dia.

Menkes Terawan menyebutkan, kedua pasien positif tersebut berteman dekat dengan WN Jepang. Bahkan, WN Jepang tersebut berkunjung ke rumah pasien di Depok.

"Ini kan teman dekatnya, datangnya ke rumah dong. Di sini, di daerah Depok (rumahnya)," kata Terawan.

Namun, Pengumuman Presiden Jokowi tersebut tak hanya mengejutkan publik.

Kedua pasien pertama Covid-19 yang tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit Sulianti Saroso, Jakarta Utara juga mengaku terkejut.

Rupanya, kedua pasien baru tahu mereka positif corona setelah pengumuman dari Presiden Jokowi disiarkan oleh media.

Sebelumnya, tak pernah ada pemberitahuan dari dokter, pihak rumah sakit, atau pihak Kementerian Kesehatan.

Hal ini terungkap dalam wawancara khusus kepada Kompas yang ditayangkan dalam Kompas.id, Selasa (3/3/2020).

Melalui saluran telepon, Kompas mewawancarai Pasien 2 yang sedang berada di ruang isolasi.

Saat Kompas bertanya apakah ada pemberitahuan bahwa dia mengidap positif Covid-19, pasien itu mengaku tidak ada. Dia justru tahu setelah ada pengumuman resmi.

"Enggak ada (pemberitahuan). Sampai kemudian heboh kemarin itu (diumumkan Presiden)," ujar pasien.

Prediksi pemerintah meleset

Usai kasus pertama diumumkan, penularan Covid-19 di Indonesia terus terjadi. Penambahan kasus harian yang terus mengalami kenaikan.

Mula-mula, dalam satu hari penambahan kasus masih di bawah 10 orang. Kemudian dalam sehari penambahan berjumlah belasan hingga puluhan, bahkan ratusan orang.

Pada akhirnya, penambahan kasus harian Covid-19 mencapai ribuan orang. Setelah itu, berbagai prediksi terkait puncak kasus Covid-19 pun dilontarkan sejumlah pihak.

Presiden Joko Widodo sendiri memprediksi puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia akan terjadi pada Agustus atau September 2020.

"Kalau melihat angka-angka, memang nanti perkiraan puncaknya ada di Agustus atau September, perkiraan terakhir," kata Presiden Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (13/7/2020), dikutip dari tribunnews.com.

Sebelumnya pada Maret 2020, Presiden Jokowi juga sempat memprediksi bahwa puncak penularan Covid-19 di Indonesia akan jatuh pada bulan Mei, sehingga bulan Juli sudah mulai menurun.

Namun, prediksi tersebut meleset.

Presiden Jokowi kini justru menemukan fakta bahwa kasus baru Covid-19 masih terus bertambah. Ia menyebut, prediksi terbaru bahwa pandemi Covid-19 akan mencapai puncaknya pada Agustus atau September ini juga masih bisa berubah.

Hal itu, menurut dia, sangat bergantung dengan kinerja seluruh jajarannya dalam menekan penyebaran kasus Covid-19.

"Kalau kita tidak melakukan sesuatu, ya bisa angkanya berbeda. Oleh sebab itu, saya minta pada para menteri untuk bekerja keras," kata dia.

Prediksi puncak kasus harian juga diberikan oleh Badan Intelijen Negara (BIN). BIN memprediksi bahwa puncak penyebaran virus corona di Indonesia akan terjadi pada Mei 2020.

Kemudian, pada 2 April 2020, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, memperkirakan bahwa puncak penyebaran Covid-19 akan terjadi pada Juli 2020.

Perkiraan yang disampaikan Doni berdasarkan perhitungan yang dilakukan BIN. Dari penghitungan tersebut, diperkirakan akumulasi kasus positif Covid-19 pada Juli 2020 mencapai 106.287 kasus.

"Puncaknya pada akhir Juni dan awal Juli," kata Doni saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR.

Merujuk data perkiraan tersebut, kasus Covid-19 akan mengalami peningkatan dari akhir Maret sebanyak 1.577 kasus, akhir April sebanyak 27.307 kasus, 95.451 kasus di akhir Mei dan 105.765 kasus di akhir Juni.

Namun, sama seperti dua prediksi sebelumnya terkait waktu puncak penularan, hal itu tidak sepenuhnya tepat. Lantaran, penambahan kasus positif masih terus terjadi dan belum ada tanda-tanda penurunan.

Hanya, prediksi soal angka yang diberikan, terpaut cukup jauh. Berdasarkan data Satgas Covid-19, pada awal Juli 2020, akumulasi kasus positif masih di angka 60.000-an.

Belakangan, Doni mengungkapkan bahwa pihaknya belum bisa memprediksi kapan puncak pandemi Covid-19 di Indonesia. Hal itu dikarenakan penambahan kasus yang fluktuatif.

"Sampai saat ini saya juga belum tahu kapan puncak tiba. Melihat perkembangan fluktuatif, ada daerah yang mengalami penurunan, ada juga yang meningkat. Kita lihat kasusnya juga berbeda-beda," kata Doni Monardo seusai rapat dengan Presiden Jokowi, pada 27 Juli lalu.

Sementara itu, pada 27 Maret, tim Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI merilis prediksi puncak kasus harian Covid-19 yang akan terjadi pada hari ke-77 atau sekitar pertengahan April 2020.

Dengan catatan, patokan hari pertama terjadi pada pekan pertama Februari 2020.

Hasil penghitungan tim FKM UI menyebutkan bahwa kasus positif Covid-19 di Indonesia akan mencapai 500.000 hingga 2.500.000 orang, tergantung pada sejauh mana intervensi yang dilakukan pemerintah.

Penambahan kasus tertinggi hingga dekati 5.000 kasus

Selama pandemi Covid-19, pemerintah melaporkan jumlah perkembangan kasus harian secara terus-menerus setiap hari.

Laporan itu terdiri dari penambahan kasus pasien terkonfirmasi positif, pasien yang sembuh, pasien meninggal dunia, jumlah spesimen (uji sampel), jumlah orang diperiksa hingga jumlah suspek Covid-19 yang dicatat dalam kurun waktu 24 jam.

Selain itu, disampaikan pula data Covid-19 dari 34 provinsi di Indonesia.

Dari laporan yang disampaikan melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 maupun Satuan Tugas Penanganan Covid-19, terpantau sejumlah rekor penambahan kasus harian tertinggi.

Penambahan kasus positif harian dalam jumlah tinggi terpantau sejak 1 Mei 2020. Saat itu ada 433 penambahan kasus baru Covid-19 dalam waktu 24 jam.

Selanjutnya, pada 9 Mei 2020, tercatat ada 533 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam. Lalu pada 13 Mei tercatat penambahan 689 pasien positif Covid-19 dalam sehari.

Pada 21 Mei 2020, terjadi penambahan kasus harian mencapai 973 kasus.

Setelah itu, penambahan kasus harian Covid-19 tertinggi tercatat mencapai ribuan dalam sehari. Salah satunya terjadi pada 2 Juli 2020 yang mana tercatat penambahan 1.624 kasus baru dalam 24 jam.

Kemudian, sepekan setelahnya, penambahan kasus harian bahkan sudah tembus di angka 2.000-an kasus. Tepatnya pada 9 Juli 2020, ada 2.657 kasus baru Covid-19 dalam sehari.

Memasuki Agustus, jumlah penambahan kasus harian tertinggi kembali meningkat. Bahkan, kondisi tersebut terjadi dalam kurun waktu sepekan.

Pertama, pada 27 Agustus 2020 tercatat ada 2.719 kasus baru Covid-19 yang terjadi dalam 24 jam. Berikutnya, pada 28 Agustus 2020 tercatat ada 3.003 kasus Covid-19 yang terjadi selama 24 jam.

Terakhir pada 29 Agustus 2020, ada 3.308 kasus baru Covid-19 yang terjadi dalam satu hari.

Setelah itu, rekor penambahan pasien harian tertinggi kembali terjadi pada Kamis (24/9/2020) yakni sebanyak 4.634 kasus baru dalam 24 jam.

Sehari setelahnya, yakni Jumat (25/9/2020), rekor penambahan tertinggi kembali terjadi saat ada penambahan pasien positif Covid-19 sebanyak 4.823 orang dalam 24 jam terakhir.

Kemudian, berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada Kamis (8/10/2020), ada penambahan pasien positif Covid-19 sebanyak 4.850 orang dalam 24 jam terakhir.

Angka penambahan kasus baru pada 8 Oktober lalu tercatat merupakan yang tertinggi selama pandemi melanda Indonesia.

Kapan pandemi berakhir?

Pakar epidemiologi Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengatakan, puncak penyebaran virus corona di Indonesia sulit diprediksi lantaran data yang selalu berubah-ubah setiap waktu.

"Jadi sebetulnya kalau datanya tidak berubah-ubah, akan lebih mudah diprediksi. Yang menyulitkan itu kan karena data yang selalu berubah," kata Windhu kepada Kompas.com, pada 16 Juli lalu.

Perubahan data, menurut dia, dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Ketika pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), laju pertumbuhan kasus harian relatif dapat dikendalikan.

Namun, saat kebijakan itu dilonggarkan untuk memberikan kesempatan agar roda ekonomi kembali bergeliat, laju pertumbuhan kasus harian juga mengalami peningkatan.

"Prediksi itu kan mesti pake asumsi-asumsi, asumsinya kalau keadaannya seperti ini, nanti puncaknya akan kapan, dan turunnya kapan. Tapi kalau datanya berubah, ya harus diulang lagi," jelas dia.

"Ya susah ini, apalagi di negeri seperti kita ini yang kebijakannya terus berubah. Jadi kita enggak tahu kapan akan berakhir," ucap Windhu.

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/20/10094771/setahun-jokowi-maruf-pernyataan-kontroversial-hingga-prediksi-puncak-pandemi

Terkini Lainnya

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke