Padahal, para pekerja informal seperti halnya PRT juga mengalami tekanan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
"Kita melihat omnibus law ini tidak mengakomodasi sama sekali pekerja yang di sektor informal seperti pekerja rumah tangga, pekerja rumahan, dan pekerja seperti ojek online," ujar Lita Anggraini dalam konferensi pers "Buruh Perempuan Tolak Omnibus Law Cipta Kerja", Senin (19/10/2020).
"Ini sama sekali tidak diakui dan tidak dilindungi dalam UU Cipta Kerja," kata dia.
Lita mengatakan omnibus law UU Cipta Kerja telah menurunkan apa yang menjadi standar dan tujuan dari prinsip kerja layak bagi sektor formal. Apalagi, sektor informal yang dinilai semakin terpinggirkan.
Jala PRT sendiri sudah mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Rumah Tangga (PRT) sejak tahun 2004 untuk melindungi pekerja informal.
Namun, hingga kini tak ada kelanjutan RUU tersebut di DPR.
"Semakin mengherankan, RUU yang sudah 16 tahun di DPR seperti diganjal, eh ini malah ada omnibus law yang semakin menurunkan perlindungan terhadap pekerja," ujar Lita
"Kita mempertanyakan kepada DPR dan pemerintah bagaimana terkait dengan tujuan dan prinsip-prinsip kerja layak di dalam omnibus law ini?" kata dia.
Ia mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total pekerja Indonesia usia 15 tahun ke atas per Agustus 2019 sebanyak 126,51 juta orang.
Persebaran terbanyak terdapat pada pekerja informal, yaitu mencapai 70,49 juta orang.
Angka ini lebih tinggi dari pekerja formal yang hanya 56,02 juta.
"Kita melihat dari angkatan pekerja ini kan 126 juta, dari semua pekerja dari 70.49 ini adalah pekerja informal dan jumlah PRT di indonesia sendiri 5 juta dan mayoritas adalah perempuan,” ujar Lita.
"Selama ini pekerja yang di informal kan tidak bisa mengklaim hak jaminan sosial, termasuk jaminan sosial ketenagakerjaan, dan dalam masa pandemi ini mereka semua luput dari kebijakan pemulihan ekonomi nasional," tutur dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/19/16483911/jala-prt-uu-cipta-kerja-tak-mengakomodasi-pekerja-informal