Sebab, menurut PKS, ketentuan dalam RUU Cipta Kerja berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian lingkungan.
"Dalam pasal 37 terkait perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas minimum 30 persen untuk fungsi kawasan hutan dari daerah aliran sungai (DAS) dihapus," kata Mardani dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Tak hanya itu, menurut Mardani, ketentuan terkait kewajiban pemegang izin usaha perkebunan untuk melakukan analisis dampak lingkungan dan pemantauannya ikut dihapus dalam RUU Cipta Kerja.
"Padahal sudah berapa banyak contoh kerusakan lingkungan dan berujung timbulnya bencana alam karena tidak mengindahkan hal tersebut," ujar dia.
Di samping itu, Mardani mengatakan, substansi di dalam RUU Cipta Kerja lebih berorientasi kepada kemudahan untuk pelaku usaha dan penanaman modal asing ketimbang mendukung dan pemberdayaan UMKM.
"Jika pemerintah ingin mempermudah perizinan seperti yang kerap disampaikan, seharusnya sistem pengenaan sanksinya harus lebih ketat dengan mengembangkan sistem penegakan hukum yang tegas," ucap Mardani.
Lebih lanjut, Mardani mengatakan, substansi dalam RUU Cipta Kerja dapat merugikan pekerja melalui perubahan pasal-pasal berkaitan dengan hubungan kerja, upah, hingga pesangon.
Selain itu, menurut Mardani, proses pembahasan RUU Cipta Kerja terkesan dipaksakan di tengah pandemi Covid-19.
"Pembahasan selama pandemi membuat terbatasnya partisipasi masyarakat dalam memberi masukan, koreksi, maupun penyempurnaan RUU tersebut," pungkas dia.
Sebagaimana diketahui, Rapat Kerja Pengambilan Keputusan Tingkat I yang digelar DPR dan pemerintah pada Sabtu (3/10/2020) menghasilkan kesepakatan bahwa Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja akan dibawa ke rapat paripurna.
Dalam rapat itu, diketahui hanya dua fraksi yang menyatakan penolakan terhadap RUU Ciptaker yakni Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/05/09280171/tolak-ruu-cipta-kerja-pks-berpotensi-timbulkan-kerusakan-lingkungan