“Mengenai RUU pengawasan obat dan makanan, ketentuan dari RUU ini sebaiknya mendukung kemudahan pelaku industri untuk melakukan industri,” ujar Khayam dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX di DPR, Rabu (30/9/2020).
Khayam mengatakan, untuk mempermudah kegiatan industri, ia mengusulkan agar sanksi-sanksi dalam undang-undang ini nantinya bersifat pembinaan bukan pidana.
“Beberapa pasal sanksi yang diterapkan sebaiknya bersifat pembinaan, jadi bukan pidana, karena kalau pidana udah jelas ya di KUHP jadi ini usulannya seperti itu,” kata Khayam.
“Beberapa sanksi sifatnya administrasi dan pembinaan,” lanjut dia.
Mengenai ketentuan perizianan, Kementerian Perindustrian menyarankan agar tidak dibuat ketentuan yang menyulitkan seperti adanya perizinan sertifikat cara produksi yang baik (CPKB).
Menurut Khayam, perizinan serifikat cara distribusi yang baik untuk kosmetik, izin iklan untuk kosmetik, perizinan sertifikat cara distribusi yang baik untuk obat tradisional dan juga izin obat untuk obat tradisional juga tidak diperlukan.
“Persyaratan sertifikat tadi dan surat penerapan CPKB itu untuk melakukan kegiatan ekspor kenegara tujuan itu tidak dipersyaratkan,” ujar Khayam.
“Jadi tidak perlu mempersyaratkan sertifikat ini, penerapan di negara tujuan nya juga tidak memerlukan surat tersebut,” kata dia.
Selanjutnya, Ia juga meminta agar waktu proses izin edar tiga bulan dapat diperpendek menjadi dua pekan.
Selain itu, menurutnya tidak ada keharusan uji klinik untuk produksi kosmetik dan obat tradisional, berbeda dengan obat kimia yang memang harus dipersyaratkan.
“Ketentuan yang terlalu detail atau rinci sebaiknya diundangkan dalam peraturan perundangan dibawahnya, setingkat PP, Perpres dan BPOM,” tutur Khayam
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/30/16334721/kemenperin-usul-ruu-pengawasan-obat-dan-makanan-mudahkan-pelaku-industri