"Pengesahan Ciptaker hari ini menunjukkan kurangnya komitmen Pemerintah Indonesia dan anggota DPR RI untuk menegakkan hak asasi manusia," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid melalui keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Amnesty menilai, anggota DPR dan pemerintah terkesan lebih memihak pada kelompok yang diuntungkan dari aturan ini.
Pembuat kebijakan dinilai tidak mempertimbangkan pihak yang menentang substansi serta prosedur aturan tersebut. Alhasil, hak jutaan pekerja kini terancam dengan adanya UU tersebut.
Dengan pengesahan UU Cipta Kerja, pekerja dinilai berpotensi mendapat perlakuan tidak adil. Hal itu dikarenakan, dalam UU Cipta Kerja, perusahaan tidak diwajibkan mengangkat pekerja kontrak menjadi pegawai tetap.
"Aturan seperti ini berpotensi menyebabkan perlakuan tidak adil bagi para pekerja karena mereka akan terus-menerus menjadi pegawai tidak tetap," ucapnya.
Kemudian, Amnesty menilai, perusahaan dinilai akan semakin berpeluang untuk mengeksploitasi pekerja dengan pengesahan itu.
Usman menuturkan, hal tersebut akan bermuara pada kurangnya kepatuhan pengusaha terhadap upah minimum sesuai undang-undang.
Maka dari itu, Amnesty pun mendesak DPR merevisi aturan yang bermasalah dalam UU Cipta Kerja.
"Kami mendesak anggota DPR untuk merevisi aturan-aturan bermasalah dalam UU Ciptaker. Hak asasi manusia harus menjadi prioritas di dalam setiap pengambilan keputusan," tutur dia.
Adapun DPR mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020).
Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/06/09310091/uu-cipta-kerja-disahkan-amnesty-pemerintah-dan-dpr-tak-komitmen-penegakan